Mohon tunggu...
Billy
Billy Mohon Tunggu... -

biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Politik

RJ Lino Terdongkel Karena Perang Kekuasaan

30 Desember 2015   22:09 Diperbarui: 30 Desember 2015   22:09 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sang pemimpin akhirnya terlempar dari tampuk  kekuasaan, setelah gonjang ganjing dan nuansa saling sikut politik. Itulah gambaran yang terjadi atas dicopotnya RJ Lino dari Pelindo II. 

Beberapa saat setelah kunjungan mendadak Presiden Jokowi ke Pelabuhan, kasus Dweling Time mulai merebak di Republik ini. Ketidakpuasan terhadap kinerja Pelabuhan menjadi awal mula cerita tentang kasus ini. Puncaknya adalah ketika digantinya Rachmat Gobel oleh Thomas Lembong di pos Kementerian Perdagangan.

Lantas apakah usai ramai ramai di Pelabuhan? Jawabannya adalah tidak sama sekali. Jajaran Kepolisian melakukan pemeriksaan dan menggeledah Pelindo II. Adalah Budi Waseso, atau biasa dipanggil dengan Buwas yang kemudian kembali menggeledah Pelindo II. 

Pasca pergantian sejumlah menteri, Rizal Ramli melakukan sejumlah manuver politik dimana dengan jurus Rajawali Ngepretnya melakukan sejumlah serangan salah satunya adalah kepada Pelindo II. Dalam kunjungannya ke Pelindo, Rizal Ramli tidak mengundang pemilik rumah Pelindo, Tuan Rumah Pelindo, RJ Lino. Jika kita melihat wawancara dengan Kompas TV, dapat dilihat bahwa Rizal Ramli melakukan tindakan yang dibilang kurang sopan terhadap tuan rumah. 

Kegaduhan lalu bertambah besar ketika DPR mengusulkan untuk dibentuk Pansus Pelindo II, dimana anggota yang paling vokal adalah dari fraksi PDI P. Masinton Pasaribu dan Rieke Diah Pitaloka dijadikan sebagai corong untuk membuat Pansus Pelindo II. Dalam perjalanannya banyak sekali keanehan yang terjadi dalam kinerja Pansus, salah satunya adalah merekomendasikan kepada Presiden Jokowi untuk mencopot dua orang yaitu Rini Soemarmo dan RJ. Lino. 

Dalam kajian hukum Tata Negara, ada salah satu proses yang tidak dilakukan oleh Pansus Pelindo II. Seharusnya rekomendasi dilakukan setelah ada persetujuan dari semua anggota DPR, dalam rapat paripurna, namun rapat paripurna tidak dilakukan oleh Pansus DPR dan langsung melakukan rekomendasi. Ada apa sebenarnya? Nampak seperti syahwat menguasainya begitu besar. 

Lalu sistem pemerintahan Indonesia adalah sistem Presidensial, artinya Presiden memiliki kekuasaan untuk melakukan ataupun tidak melakukan rekomendasi Pansus. Pansus tidak berhak memaksa Presiden untuk menjalankan apalagi memaksa menjalankan rekomendasi. Ingat sistem pemerintahan kita bukan parlementer, dimana parlemen memiliki kekuasaan penuh, namun presidensial, presiden memiliki kekuasaan penuh. 

Ada apa dengan Pansus?

Ini menjadi pertanyaan yang harus dijawab, apakah Pansus dibuat untuk menjernihkan dan menjawab masalah Pelindo II ataukah Pansus hanya sebagai corong untuk melakukan syahwat untuk berkuasa terhadap Pelindo II.

Pelindo merupakan salah satu ladang menghasilkan uang. Triliunan uang dapat beredar di Pelindo, atau bisa kita sebut dengan lahan basah. Nampaknya perang kekuasaan dan nuansa Politik sangat kentara jika kita cermati lebih dalam. Begitu besarnya kekuasaan yang dimiliki oleh PDI P dalam Pansus Pelindo II. Nampaknya Jokowi harus jeli melihat ini. 

Penabrakan aturan main dalam Pansus patut menjadi pertanyaan, mengapa bisa terjadi? PDI P partai pemenang pemilu nampaknya menunjukan taringnya kepada pesaing politik lainnya. Perebutan lahan basah masih berjalan, 2019 sudah mulai bersiap diri. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun