Mohon tunggu...
Zahra Callista Firstyantri F.
Zahra Callista Firstyantri F. Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Learning ed psychology. In her blooming state.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Filosofi Teras: Stoisime untuk Kesehatan Mental di Masa Kini

2 November 2023   12:53 Diperbarui: 2 November 2023   19:25 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Dewasa ini kesadaran terhadap pentingnya menjaga kesehatan mental  sudah seyogianya diperhatikan. Urgensi menerapkan kesadaran akan penjagaan kesehatan mental sangat dibutuhkan di era yang serba instan ini, di mana manusia cenderung lebih rentan untuk merasa tertekan. Permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan mental pada masa kini sangat bervariasi, beberapa yang mendasar dan cukup sering dirasakan oleh generasi ini diantaranya ialah overthink, mudah tersinggung, serta kesulitan dalam mengatur emosi. Apakah anda merasa familiar?

Melalui Wahdi (2022) pada Indonesia-National  Adolescent  Mental  Health  Survey  , ditemukan bahwa 1 dari 20 remaja di Indonesia (generasi Z) memiliki gangguan mental. Artinya, terdapat 2,45 jutaremaja Indonesia dengan kondisi mental tidak baik-baik saja. Pemicu gangguan mental cukup kompleks dan beragam yang merupakan kompilasi dari genetik,  sistem  saraf,  lingkungan,  serta  ketidakmampuan  dalam  mengelola  stress. Gangguan  mental  yang  paling  banyak  muncul  pada  remaja  10-17  tahun  (termasuk kelompok  usia  generasi  Z)  adalah  gangguan  kecemasan.  Gangguan  ini  dapat menyebabkan generasi Z mengalami disfungsi di keluarga, sekolah, dan sosial. Seperti salah satu kasus bunuh diri mahasiswa UGM yang memilih mengakhiri hidupnya dengan melompat dari salah satu hotel di Yogyakarta yang disebabkan oleh depresi yang ia rasakan (Kumparan, 2022).  Maka, urgensi penjagaan kesehatan mental sangatlah dibutuhkan, salah satunya dari yang paling dasar yaitu meminimalisir perasaan negatif yang berlebih.

Di sini penulis memperkenalkan "Stoisime" yang dikaji oleh Henry Manampiring di dalam bukunya, Filosofi Teras. Stoisme merupakan sebuah filosofi Yunani yang telah bertahan lebih dari 2000 tahun yang lalu dan merupakan sebuah mazhab filsafat yang dianggap mampu dalam menyelesaikan dan memberi solusi pada permasalahan emosi negatif dalam kehidupan sehari-hari.

Di dalam buku ini, disebutkan salah satu kutipan dari Marcus Aurellius, seorang ahli dalam filsuf stoisisme, yang berbunyi "Kamu memiliki kendali atas pikiranmu-bukan kejadian-kejadian di luar sana. Sadari ini dan kamu akan menemukan kekuatan." Di sinilah hakikat pikiran stoisisme dijelaskan, bahwa manusia tidak punya kendali atas hal-hal yang terjadi padanya, contohnya: teman menggosipi kita dari belakang, tiba-tiba dimarahi orang tua tanpa alasan atau juga jalanan macet padahal kita sudah terlambat dan ada ujian di jam pertama. Tentu mendengar hal-hal tersebut saja, rasanya ingin emosi. Namun di sinilah stoisisme berperan, memang hal-hal yang terjadi pada manusia di luar kendali manusia tersebut, namun manusia memegang sepenuhnya kendali atas pikiran serta caranya dalam menyikapi kejadian tersebut.

Salah satu contoh lain di dalam kehidupan sehari-hari, anggaplah ada dua orang mahasiswa, kedua mahasiswa tersebut dimarahi oleh dosennya karena tugas kedua mahasiswa tersebut dianggap tidak memenuhi standar. Respons mahasiswa yang pertama menyikapinya dengan rasa kesal dan tersinggung, "huh... padahal sudah susah-susah buat, tapi dikomplen terus! Apa sih? Ga bisa menghargai." Sementara mahasiswa yang kedua menanggapi dengan tenang, "Oh, berarti yang harus saya lakukan ialah a,b,c agar tugasnya bisa berhasilkan maksimal."

Tanpa disadari mahasiswa kedua telah menerapkan stoisime. Dia berfokus pada hal-hal yang berada di dalam kendalinya serta tidak terlalu memikirkan perilaku dosen terhadapnya sehingga ia dapat menjalani hidup dengan tenang dan damai. Berbeda dengan mahasiswa pertama yang berfokus pada perilaku dosen terhadapnya dan membiarkan emosinya meluap. Tentunya mengeluarkan emosi merupakan hal yang normal dan wajar, namun jika terlalu sering merasakan emosi negatif tentunya akan berpengaruh pada kesehatan mental itu sendiri serta mengurangi kedamaian di dalam hidup.

Dari kasus di atas, ditunjukkan bahwa kekuatan persepsi sangat berpengaruh pada kondisi perasaan manusia  di dalam kehidupan sehari-hari. Kekuatan persepsi juga merupakan salah satu kajian dari pemikiran stoisisme, hal ini dijabarkan kembali oleh Marcus Aurellius dalam Meditations yang menulis:

"Jika kamu bersusah hati karena hal eksternal, perasaan susah itu tidak datang dari hal tersebut, tetapi oleh pikiran dan persepsimu sendiri. Dan kamu memiliki kekuatan untuk mengubah pikiran dan persepsimu kapan pun juga."

Dalam buku Filosofi Teras sendiri disebutkan mengenai step by step dalam merespons emosi negatif. Mungkin tahapan-tahapan ini tidak akan langsung berjalan secara instan, namun dengan latihan, tahapan-tahapan ini akan bisa diimplementasikan secara otomatis melalui keterbiasaan:

 1. STOP (Berhenti)

Ketika anda merasakan emosi negatif anda perlu mengambil waktu untuk berhenti agar tidak terlalu larut dalam perasaan tersebut. Cara ini bisa dilatih untuk semua emosi negatif, rasa tersinggung, overthink, cemas, takut dan sebagainya. Meski pun terdengar aneh untuk "menghentikan" emosi-emosi tersebut, namun  jika sering dilatih maka akan menjadi lebih efektif dalam melakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun