Kekosongan alur cerita kehidupan Pennyworth tersebut, salah satunya, diisi dengar hadirnya sosok Esme Winikus, kekasih Pennyworth, yang merupakan seorang penari di klub tempat Pennyworth bekerja sebagai penjaga pintu. Lewat sosok Winiskus, setidaknya dramanya bisa jadi lebih menarik karena Winikus digambarkan sebagai putri seorang pendeta yang sedang merintis karier sebagai aktris teater.
Lewat latar belakang Winikus saja, kita bisa tahu potensi ceritanya akan jadi seperti apa meskipun konfliknya belum dikupas satu per satu. Terlebih serial Pennyworth diceritakan berlatar tahun 1960-an di mana kebebasan muda-mudi, bukan cuma di Inggris tapi juga di Amerika Serikat mulai berkembang.
Dengan latar tambahan sebagai veteran perang yang kental dengan nuansa Gangguan Stres Pasca Perang, rasanya potensi konflik yang muncul bisa jadi rumit dan menarik.
Menarik karena Pennyworth bukan cuma nampilin kisah heroik ala Batman yang secara teori akan lebih membumi, tapi juga kerumitan yang didorong budaya di zamannnya.
Sayang apa yang saya harapkan sedikit jauh dari kenyataan. Saya berharap akan diajak menikmati nuansa tahun 1960-an yang kental nuansa kebebasan muda-mudi (yang untuk bagian ini kok ndilalah kok agak pas dengan penggambaran di zamannya, meski terkesan terlalu melankolis, dan masih berfokus pada hubungan antara Pennyworth dan Winikus.
Sayang untuk penggambaran unsur budaya khas tahun 1960-an yang lain masih sedikit nanggung.
Nanggung karena beberapa elemen tahun 1960-an yang kita kenal  selama ini serasa seperti dimasukkan semua. Entah cara berpakaian, keberadaan mobil klasik di zamannya, telepon kabel, serta adegan madat walaupun secuplik. Bolehlah sedikit berkilah kalau episode-nya masih panjang jadi dicicil dikit-dikit tak apa.