Mohon tunggu...
Zulkifli SPdI
Zulkifli SPdI Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Arab MAN 3 Solok dan MAN 2 Solok

Hidup akan benilai dengan amal shaleh, manusia akan berharga dengan kemanfaatannya bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Money

Harga Uang yang Semakin Tak Berharga

16 Januari 2020   06:32 Diperbarui: 16 Januari 2020   06:36 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Orang tua akan melipatnya sekecil mungkin dan mengikatnya menggunakan karet ke baju di bagian dalam agar tidak hilang atau terjatuh saat menuju ke sekolah. Maklum, waktu itu kami ke sekolah dengan berjalan kaki menempuh jarak yang lumayan jauh. 

Coba kita bandingkan dengan biaya sekolah SD hari ini. Belum lama ini, saya memindahkan anak saya kelas tiga ke sebuah SD swasta khusus tahfiz al Qur'an. Ketika mendaftarkannya, saya disodori secarik kertas kecil berisi nominal biaya yang harus saya lunasi jika benar-benar ingin memindahkan anak ke sekolah tersebut. 

Ternyata biayanya hampir senilai 3 juta rupiah sudah termasuk biaya beli seragam, buku dan lainnya. Uang bulanannya sebesar 300 ribu rupiah. Artinya, kalau satu caturwulan saya mesti membayar 900 ribu rupiah. 

Berapa persen penurunan harga uang tersebut? Silahkan pembaca yang budiman mengitungnya sendiri, karena matematika saya sudah mulai error menghitung perbandingan harga uang tersebut.

Dengan dua perbandiangan sederhana di atas, mungkin akan muncul pertanyaan di fikiran kita masing-masing. "Sebenarnya harga uanya yang turun atau harga barangnya yang naik sih?" kalau tidak salah, dalam bidang ekonomi ini sih disebut dengan inflasi. 

Dimana, terjadi penurunan harga uang terhadap barang. Artinya barang-barang yang akan kita beli semakin mahal, sementara uang yang kita miliki semakin turun nilainya.

Ini adalah sebuah realita yang sedang kita hadapi saat ini. Dimana, untuk mendapatkan uang sangatlah sulit apalagi jika menggunakan tenaga saja. bayangkan seorang buruh upah pertanian, yang hanya diupah dengan uang sekitar 60-70 ribu perharinya. 

Tentu akan akan sangat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup dirinya bersama keluarganya. Mengingat, harga beras saja sekarang ini sudah tembus 12 ribu rupiah perkilonya. Sedangkan dalam sehari, satu keluarga kecil bisa menghabiskan 2 kg beras perharinya. Belum lagi beli lauk, sambal dan sayurnya.

Para petani pun tak kalah perihnya. Untuk bisa menanam padi di sawah, petani mesti mengeluarkan modal yang tidak sedikit pula. Mulai dari upah-upah pengelohan sawah, biaya benih, pupuknya serta insektisida, ditambah biaya-biaya tak terduga lainnya, seperti biaya pengairan ketika musim kemarau atau biaya menunggui padi di pagi dan sore hari dari gangguan para burung. 

Serta biaya menunggui padi di kala malam dari gangguan babi hutan dan sebagainya. Ditambah lagi dengan upah yang mesti dikeluarkan ketika panen. Sehingga, ketika musim panen usai, hasilnya hanya cukup untuk membayar hutang yang timbul untuk membiayai padi tersebut. 

Hal itu masih dikatakan beruntung, bila dibandingkan dengan mereka yang padi di sawahnya sudah diserang berbagai hama, atau terendam air saat musim hujan dan lain-lain, tentu bak kata pepatah : sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun