Islam terkemuka di Indonesia telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah jatuh pada tanggal 10 April 2024. Keputusan ini diumumkan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir. Dalam pengumumannya, Haedar Nashir menegaskan bahwa keputusan ini tidak bertentangan atau melampaui kewenangan organisasi lain. Beliau menjelaskan bahwa penetapan tanggal ini merupakan hasil dari metode hisab yang merupakan proses yang lazim dilakukan oleh Muhammadiyah setiap tahunnya.
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasiMuhammadiyah sebagai organisasi Islam yang berakar pada paham moderat dan terbuka, menggunakan metode hisab dalam menentukan awal Syawal. Metode hisab merupakan cara tradisional dalam Islam untuk menentukan awal bulan berdasarkan perhitungan astronomi. Dalam hal ini, Muhammadiyah menggunakan metode hisab haqiqi wujudul hilal, yaitu salah satu pendekatan ilmiah dengan mengamati hilal (bulan sabit) secara langsung.
Penggunaan metode hisab haqiqi wujudul hilal oleh Muhammadiyah menunjukkan komitmen organisasi ini untuk mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dalam penentuan tanggal-tanggal penting dalam kalender Islam. Pendekatan ini tidak hanya mencerminkan keinginan Muhammadiyah untuk memastikan akurasi penentuan waktu, tetapi juga mendorong umat Islam untuk lebih toleran, inklusif, dan menghargai keberagaman dalam menentukan awal bulan.
Salah satu nilai yang ditekankan oleh Muhammadiyah melalui keputusan ini adalah toleransi. Dengan menggunakan metode hisab haqiqi wujudul hilal, Muhammadiyah membuka ruang bagi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai awal bulan Syawal. Pendekatan ini membuka peluang bagi umat Islam untuk belajar menghargai perbedaan perspektif dan mempererat hubungan antar individu dan antar kelompok dalam masyarakat.
Selain itu, keputusan Muhammadiyah juga mencerminkan semangat tasamuh, atau saling menghormati, dalam Islam. Dengan menetapkan tanggal Idul Fitri berdasarkan metode hisab, Muhammadiyah menghargai keragaman pendapat di kalangan ulama dan umat Islam pada umumnya. Hal ini memperkuat prinsip inklusivitas dalam Islam, yang menekankan pentingnya dialog dan kerja sama meskipun ada perbedaan pendapat.
Penggunaan metode hisab haqiqi wujudul hilal oleh Muhammadiyah juga mendorong sikap tanawu, atau saling memaafkan, di antara umat Islam. Dalam proses penentuan tanggal Idul Fitri, mungkin saja terjadi perbedaan pendapat atau kesalahan dalam pengamatan hilal. Namun, Muhammadiyah mengajarkan umat Islam untuk menghargai niat dan upaya baik yang dilakukan oleh para pengamat. individu atau kelompok dalam menentukan awal bulan Syawal. Hal ini memperkuat nilai-nilai kedamaian dan harmoni dalam masyarakat.
Dengan demikian, keputusan Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah pada 10 April 2024 tidak hanya merupakan hasil dari proses hisab yang cermat, tetapi juga mencerminkan komitmen organisasi untuk mengedepankan nilai-nilai toleransi, tasamuh, dan tanawuf di tengah-tengah masyarakat Muslim. Melalui pendekatan ilmiah dan inklusif ini, Muhammadiyah berperan dalam membangun hubungan yang kuat dan harmonis di antara umat Islam, serta memperkuat fondasi keberagaman dalam Islam yang menghargai perbedaan pendapat.
Keputusan Muhammadiyah dalam menetapkan tanggal Idul Fitri juga memiliki implikasi yang lebih luas dalam konteks sosial dan budaya masyarakat Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi dan informasi yang memungkinkan akses cepat terhadap berbagai perspektif dan pendapat, keputusan ini menunjukkan pentingnya menjaga nilai-nilai tradisi dan agama dalam menentukan momen-momen penting dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, penetapan tanggal Idul Fitri oleh Muhammadiyah juga memberikan panduan praktis bagi umat Islam di seluruh Indonesia. Dalam situasi di mana terdapat perbedaan pendapat antara organisasi Islam atau otoritas keagamaan lainnya, kejelasan dan konsistensi dalam penentuan tanggal-tanggal penting seperti Idul Fitri sangatlah penting. Hal ini membantu umat Islam untuk merencanakan ibadah, perayaan, dan kegiatan sosial lainnya dengan cara yang lebih terorganisir dan efisien
Tidak hanya itu, keputusan Muhammadiyah ini juga membuka peluang bagi umat Islam untuk merayakan Idul Fitri bersama, tanpa perbedaan waktu yang signifikan. Hal ini memperkuat rasa persatuan dan solidaritas di antara umat Islam, karena mereka dapat merayakan momen penting ini sebagai satu kesatuan, mengatasi batas-batas geografis dan perbedaan administratif.
Selain itu, dalam konteks globalisasi dan keragaman budaya, keputusan Muhammadiyah ini juga menjadi contoh bagaimana organisasi keagamaan dapat mengambil langkah yang berbasis ilmiah dan inklusif dalam menjawab tantangan zaman. Dengan menggunakan metode hisab haqiqi wujudul hilal, Muhammadiyah menunjukkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama yang mendorong pemikiran kritis, penelitian ilmiah, dan dialog antar budaya.