Mohon tunggu...
Cak Glentong
Cak Glentong Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat "Kayu Bakar" Menggusur Pakar

7 Agustus 2020   06:36 Diperbarui: 7 Agustus 2020   07:01 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pakar telah mati?? Sebuah pertanyaan yang rasanya diucapkan dengan sebuah  tanda duka yang mendalam. Ketika masarakat maju di abad 21, yang digadang-gadang zaman kemajuan paling canggih di era infromasi. Kini harus mengalami sebuah pandemi, virus Covid 19 menjadi"musuh dalam selimut" bagi gerak dan dahsyatnya perkembangan tehnologi informasi. Di era ketika kejernihan akal dan pikiran juga mencapai puncaknya, ternyata keberadaan pakar yang seharusnya bisa menjelaskan sesuatu dengan standar logika yang benar ternyata semakin tergusur.

Di era pandemi yang semakin  menjadi, masarakat sering sangat sibuk dengan lintas pemikiran yang seharus "medis" belum teruji, bahkan hanya hoaks tanpa dasar.

Anehnya, saran-saran tentang kesehatan yang tidak bisa ditemukan nalar logis dalm medis menjadi viral. Mulai dari "termo gun" yang bisa merusak otak, obat yang bisa menyembuhkan Corona, dan berbagai isu yang menyebar ke udara dan di bawa angin, menjadi kabar yang mendapat ruang di media massa.

Apa yang terjadi dalam masarakat kita?? Apakah kondisi frustasi  sosial akibat munculnya pandemi yang belum diketahui ujungnya, lalu dalam keadaan frustasi sosial itu kita mendapatkan sesuatu yang luar biasa. Setelah dunia medis belum mampu menyelesaikan covid 19 yang beranak-pinak dengan sangat cepat. Di saat mengalami frustasi sosial, lalu berharap ada sesuatu yang istimewa menyelamatkan kita semua dan memusnahkan virus Covid 19.

Di era ketika medsos menjadi panglima. Yang paling banyak mempengaruhi opini adalah para kayu bakar dalam stuktrus informasi saat, mereka menyediakan diri berperan seperti kayu bakar, memasak "gosip" menjadi berita yang viral, menanak perkataan tanpa dasar secara terus menerus hingga seolah-olah menjadi sebuah kebenaran mutlak.

Ada seseorang yang menolak dengan keras agar kepalanya tidak diperiksa dengan termo gun oleh dokter, karena berdasar kabar medsos itu merusak otaknya. Dokter tidak kuasa melawan derasnya medsos yang membuat pasien tidak mempercayai apa yang dikatakan.

Peran kayu bakar sangat penting dalam mengangkat seseorang atau juga menjatuhkan seseorang. Kesalahanan yang dilakukan secara tidak sengaja, bisa menjadi berita yang menghebohkan bumi nusantara.

Lalu ada netizen yang berperan seperti kayu bakar, meniadi sarana untuk menjadi pembakar bagi berita tersebut, bisa berupa perkataan di video selama 2 jam, yang diambil 2 menit berisi kata-kata yang dipotong-potong, lalu disebarkan dan jadi fitnah. Berita seperti inilah yang kemudian membawa banyak pengaruh bagi kehidupan yang selalu riuh dengan pemikiran receh tetapi diviralkan.

Penyebaran hoaks di era pandemi berkembang cepat bagai cendawan yang tumbuh di musim penghujan. Benarkah ada netizen yang dibayar untuk menjadi kayu bakar?? Membakar rival politiknya agar terjerembab jatuh. Tetapi selalu menjadi api yang menghidupkan orang yang membayarnya.

Di dalam deru dan gempitanya ulah menjengkelkan para netizen dengan bahasa yang kasar dan seperti tidak lahir dari kejernihan berpikir sangat cocok untuk menjadi kayu bakar yang akan membakar banyak hal, dan pada puncaknya bisa membakar akal sehat kita.

Pertama, yang menjadi panglima di era saat ini adalah konten tayangan yang bisa menghasilkan uang. Berita yang merebut banyak pembaca. Judul berita dibuat bombastis, bukan siapa narasumbernya, tetapi bagaimana berita menjadi viral. Kebenaran menjadi nomer buncit, bombastis menjadi sarana meraih pembaca.

Dan media sosial itu masih menganut doktrin "kejadian yang sangat buruk adalah berita yang terbaik", semakin kontroversial semakin mudah menjadi perhatian masa. Pendapat yang ngawur dan menyimpang dari pemikiran para ahli mudah menjadi berita yang menarik pembaca.

Kedua, ada kekolompok yang gemar memviralkan sesuatu yang mereka sendiri tidak faham subtansi apa yang diviralkannya. Kemudian cara mengeshare sebuah berita menjadi sebab cepatnya sebuah berita menyebar seolah-olah tanpa ujung.  

Ada semacam anomali dalam perkembangan informasi, seharusnya dalam kondisi seperti ini seseorang seharusnya bisa mencapai kondisi kedewasaan dalam menerima dan mengolah informasi, tidak mudah menyampaikan informasi.

Sementara para pakar biasanya kalau menyampaikan sesuatu relatif hati-hati berdasarkan kemampuan pengetahuan yang dimilikinya, tidak ada unsur sensasionalnya. Sementara publik suka yang berhubungan sensasional.

Iklan dari "penjual jamu" lebih menarik didengar, sekali minum anda bisa langsung sembuh, dunia medis tidak akan menggunakan kata-kata yang bombastis. Ini sekedar contoh bagaimana secara perlahan peran "kayu bakar" menarik perhatian publik, menggusur peran-peran pakar di bidangnya.

Ini tidak hanya terjadi di dunia kesehatan, hampir semua aspek kehidupan peran pakar akan digusur oleh mereka yang sadar atau tidak sadar menjadi "kayu bakar" bagi tersebarnya informasi. Informasi itu seperti api yang dengan perantara kayu bisa menjadi api besar, api fitnah dalam kehidupan. Jika itu berhubungan dengan medis, tentu sangat membahayakan nyawa.

Kondisi seperti ini diperburuk dengan buzzer politik yang sering menyerang para pakar yang mencoba memberikan masukan ke pemerintah, mendapatkan serangan yang terkadang di luar batas yang rasional, tidak hanya dirinya tetapi juga keluarganya. 

Rasanya, sudah saatnya kita berpikir jernih dalam setiap menerima informasi, berhentilah menjadi kayu bakar bagi penyebaran kabar tanda dasar keilmuan yang benar atau kita akan melihat bangsa yang besar ini, tidak pernah keluar dari kubangan hoaks yang pada saat tertentu mematikan nalar rasional kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun