Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Takut Suntik, Lebih Menakutkan Bila Tidak Disuntik

3 Desember 2015   17:26 Diperbarui: 4 Desember 2015   05:46 1411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suka mencubit tentu tidak boleh marah kalau dibalas dicubit, atau tidak boleh mengindar kalau ada yang membalas mencubit. Jadi ini namanya imbang dan tidak menang sendiri.

Tapi tidak demikian bagi kami sebagai petugas kesehatan, perawat, dokter, bidan, pegawa laboratorium, dan petugas lainya. Kami rata-rata takut dengan jarum suntik meski saban hari puluhan kali menusuk orang, kami takut meski saban hari kami membedah orang.

Rumah sakit Harjono Ponorogo tempat kami bekerja melakukan pemeriksaan berkala dan memberi imunisasi kepada semua karyawan, terutama mereka yang beresiko. 2 minggu yang lalu diadakan pemeriksaan Hbs Ag, dimana setiap karyawan diambil sample darahnya untuk diperiksa apakah  terjangkit hepatitis atau tidak. Pengambilan ini dilakukan dengan suntikan untuk menyedot darah melalu pembuluh vena. Ada rasa ngeri ketika membayangkan akan disuntik dan akan diambil darahnya.

Sayapun menghindar tidak hadir pada pengambilan sample darah. Begitu juga ketakutan pada teman saya yang saban hari bekerja di kamar operasi, diapun ikut menghindar. Anggapan teman kami kalau tidak ada hasil laborat yang menyatakan hasil Hbs Ag negative tidak akan dilakukan penyuntikan vaksin hepatitis B. Anggapan saya dan teman saya tersebut keliru ketika tadi pagi petugas laboratorium mendatangi kami ke ruangan tempat kami bekerja, rupanya dia jemput bola. Wakakakakakakaka jadi teringat waktu SD lari ketika akan diimunisasi. Petugas laboratorium tersebut dikawal satpam dan beberapa pimpinan kami yang kebanyakan perempuan. Takutnya bukan pada satpam, tapi malu diejek ibu-ibu pimpinan kami. Akhirnya kami menyerah dan darah kami diambil melalui suntikan di vena di tekukan siku sebelah dalam.

Satu jam kemudian hasil pemeriksaan laboratorium sudah jadi, dari hasil pemeriksaan sample darah saya dinyatakan negetif. Berkali-kali telepon berndering yang intinya saya harus segera dating ke aula untuk dilakukan imunisasi hepatitis B.

Tampat diaula beberapa teman kami yang saban hari bermainan benda tajam tersebut terliha lesu dan berkeringat dingin. Mereka sama-sama takut ketika menunggu giliran dipanggil kedalam, sementara yang sudah memperoleh suntikan tertawa meledekin dan menyoraki. Jujur saya takut, ketakutan ini bukan saya buat-buat, keringan dingin mengucur di pundak dan dahi meski ruangan sudah ber-AC. Badan terasa panas dingin. Padahal kami selalu menganggap hal biasa ketika menyuntik pada pasien atau orang lain. Entahlah mungkin tugas yang membuat kami begitu, dan manusiawi ketika ketakutan kiliran kami disuntik.

Tiba giliran saya masuk ruangan yang disediakan khusus, saya lihat 2 petugas yang tak lain adalah teman kami dari PPI (Pengendalian Penyakit Infeksi) sedang menyiapkan peralatan. Meski wajahnya ganteng dan ayu tak ubahnya seperti monster yang akan memangsa saya, ketika sedang mengambil obat yang sduah jadi satu paket dengan spuit dan jarum tak ubahnya seperti memegang belati yang siap dihunuskan pada leher saya. Saya segera duduk dihadapanya sambil menyingsingkan lengan baju untuk memberi tempat untuk suntikan. Saya pejamkan mata dan menggigit bibir bawah, ketakutan semakin berlebih ketika teman saya yang petugas mengoleskan sesuatu pada lengan saya sebelum menyuntik. Sebentar kemudian blussss…… jarum tersebut menusuk lengan saya, dan badan saya sedikit bergoyang untuk menghindar, namun terlambat salah satu teman saya memegang saya dari sisi kanan sehingga saya tidak punya lagi ruang gerak.

Mereka semua tertawa dengan kelakuahan dan ketakutan saya. Suntikannya cepat dan bless jarumnya kecil nyari tidak terasa sakit. Ketakutan tersebut berbuah malu karena saya diledeki banyak orang.

Apakah saya satu-satunya orang yang ketakutan??

Ternyata tidak... Giliran dokter anestesi yang kerjaanya menusuk jarum spinal, beliau tidak kalau takutnya dengan saya, beliau sudah gobyos, dan matanya melek merem ketika teman saya yang petugas baru mengeluarkan jarum dan obat dari kotak pendingin. Wajah beliau menyeringai tanda kesakitan, semua tertawa melihat beliau ketakutan. Sayapun bisa menertawakan meski tadi saya ditertawakan.

Giliran dokter bedah yang saban hari pisau bedahnya seenaknya membedah pasien, sama beliau juga takut ketika suntikan tersebut menghunus lengannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun