Audit investigatif sering diposisikan sebagai jembatan awal menuju proses penegakan hukum. Meskipun auditor bukan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hasil audit investigatif kerap menjadi pijakan awal bagi aparat penegak hukum dalam menetapkan status hukum seseorang. Di sinilah letak kompleksitas sekaligus kerentanan profesi auditor investigatif: berada di simpul antara kerja teknokratik dan implikasi hukum yang sangat nyata. Dalam posisi tersebut, prinsip in dubio pro reo---yang berarti "dalam keraguan, berpihaklah pada terdakwa"---perlu menjadi penuntun etis dan epistemologis dalam proses audit investigatif.
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali jika terdapat sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi serta terdakwalah pelakunya. Meskipun norma ini ditujukan kepada hakim dalam proses peradilan pidana, esensinya sejatinya dapat diterapkan pula dalam etos kerja auditor investigatif. Proses audit investigatif yang gegabah, mengandalkan asumsi sepihak, atau terlalu cepat menyimpulkan perbuatan melawan hukum tanpa verifikasi yang ketat, bukan hanya bertentangan dengan prinsip profesionalitas, tetapi juga berisiko melukai rasa keadilan. Seorang auditor tidak boleh merasa cukup hanya dengan "indikasi kuat", tetapi harus tunduk pada prinsip verifikasi, validasi, dan triangulasi bukti. Dalam konteks ini, in dubio pro reo menjadi pengingat bahwa dalam menghadapi keraguan, menjaga kehati-hatian adalah bentuk tanggung jawab moral, bukan kelemahan metodologis.
Bekerja dalam ranah abu-abu antara administrasi dan kriminalitas, auditor investigatif menghadapi tantangan metodologis dan etik yang tak ringan. Mereka dituntut untuk menyusun laporan yang tidak hanya akurat secara teknis, tetapi juga defensible secara hukum dan berkeadilan secara moral. Audit investigatif harus mampu menjawab: apakah temuan ini bisa diuji silang oleh penyidik? Apakah kesimpulan ini memadai untuk menggiring konsekuensi hukum terhadap seseorang? Dan yang paling esensial, apakah proses pemeriksaan telah memberi ruang yang cukup bagi benefit of the doubt? Ketika laporan audit dapat mengantarkan seseorang ke ruang interogasi, bahkan ke balik jeruji besi, maka prinsip in dubio pro reo tidak bisa hanya menjadi prinsip pengadilan---ia harus menjadi jiwa dalam setiap langkah auditor investigatif.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI