Mohon tunggu...
Busroni Wongsodimejo
Busroni Wongsodimejo Mohon Tunggu... wiraswasta -

Local made, fragile, low explosive..\r\nPls, handle with care!\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

CSI Pulomas : Tragedi Toilet Maut

31 Desember 2016   21:54 Diperbarui: 31 Desember 2016   22:10 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Geregetan juga aku mengikuti artikel yang membahas tragedi Pulomas oleh seorang yang mengaku analis hukum. Tadinya aku pikir ya bolehlah sekedar opini mungkin juga dianya punya background pendidikan hukum. Tapi saya merasa dibeberapa tulisannya sudah cenderung mengambil kesimpulan yang absolut padahal sebenarnya masih menyisakan banyak sekali kemungkinan. Yang bikin aku meradang dalam satu artikelnya dia terkesan membodoh bodohkan para korban karena tidak melawan dan menuruti saja perintah para pelaku ditumpuk di toilet kecil itu ( jika memang tidak terjadi penganiayaan sebelumnya ). 

Dia juga mempertanyakan mengapa para korban tidak kabur saja. Padahal dari 11 korban 8 adalah perempuan dan anak anak ( salah satunya tuna rungu ). Saya merasakan tidak ada empati pada para korban. Sebenarnya saya menunggu ada second opinion dari segi medis dari para praktisi di Kompasiana ini namun tak kunjung muncul. Yo wis, terpaksa aku tulis opini pembanding yang belum tentu benar tapi paling tidak para pembaca tahu ada banyak kemungkinan yang terjadi dari tragedi Pulomas tersebut.

Well, dari keterangan polisi bahwa kasus ini utamanya perampokan yang mengakibatkan kematian para korban. Dari hasil otopsi juga disimpulkan tidak ada tanda tanda penganiayaan berat. Memang ada kesaksian para tetangga yang mendobrak toilet tersebut bahwa sebagian korban berdarah. Dan juga pengakuan PRT bahwa anak tertua pak Dodi yaitu Diona dipukul dan diseret dari lantai atas. Nah, kata diseret ini banyak kemungkinan bisa jadi memang diseret seret hingga anggota tubuhnya terbentur anak tangga sehingga berdarah darah seperti yang diyakini oleh si analis tersebut. Bisa pula diseret tapi masih bisa jalan sendiri. 

Mengapa hanya Diona yang yang dianiaya. Karena yang berpotensi melawan memang Diona yang tertua sementara adiknya Anet tuna rungu dan Gemma dan Amel masih kecil. Yang lainnya 2 sopir dan 4 pembantu sepertinya hanya menuruti perintah pelaku. Dari keterangan pembantu waktu itu pemilik rumah pak Dodi belum pulang. Para pelaku meminta ditunjukkan kamar pemilik rumah. Nah, kemungkinan waktu itu Diona tidak mau menuruti perintah para pelaku dan melawan. Karena pada dasarnya kalau perampokan yang diincar harta bukan nyawa kecuali kalau si korban melawan. Sepertinya dari berbagai kasus perampokan jika korban menuruti perintah sang pelaku dan sudah mendapatkan harta mereka tidak akan melukai korban terkecuali kalau korban melawan.

Menurut saya yang terjadi di Pulomas itu sebenarnya para pelaku tidak bermaksud membunuh tapi hanya menyekap untuk melancarkan aksi menggasak harta korban. Mereka tidak berpikir bahwa dengan memasukkan 11 orang ke dalam toilet berukuran 1,5mx1,5m akan berakibat kematian. Sebenarnya pikiran para perampok itu juga sama dengan kebanyakan dari kita yaitu tidak mungkin mati kalau cuma disekap di toilet. 

Yang tidak disadari oleh para pelaku (berdasarkan pengamatan saya), toilet kecil tersebut terletak dibawah tangga ke lantai atas jadi secara konstruksi berfungsi juga sebagai struktur penopang tangga yang terbuat dari beton. Biasanya toilet di bawah tangga ini tingginya juga minim dan langit langitnya juga dari beton. Bahkan dikabarkan tanpa ventilasi ( kalaupun pakai exhaust fan kemungkinan kondisinya off ). Toilet dibawah tangga seperti ini memang tidak dirancang untuk berlama lama di dalamnya apalagi untuk 11 orang. Jadi apa yang terjadi dalam toilet maut itu mengingatkan saya pada pelajaran IPA waktu SD(SMP). Apa itu?

Manusia ketika bernafas membutuhkan asupan oksigen (O2) ke paru paru dan membuang karbon dioksida (CO2) hasil metabolisme tubuh. Nah apa yang terjadi jika oksigen yang terbatas ( karena tidak ada suplai dari luar  ) dalam toilet sempit tersebut dihisap oleh 11 manusia selama 17 jam. Kondisi ini tentu diperburuk oleh CO2 hasil pernafasan yang tidak bisa keluar yang dalam konsentrasi tinggi bisa bersifat racun. Kemungkinan juga karena pengap mereka mengalami dehidrasi. Maka satu persatu satu korban akan lemas kemudian meninggal. Mengingat ukuran toilet cuma segitu dalam kondisi lemas tanpa ditumpuk pun 11 orang itu bertumpukan dengan sendirinya. 

Sebenarnya para korban bukan tanpa usaha untuk survive namun karena kontruksi toilet memang memperburuk kondisi. Berdasarkan pengakuan para tetangga yang mendobrak pintu pake godam karena tebalnya pintu memang nyaris mustahil para korban menjebol pintu dari dalam tanpa alat memadai meskipun saya yakin mereka berusaha. Dari pengakuan pembantu, pak Dodi cuma bisa mencabut engsel gagang pintu untuk mendapat lobang suplai udara dari luar. Kemungkinan juga luka yang dialami korban karena berusaha keras menjebol pintu. 

Boleh jadi para pelaku tidak menyadari bahwa tindakan mereka akan mengakibatkan kematian. Boleh jadi juga para korban ketika digiring ke toilet tersebut tidak mengira akan berakhir tragis. Kemungkinan jika toilet tersebut ada ventilasi atau exhaust fannya menyala nyawa 6 orang tersebut bisa diselamatkan meski mereka berjam jam disitu. 

Analisa ini mungkin tidak sesuai fakta sebenarnya hanya dimaksudkan sebagai opini pembanding.

Semoga para korban mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan.

Amien.

Wallahu a'lam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun