Mohon tunggu...
Calvin JordanSimanjuntak
Calvin JordanSimanjuntak Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Swasta D.I.Yogyakarta

Mahasiswa, D.I.Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mari Kita Kupas Ritual Mubeng Beteng dari Sisi Komunikasi Antarbudaya

19 Desember 2020   03:12 Diperbarui: 19 Desember 2020   03:34 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia memiliki keberagaman budaya yang dapat kita temukan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Dari keberagaman yang ada, kali ini saya akan bahas sedikit mengenai salah satu budaya dari kota Yogykarta, mubeng beteng. Tradisi ini merupakan ritual yang dilakukan dalam menyambut tahun baru dalam penanggalan jawa dalam Kalender Jawa Sultan Agungan (1 Sura).

Pelaksanaan mubeng beteng memiliki makna, Romo Tirun menjelaskan ritual "tapa bisu lampah mubeng beteng" dapat dimaknai sebagai sarana introspeksi diri terhadap apa yang dilakukan pada tahun lalu, dan memperbaiki diri memasuki tahun baru (Harianjogja.com, 2020).

Ritual mubeng beteng ini biasanya dilakukan setiap malam tahun baru Jawa 1 Sura, namun di masa pandemi ini ritual ditiadakan dan diganti dengan doa bersama. Melansir Harianjogja.com, ritual mubeng beteng akan diganti dengan menggelar doa bersama yang dilakukan oleh beberapa abdi dalem yang di gelar di Bangsal Ponconiti Keraton Yogyakarta.

Ritual mubeng beteng menjadi hal yang menarik dianalisis dari sisi komunikasi antar budaya. Hal tersebut dikarenakan banyaknya warga yang tertarik mengikuti prosesi ritual baik lokal maupun asing, dan sifatnya yang sakral.

Ritual ini dilakukan tidak hanya pada lingkungan Keraton Yogyakarta, namun juga dilakukan mubeng kuthanegara dan mubeng mancanegara. Hal tersebut dilakukan, karena Keraton merupakan pusat pusat negara, keraton dikelilingi oleh kutha negara, dan kuthanegara dikelilingi oleh mancanegara (Dewi, 2019). 

Mancanegara yang dimaksud dalam konteks ini adalah daerah di luar kasultanan namun masih merupakan wilayah Keraton Yogyakarta. Hal tersebutlah yang membuat ritual ini diikuti oleh banyak masyarakat baik dari Yogyakarta hingga mancanegara.

Namun sayang untuk tahun ini ritual mubeng beteng ditiadakan dan diganti dengan bersama yang dilakukan oleh abdi dale. Menurut Romo Tirun, kegiatan yang melibatkan ribuan warga sangat berisiko apalagi berpotensi diikuti para wisatawan dari luar daerah  (Harianjogja.com, 2020).

Ritual mubeng beteng/tapa bisu yang dilakukan setiap malam tahun baru Jawa 1 Sura ini dianggap sakral. Ritual ini dianggap sakral karena selain ritual ini diinisasi oleh abdi dalem, ritual yang merupakan tradisi Jawa-Islam ini diawali dengan doa-doa serta dibacakan macapat (Dhandhang Gula). 

Pembacaan macapat ini mengartikan salah satu surat Al-Qur’an (Al-Fatihah). Ada satu hal yang unik dalam pembacaan macapat Dhandhang Gula, yaitu macapat Dhandhang Gula yang mengartikan salah satu surat dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-Fatihah (Dewi, 2019).

Selain itu, ritual ini mengajak kita menginstropeksi diri kita terhadap apa yang kita sudah kita lakukan pada masa lalu dan memperbaki diri pada tahun yang baru.

Dalam komunikasi antar budaya, Mubeng Beteng dapat dianalisis menggunakan perspektif identitas budaya dan kompetensi komunikasi antar budaya (silence). Identitas budaya merupakan gambaran mengenai siapa kita yang didapat dari berbagai persepktif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun