PENDAHULUAN
Indonesia menghadapi tantangan serius dalam menjaga keberlanjutan sistem pembayaran pensiun bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pejabat negara. Beban pembayaran pensiun yang terus meningkat setiap tahunnya, didorong oleh pertumbuhan jumlah pensiunan dan kenaikan nilai manfaat, telah menjadi salah satu komponen pengeluaran negara yang signifikan. Sebagai pengelola pembayaran pensiun ASN, PT TASPEN (Persero) selama ini menggunakan mekanisme Pay as You Go (PAYG), di mana pembayaran manfaat pensiun setiap tahun bersumber langsung dari iuran peserta aktif dan kontribusi pemerintah melalui APBN.
Model PAYG relatif sederhana dan tidak memerlukan akumulasi dana besar di muka, namun keberlanjutannya sangat bergantung pada kemampuan kas negara dan jumlah peserta aktif yang cukup untuk membiayai pensiunan. Dengan tren rasio ketergantungan pensiunan terhadap peserta aktif yang semakin meningkat, risiko ketidakcukupan dana makin nyata. Hal ini memunculkan wacana beralih ke sistem Fully Funded, di mana dana pensiun dikelola melalui akumulasi investasi sejak dini agar manfaat di masa depan dibayar dari hasil pengelolaan aset, bukan dari kas negara tahun berjalan.
Dalam CNBC Indonesia (2025), Dirjen Perbendaharaan Astera Primanto Bhakti saat rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR mengemukakan bahwa anggaran yang dikeluarkan negara untuk membayar uang pensiun dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, jumlah anggaran yang dikeluarkan sebesar Rp50,6 Triliun dan meningkat di tahun 2024 menjadi Rp164,4 Triliun. Belanja otomatis mengalami kenaikan sebesar 8,96% atau Rp10,4 triliun per tahun. Kebutuhan anggaran juga semakin tinggi seiring dengan bertambahnya jumlah pensiunan. Jumlah meningkat dari 3,2 juta pada 2010 menjadi 3,6 juta di tahun 2024 dan diperkirakan naik menjadi 4,2 juta pada 2029 dengan rata-rata kenaikan per tahunnya sebesar 3,1%. Sehingga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali menyorot potensi peralihan ke skema Fully Funded---pendanaan berbasis akumulasi iuran yang diinvestasikan sejak dini---sebagai langkah strategis mengurangi tekanan fiskal. Wacana ini semakin menguat mengingat beban APBN yang diproyeksikan terus naik.Â
Namun, peralihan dari PAYG ke Fully Funded tidak sekadar persoalan desain manfaat atau kebijakan investasi, melainkan juga tantangan besar dalam manajemen kas. Apakah cadangan kas dan portofolio investasi PT TASPEN saat ini cukup untuk memenuhi kewajiban jangka panjang? Bagaimana implikasi transisi terhadap arus kas negara yang selama ini menjadi penopang utama? Apakah strategi kas yang ada mampu menjembatani kebutuhan pembayaran manfaat pensiun di masa transisi?
Tulisan ini akan membahas dilema peralihan sistem dana pensiun PT TASPEN dari perspektif manajemen kas, dengan dua pendekatan utama: (1) kecukupan kas negara dan kas PT TASPEN dalam membiayai kewajiban manfaat pensiun, dan (2) strategi manajemen kas yang dapat diterapkan untuk memastikan kelancaran pembayaran selama dan setelah transisi. Analisis ini diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh bagi pembuat kebijakan, manajemen TASPEN, dan publik mengenai opsi terbaik dalam menjamin keberlanjutan pembayaran pensiun ASN di Indonesia.
PEMBAHASAN
Jaminan hari tua bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia, yang dikelola oleh PT TASPEN, pada dasarnya dapat dioperasikan melalui dua pendekatan utama: Pay-as-you-go dan Fully Funded. Memahami perbedaan mendasar dari kedua sistem ini adalah kunci untuk menganalisis tantangan yang dihadapi TASPEN saat ini dan merumuskan solusi masa depan.
Sistem Pay-as-you-go (PAYG)
Sistem Pay-as-you-go (PAYG) adalah skema yang paling umum kita lihat. Secara sederhana, sistem ini bekerja seperti sebuah "kontrak antar-generasi". Iuran yang dikumpulkan dari PNS yang masih aktif bekerja saat ini digunakan secara langsung untuk membayar uang pensiun kepada PNS yang sudah purnabakti. Dana tersebut tidak diakumulasikan dan diinvestasikan dalam jangka panjang.
Kelebihan utama dari sistem ini adalah kesederhanaannya. Sistem ini mudah diimplementasikan, tidak memerlukan dana investasi awal yang besar, dan efektif ketika jumlah pekerja aktif jauh lebih banyak daripada jumlah pensiunan. Namun, kelemahan mendasarnya terletak pada kerentanannya terhadap perubahan demografi. Ketika jumlah pensiunan membengkak dan rasio PNS aktif terhadap pensiunan menyusut, beban pembayaran akan menjadi sangat berat. Situasi ini menciptakan "bom waktu demografi" di mana kas negara harus menutupi defisit pembayaran, yang bisa memicu krisis keuangan dan keberlanjutan program pensiun itu sendiri. Inilah yang menjadi tantangan besar bagi PT TASPEN saat ini.