Oke, mari saya buatkan sebuah cerita pendek bertema Hari Agustus tahun ke-80.
Hari Agustus Tahun ke-80
Mentari pagi bulan Agustus menembus tirai jendela rumah tua di pinggir sawah. Raka, seorang kakek berusia delapan puluh tahun, duduk di kursi rotan usangnya sambil memandang bendera merah putih yang berkibar di halaman. Hari ini tepat usianya menginjak 80 tahun---dan bertepatan pula dengan peringatan kemerdekaan negeri yang ia cintai.
"Delapan puluh tahun, ya..." gumamnya, setengah untuk dirinya sendiri.
Kenangan masa kecilnya datang berbondong-bondong. Ia masih ingat betapa ayahnya dulu ikut mengibarkan bendera di awal kemerdekaan, dengan kain sederhana yang dijahit dari seprai dan kain goni. Raka kecil berlari-lari di lapangan, bangga meski tak sepenuhnya paham arti merdeka.
Kini, delapan puluh tahun kemudian, ia duduk menyaksikan cicit-cicitnya berlatih lomba balap karung. Tawa riang mereka berpadu dengan suara toa panitia yang memanggil peserta tarik tambang. Desa yang dulu sunyi, kini penuh warna.
"Canggah, ayo ikut foto sama kami!" seru salah satu cicitnya.
Raka tersenyum. Tubuhnya renta, tapi semangatnya tetap menyala. Ia berdiri perlahan, menatap bendera sekali lagi sebelum melangkah ke halaman. Baginya, usia 80 bukanlah akhir, melainkan anugerah untuk terus menyaksikan bangsa yang ia cintai tumbuh.
Hari Agustus tahun ke-80 menjadi lebih dari sekadar ulang tahunnya---hari itu adalah perayaan perjalanan panjang, baik bagi dirinya maupun bagi tanah air.
Mau saya buat versi ini lebih puitis atau lebih sejarah-realistik (misalnya dikaitkan langsung dengan peristiwa kemerdekaan 1945)?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
