Mohon tunggu...
ruslan effendi
ruslan effendi Mohon Tunggu... Pengamat APBN dan Korporasi.

Lulusan S3 Akuntansi. Penulis pada International Journal of Public Administration, Frontiers in Built Environment, IntechOpen, Cogent Social Sciences, dan Penulis Buku Pandangan Seorang Akuntan: Penganganggaran Pendidikan Publik Untuk Kualitas Dan Keadilan (Pengantar Prof. Indra Bastian, MBA., Ph.D.)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Benarkah ESG Stopping Effect Memicu Greenwashing?

16 Maret 2025   12:50 Diperbarui: 19 Maret 2025   00:54 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
illustration-human-avatar-with-environment Image by rawpixel.com on Freepik

Prolog
Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran terhadap isu $ keberlanjutan $ semakin meningkat, mendorong perusahaan dan investor untuk lebih memperhatikan faktor Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam pengambilan keputusan bisnis. 

Salah satu fenomena yang muncul akibat tren ini adalah ESG  Stopping Effect (ESGSE), yaitu ketika investor menghentikan atau menarik investasi dari perusahaan yang dinilai memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, sosial, atau tata kelola perusahaan. 

Fenomena ini menjadi alat tekanan bagi perusahaan agar lebih bertanggung jawab secara berkelanjutan. Namun, di balik tujuan idealnya, ESGSE juga menghadapi berbagai kritik dan tantangan.

Note: Istilah ESGSE ini dikenalkan Garavaglia dkk..(2024) dalam artikel mereke berjudul  The ESG stopping effect: Do investor reactions differ across the lifespan of ESG initiatives? Pada jurnal Accounting , Organizations and Society, 13(December).

Mengapa Fenomena ESGSE Muncul?
ESGSE muncul sebagai akibat dari perubahan paradigma dalam dunia investasi. Dulu, keputusan investasi lebih banyak didasarkan pada keuntungan finansial semata. 

Namun, dengan meningkatnya kesadaran terhadap perubahan iklim, hak asasi manusia, dan transparansi tata kelola, banyak investor mulai mempertimbangkan faktor ESG dalam memilih portofolio mereka.

Faktor utama yang mendorong munculnya ESGSE adalah tekanan dari pemangku kepentingan, termasuk investor institusional, regulator, dan konsumen. Lembaga keuangan besar, seperti BlackRock dan Vanguard, semakin menekankan pentingnya ESG dalam kebijakan investasi mereka. 

Selain itu, regulasi pemerintah yang lebih ketat terhadap perusahaan dengan jejak karbon tinggi dan praktik bisnis yang tidak etis juga berkontribusi terhadap tren ini.

Aspek-Aspek Utama ESGSE, pertama adalah pengaruhnya terhadap Investasi dan Pasar Modal. ESGSE mempengaruhi arus modal di pasar keuangan. 

Perusahaan yang memiliki skor ESG rendah cenderung mengalami kesulitan dalam mendapatkan investasi atau menghadapi penurunan harga saham karena aksi divestasi oleh investor yang ingin menghindari risiko ESG. 

Kedua, dampak pada perusahaan dengan ESG buruk. Perusahaan yang tidak mematuhi standar keberlanjutan dapat kehilangan akses ke sumber pendanaan, termasuk pinjaman perbankan dan investasi ekuitas. 

Selain itu, mereka juga bisa menghadapi boikot dari konsumen atau terkena sanksi regulasi. Ketiga, perubahan strategi bisnis untuk menghindari dampak negatif dari ESGSE, banyak perusahaan mulai menyesuaikan model bisnis mereka dengan prinsip keberlanjutan. 

illustration-human-avatar-with-environment Image by rawpixel.com on Freepik
illustration-human-avatar-with-environment Image by rawpixel.com on Freepik

Beberapa perusahaan mulai beralih ke energi terbarukan, meningkatkan transparansi dalam tata kelola, atau memperbaiki kondisi kerja bagi karyawan mereka. Terakhir, peran regulasi dan standar ESG. 

Regulasi dari lembaga seperti Uni Eropa melalui Sustainable Finance Disclosure Regulation (SFDR) atau kebijakan di Amerika Serikat terkait pelaporan ESG mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan dampak lingkungan dan sosial mereka. Standar pelaporan yang lebih ketat bertujuan untuk menghindari manipulasi informasi ESG oleh perusahaan.

Contoh ESGSE dalam Dunia Bisnis, misalnya divestasi dari industri batu bara. Banyak investor global menarik investasi mereka dari perusahaan batu bara karena dianggap sebagai penyumbang besar emisi karbon. Contohnya, Norges Bank Investment Management, yang mengelola dana pensiun Norwegia, telah menarik investasinya dari beberapa perusahaan tambang batu bara karena faktor ESG. Contoh lain adalah penghentian pendanaan untuk minyak dan gas. 

Bank-bank besar seperti HSBC dan BNP Paribas telah mengurangi atau menghentikan pendanaan bagi proyek eksplorasi minyak dan gas baru sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap keberlanjutan.

Meskipun ESGSE bertujuan untuk mendorong praktik bisnis yang lebih berkelanjutan, fenomena ini tidak luput dari kritik. Misalnya kurangnya Standarisasi dalam Pengukuran ESG. 

Tidak ada standar global yang benar-benar seragam dalam menilai performa ESG sebuah perusahaan. Setiap lembaga pemeringkat ESG menggunakan metodologi yang berbeda, sehingga sebuah perusahaan bisa mendapatkan skor ESG tinggi dari satu lembaga tetapi rendah dari lembaga lain. 

Kemudian dampak negatif terhadap sektor pekerjaan. Industri yang terkena ESGSE, seperti batu bara atau minyak dan gas, sering kali mengalami PHK besar-besaran. 

Jika transisi ke ekonomi hijau tidak dikelola dengan baik, banyak pekerja dapat kehilangan mata pencaharian tanpa adanya solusi yang jelas. Kritikan lain, misalnya ESGSE ini ditengarai tidak selalu efektif dalam mendorong perubahan. 

Beberapa perusahaan yang terkena dampak malah mencari sumber pendanaan alternatif, seperti dari investor swasta atau negara-negara yang tidak terlalu peduli terhadap standar ESG, seperti beberapa negara di Timur Tengah dan Asia. Nah yang terakhir ini berkaitan dengan bentuk keperilakuan. 

ESGSE berpotensi memberikan kesan palsu tentang keberlanjutan mereka atau $ greenwashing$ . Alih-alih benar-benar mengubah praktik bisnis, beberapa perusahaan hanya mengubah cara mereka melaporkan data ESG untuk tetap menarik bagi investor.

Epilog

Setidaknya kita tahu bahwa ESGSE menawarkan adanya fenomena penting dalam dunia bisnis dan investasi yang muncul akibat meningkatnya kesadaran terhadap keberlanjutan. Dengan menarik investasi dari perusahaan yang memiliki skor ESG rendah, investor berharap dapat mendorong perubahan menuju praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab. 

Namun, tantangan seperti greenwashing, kurangnya standar yang seragam, dan dampak negatif terhadap pekerja harus diperhatikan agar ESGSE dapat benar-benar menjadi alat yang efektif untuk mendorong keberlanjutan. 

Oleh karena itu, regulasi yang lebih ketat dan transparansi dalam pelaporan ESG menjadi kunci agar fenomena ini dapat mencapai tujuannya dengan lebih efektif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun