Meski tidak semua, sebagian dari kita mungkin akrab dengan nama-nama berikut. Al Horford, Chris Paul, Gianluigi Buffon, Javier Zanetti, almarhum Kobe Bryant, Kareem Abdul Jabar, Â Luka Modric, Novak Djokovic, Robert Parrish, Ryan Giggs, atau Tom Brady. Para atlet yang boleh dibilang masih aktif bermain jelang usia atau bahkan malah di atas usia 40 tahun.
Ketika masih bermain, para pemain tersebut boleh dibilang masih menunjukkan permainan terbaik, bahkan sebagai starter, di tengah makin meningkatnya tempo permainan dan peran yang harus diemban masing-masing pemain di lapangan.
Kebugaran yang boleh jadi ingin dicontoh, bukan hanya oleh orang-orang yang bergerak di bidang yang sama, tetapi juga oleh awam seperti saya. Awam yang secara harfiah masih hobi menghabiskan camilan kemriuk dan kemripik kaya akan minyak dan penguat rasa buatan, hingga satu toples, apa pun nama dan mereknya.
Tips kebugaran yang untungnya tersusun secara terukur, dengan metode yang tidak berbeda jauh satu sama lain, yang rata-rata sudah diterapkan pemain yang bersangkutan, setidaknya satu atau dua tahun, dengan hasil yang tidak selamanya instan, sebagaimana dibahas oleh quarterback Tom Brady, yang kondang dengan lemparan jarak jauhnya, lewat buku berjudul "The TB12 Method: How to Achieve a Lifetime of Sustained Peak Performance" (2017), sesuai dengan inisial dan nomor punggung Brady di New England Patriots.
Dua Belas tips terpadu, mulai dari pola pikir, latihan fisik, sampai asupan makanan, termasuk di dalamnya banyak minum, yang berujung pada upaya menjaga kelenturan otot lewat peregangan dan pengenduran otot, yang oleh Brady dan pelatih kebugarannya, Alex Guerrero, yang punya latar belakang pengobatan Tiongkok sewaktu berkuliah, berulang kali disebut sebagai Pliability.
Kebetulan pliability bukan hal baru bagi Tom Brady. Ketika menderita cedera ACL misalnya, selama sekitar tujuh bulan Guerrero fokus menjaga kelenturan otot lewat peregangan dan relaksasi, lantaran begitu cedera, darah dan getah bening langsung meluncur ke area yang tidak nyaman tersebut. Di saat yang sama, otot di sekitar area yang cedera biasanya ikut kaku dan menegang untuk melindungi dan menjaga kestabilan jaringan yang rusak tersebut.
Konon, selepas pulih dari cedera pun, Brady tetap menjaga kelenturan ototnya hingga sekarang, termasuk dengan banyak minum, yang turut menjaga kesehatan lututnya, bahkan ketika terantuk saat latihan, dengan hasil pemindaian yang kita tahu hasilnya seperti apa.
Kebetulan, pliability, juga bukan suatu yang baru bagi setiap orang. Boleh jadi kita biasa melakukan salah satu variasi latihan di antaranya, termasuk push up dan berjalan (atau berlari) di tempat, dengan atau tanpa bantuan karet elastis (resistance band) yang berfungsi sebagai penahan, saat mencoba berlari atau mengangkat lengan. Â Â
Makanan yang Brady cicip rasanya juga nggak beda jauh sama makanan kita sehari-hari. Brady masih makan makanan yang bersifat basa (antiradang) seperti kubis, bayam, kembang kol, kentang, wortel, atau ubi seperti saya. Bahan makanan yang kadar asamnya lumayan juga tetap Brody konsumsi, sebut saja jeruk, kiwi, keju, nanas, susu, yogurt, atau nasi putih. Hanya saja, sebagai atlet, berdasarkan panduan ahli gizi, porsinya cenderung dibatasi. Delapan bagian untuk basa dan dua bagian untuk asam. Â Â
Kebetulan, menurut Brady, makanan yang bersifat asam tersebut bagus buat mencerna bahan makanan kaya protein seperti daging-dagingan, sedangkan makanan yang bersifat basa cocok untuk mencerna karbohidrat. Tidak heran, kita tidak disarankan untuk mengkombinasikan karbo dengan bahan makanan hewani karena alasan di atas, serta dianjurkan mengonsumsi buah tanpa ditemani bahan makanan lain lantaran buah relatif lebih mudah dicerna.Â