UU Nomor 1 Tahun 2025 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara membawa transformasi besar dalam tata kelola BUMN. Salah satu ketentuan krusial yang diperkenalkan adalah pelarangan bagi orang-orang yang pernah terlibat dalam kepailitan untuk menduduki jabatan strategis di dalam BUMN. Misalnya, Pasal 3R ayat (1) huruf h menyebutkan bahwa seseorang tidak dapat diangkat menjadi anggota Badan Pelaksana jika "pernah dinyatakan pailit atau pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit." Ketentuan serupa juga berlaku bagi Direksi Holding Investasi (Pasal 3AE ayat (1) huruf h), Dewan Komisaris Holding Investasi (Pasal 3AI ayat (1) huruf h), dan Direksi Persero (Pasal 15A ayat (2) huruf a-b).
Baca juga:
- Penguatan Peran Presiden dalam BUMN, Apa Konsekuensinya? (Bag.1)
- Heboh Pasal BUMN, Mana yang Lebih Lex Specialis
- Tiga Pasal UU BUMN yang Ramai DibicarakanÂ
- Sinergi dan Risiko Hubungan Kelembagaan BUMN Pasca UU 1 Tahun2025 (Bag.2/Selesai)
- TJSL BUMN (baru), Risiko Pergeseran Filantropi ke Sustainability
- Penguatan Peran Presiden dalam BUMN, Apa Konsekuensinya? (Bag.2/Selesai) Â Â
Sepintas, ini tampak sebagai norma administratif belaka. Namun bagi profesi akuntan, ini bukan soal administratif---ini adalah pernyataan nilai. Kepailitan tidak lagi dipandang netral.Â
Ia adalah tanda kegagalan sistemik yang memiliki implikasi pada reputasi, integritas, dan kepercayaan publik terhadap entitas negara.
 Ketika Undang-Undang mulai menghubungkan jejak kepailitan dengan kelayakan seseorang untuk menduduki jabatan publik, maka akuntan sebagai pihak yang mengawasi dan menyusun laporan keuangan berada pada posisi yang sangat strategis dan penuh tanggung jawab.
Dalam praktiknya, akuntan tidak hanya bertugas mencatat transaksi, tetapi juga membaca tanda-tanda peringatan krisis---solvabilitas yang menurun, pertumbuhan utang yang tak sebanding dengan arus kas, penurunan nilai aset yang tak diungkapkan secara jujur, dan sebagainya. Akuntan yang profesional seharusnya menjadi garda depan dalam mencegah kepailitan, bukan bagian dari sistem yang menutupinya. Ketika UU BUMN 2025 menyatakan bahwa "pernah menyebabkan pailit" adalah bentuk disqualifikasi, maka profesi akuntan juga dituntut mempertahankan integritas sebagai pertahanan pertama sebelum krisis korporat memburuk.
Bersambung...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI