Mohon tunggu...
Cahyo Budiman
Cahyo Budiman Mohon Tunggu... Ilmuwan - Orang biasa

tukang bakso dan mie rebus

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kurban Pak Beye

17 November 2010   03:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:33 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_73343" align="alignleft" width="299" caption="Sapi Pak Beye (Kompas.com)"][/caption] Retweet dari Sudjiwo Tedjo pagi ini sangat menggelitik. Tentu saja tentang "berkurban" karena hari ini (atau kemarin tepatnya) umat Islam tengah merayakan Idul Adha sebagai manifestasi dari pengorbanan Nabi Ibrahim ribuan abad lalu. Umat melakukan 'napak tilas' pengorbanan tersebut (salah satunya) lewat ritus menyembelih hewan kurban. Hal yang sama pula dilakukan oleh para petinggi negeri kita tentu saja. Diberitakan sebelumnya Pak Beye bahkan rela merogoh kantongnya untuk bisa membeli seekor sapi limousine yang super dengan berat mencapai 1,8 ton. Jangan heran jika harganya mencapai puluhan juta rupiah (beberapa sumber menyebut bahkan mencapai 50 juta rupiah). Intinya, kita semua tahu bahwa Pak Beye ikut melakukan 'napak tilas' di momen Idhul Adha ini lewat "pengorbanan" sapi 1,8 ton-nya tersebut.

1289964030681357639
1289964030681357639
Cukupkah itu ? Di sinilah retweet Sudjiwo Tedjo sangat menggugah sekali. Sebagai seorang pemimpin, beliau dituntut untuk melakukan "pengorbanan" lebih dari sekedar sapi atau kambing tentu saja. Tapi lebih dari itu, pemimpin hendaknya mengorbankan segala perilakunya yang bersebrangan dengan kepentingan publik. Pemimpin dituntut untuk mentransformasi sikapnya yang 'sekedar' membangun popularitasnya, tapi benar-benar menjadi seorang pelayan bagi warganya lewat ketegasan dan kecepatannya dalam bersikap dan menindak setiap isu penting di tengah kita. Inilah yang digaungkan Umar Bin Khatab di masa kekhalifahannya dulu setelah mengangkat gubernur-gubernya saat itu.
“Ingatlah, saya mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar Anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani Anda.” (Umar bin Khatab)

Transformasi sikap merupakan esensi pengorbanan, karena pemimpin harus menggadaikan segala bentuk perilaku yang memang tidak layak disandang oleh seorang pemimpin. Tanpa transformasi seperti itu, seorang pemimpin belum bisa digolongkan ke dalam kelompok yang "berkurban". Hal ini jelas berlaku untuk Pak Beye selaku pemimpin di negeri ini. Idhul Adha hendaknya menjadi momen untuk beliau untuk tidak lagi "menangis-nangis" di depan rakyatnya karena justru rakyat yang ingin menangis dan berkeluh kesah tentang sejuta masalahnya kepada pemimpinnya. Hari raya kurban hendaknya membuat beliau bersikap tegas terhadap segala bentuk ketidak adilan hukum, seperti tegasnya Ibrahim untuk teguh menjalankan perintah Allah meski harus menyembelih putranya, Ismail. Pemimpin bukan sosok yang pandai menyusun puisi lewat pidatonya, tapi yang cerdas menulis prosa tentang gagasan, ide, dan tindakan nyata yang telah dilakukannya demi publik. Dalam dimensi yang lebih luas, retweet di atas bisa kita elaborasi dalam lingkup sistem kenegaraan kita yang holistik. Karena negri ini pun terkena kewajiban "berkuban" dalam momen Idhul Adha ini. Dalam konteks kenegaraan, esensi berkurban adalah berani mengorbankan segala bentuk sistem dan tata nilai dalam negara kita yang tidak lagi berpihak pada kepentingan umat. Membuangnya jauh-juah dan mulai melahirkan dan mentransformasi pada sistem dan tata nilai yang lebih mengayomi umat. Dalam bidang ekonomi, negeri ini harus berani mengorbankan sistem yang hanya berpihak pada kepentingan kapitalis yang secara faktual hanya makin mebenamkan negeri ini dalam kerugian yang makin dalam. Dalam bidang pendidikan dan kesehatan, negeri ini harus berani mengorbankan segala bentuk kepentingan yang menyebabkan dua bidang itu tidak mudah terakses oleh publik secara luas. Dalam bidang politik, negeri ini harus secara cerdas mengorbankan segala produk perundang-undangan yang jauh dari keadilan publik. Dalam bidang hukum, negeri ini harus secara tegas mengorbankan segala bentuk mafia hukum yang melahirkan ribuan ketidak adilan dinegeri ini, termasuk mengorbankan segala macam bentuk produk hukum yang timpang ! dan lain sebagainya.. Momen Idul Adha ini seyogyanya bukan cuma memanifestasikan 'napak tilas' dalam bentuk-bentuk ritus semata (sholat, menyembelih hewan kurban, dan seterusnya) tapi lebih dari itu merupakan bentuk manifestasi  'napak tilas' ruhiyah seperti halnya dilakukan Ibrahim di masa lalu. Esensi pengorbanan Ibrahim adalah "pendekatan" diri kepada Sang Pencipta lewat kepatuhan dan ketaatannya kepada bentuk-bentuk perintah apapun dari penciptanya. Inilah napak tilas ruhiyah yang harus dilakukan oleh pemimpin dan negeri ini lewat Idhul Adha saat ini dengan mentransofrmasi segala bentuk perilaku dan kebijakannya yang membawa negeri dan umat makin mendekat kepada sang pencipta . Dalam konteks ini, maka tafsiran Al-Qur'an di bawah ini menjadi sebuah bekal mendasar para pemimpin dan kita semua dalam melakukan napak tilas Idhul Adha kali ini :

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu…” (QS Al Maidah ayat 49)

Selamat Idul Adha, semoga esensi pengorbanan Ibrahim menjadi spirit pemimpin dan negeri ini untuk bergerak menjadi lebih baik..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun