Mohon tunggu...
Inovasi

Akankah Profesi Dokter Menjadi Punah di Masa Depan?

28 Mei 2018   00:08 Diperbarui: 28 Mei 2018   03:44 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Dua hal yang mengancam eksistensi dokter di masa depan : kecerdasan buatan dan precision medicine/pengobatan personal.

Untuk hal yang disebutkan pertama, ClinicalKey (sebuah search engine klinis) telah menggunakan DeepQA -- teknologi AI buatan IBM -- untuk mencari referensi kesehatan dari ribuan jurnal, textbook, dan laporan medis. Ini tentu menjadi nilai tambah karena hal tersebut sangat sulit dilakukan oleh seorang dokter di tengah berbagai kesibukannya.

Robot atau perangkat medis di masa depan yang menggunakan teknologi DeepQA akan sangat mudah mencari referensi terbaru, menentukan diagnosis sesuai dengan algoritma terkini, serta meresepkan obat paling modern dan paling sesuai bagi seorang pasien. Untuk diketahui, sebuah sistem DeepQA yang dinamakan Watson pernah memenangkan kuis televisi Jeopardy! setelah berhasil mengalahkan para juara bertahannya di tahun 2011 lalu -- saya sangat antusias bila membayangkan kemampuannya pada beberapa tahun depan.

Untuk hal kedua yang disebutkan dalam paragraf pertama, ini berkaitan dengan teknologi biomolekuler. Bagaimana sistem pengobatan "satu untuk semua" akan menjadi sangat usang pada tahun-tahun mendatang. Sebagai contoh, pengobatan kanker selama ini ternyata tidak bisa memberikan efek yang diharapkan pada semua kasus. Bahkan di majalah BBC Focus, saya pernah membaca bahwa 75% dari semua kasus kanker tidak bisa disembuhkan dengan memberikan obat-obatan yang "biasanya" diberikan pada rata-rata pasien.

Dasar dari hal ini adalah profil genetik dari tiap orang yang berbeda-beda. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kecenderungan metabolisme obat yang lebih tinggi mungkin memerlukan jumlah obat yang lebih banyak atau membutuhkan obat dengan masa kerja yang lebih panjang dari pasien lainnya. Dengan menggunakan analisis genetik yang lebih personal, seseorang akan bisa mendapat pengobatan yang paling sesuai dan akurat untuk dirinya sendiri.

Di masa depan, kehadiran seorang "penasihat biomolekuler" mungkin akan lebih bermanfaat daripada seorang dokter. Cukup dengan mengirimkan sampel darahnya, seseorang sudah bisa mendapatkan informasi mengenai penyakitnya -- bahkan untuk penyakit yang masih asimtomatik atau tidak bergejala.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, bagaimana bila DeepQA digabungkan dengan sistem precision medicine/pengobatan personal tadi? Tentu hal itu akan menjadi kemajuan yang sangat besar. Smart car Google dan pesawat drone Taranis sudah ada, lantas apa yang bisa menghalangi para robot untuk mengambil alih dunia medis?

Namun sepertinya hal ini belum akan terjadi dalam waktu dekat. Saya pernah membaca satu buku yang sangat baik mengenai teknologi-teknologi di masa depan yang berjudul The Design of Future Things, karya Donald A. Norman.

Di dalam buku itu disebutkan bahwa AI memang unggul pada beberapa bidang namun masih kalah di bidang lainnya bila dibandingkan dengan manusia. Secara umum, teknologi AI pada masa kini lebih unggul pada konsistensi dan ketahanan fisik, dimana faktor seperti kelelahan tidak akan dijumpai pada mereka; namun lebih lemah dalam faktor kepekaan dan kecerdasan sosial, imajinasi, dan kemampuan antisipasi.

Selain itu AI masih belum disebut betul-betul "cerdas", dalam arti bahwa mereka masih mengandalkan kecerdasannya pad para pembuatnya -- jadi yang bisa disebut cerdas sebenarnya adalah para pembuatnya tadi. Mereka juga belum mampu untuk berdialog secara "alami" dengan penggunanya (yang dalam hal ini adalah seorang pasien). Hal tersebut sangat penting dalam proses decision-making di dalam dunia kedokteran.

Selama ini sistem AI yang tersedia di lapangan hanya mampu merespon input yang diberikan oleh penggunanya dengan memberikan output, namun belum mampu memberikan penjelasan terkait output yang diberikannya tadi.
Penulis buku tersebut mengatakan bahwa, "dua monolog bukanlah sebuah dialog". Bahwa sebuah keputusan yang dihasilkan tanpa disertai penjelasan yang memadai seringkali tidak dapat dipercayai dan dianggap jelek oleh penggunanya/pasien.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun