Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perawat Kuat Bersinergi Membangun Bangsa; Refleksi 51 Tahun PPNI di Tengah Dinamika Tantangan

17 Maret 2025   09:05 Diperbarui: 17 Maret 2025   09:05 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perawar Indinesia di 51 Tahun PPNI (Sumber: Darsono Pict)

Tanggal 17 Maret 2025 menjadi momen bersejarah bagi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang genap berusia 51 tahun. Dengan tema "Perawat Kuat Bersinergi Membangun Bangsa" dan selaras dengan tema Hari Perawat Internasional, "Our Nurses. Our Future", peringatan ini tidak hanya menjadi refleksi atas kontribusi perawat bagi negeri, tetapi juga ajang kritis untuk meninjau tantangan yang mengemuka dalam dunia keperawatan Indonesia.  

Selama lima dekade lebih, PPNI telah berperan sebagai wadah pemersatu perawat Indonesia. Organisasi ini berhasil mendorong peningkatan standar pendidikan melalui kolaborasi dengan institusi pendidikan dan Kementerian Kesehatan. Sertifikasi kompetensi, penguatan kurikulum berbasis kebutuhan global, serta advokasi hak-hak perawat di tingkat nasional menjadi capaian penting. Namun, di usia ke-51, PPNI dihadapkan pada ujian internal seperti perpecahan kelompok profesi, misalnya kepergian perawat anestesi yang membentuk organisasi mandiri. Fenomena ini mengindikasikan kebutuhan evaluasi sistem komunikasi dan representasi kepentingan anggota yang lebih inklusif. PPNI harus merangkul seluruh elemen melalui dialog terbuka, mengakomodasi aspirasi spesialisasi keperawatan, dan memperkuat nilai kebersamaan sebagai fondasi organisasi.  

Kepercayaan masyarakat terhadap perawat cenderung meningkat, terutama pasca-pandemi COVID-19 yang menempatkan perawat sebagai garda terdepan. Survei Litbang Kompas (2024) menunjukkan 78% masyarakat menilai perawat sebagai profesi yang "sangat dibutuhkan". Namun, kepercayaan ini belum sejalan dengan kesejahteraan ekonomi. Masih lebarnya kesenjangan pendapatan antara perawat dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter atau apoteker, menjadi masalah struktural. PPNI perlu memperkuat lobi politik untuk mendorong revisi skema remunerasi, terutama di sektor publik, serta mendukung perawat dalam mengakses peluang kerja mandiri melalui praktik keperawatan komunitas.  

Maraknya program studi keperawatan seperti "kacang goreng" menjadi ironi ketika ribuan lulusan menganggur setiap tahunnya. Data Kemenkes 2024 menyebutkan hanya 60% lulusan keperawatan yang terserap di fasilitas kesehatan. Problem ini berakar pada ketimpangan distribusi tenaga: over-supply di perkotaan, sementara daerah terpencil kekurangan perawat. PPNI harus bersinergi dengan pemerintah dan asosiasi pendidikan untuk mengendalikan kuota penerimaan mahasiswa keperawatan, sekaligus mendorong insentif bagi perawat yang bertugas di daerah marginal.  

Di sisi lain, semakin ketatnya perizinan praktik dan rumitnya birokrasi sertifikasi justru membatasi ruang gerak perawat. Undang-Undang Kesehatan Nomor 17/2023, misalnya, belum sepenuhnya mengakomodasi otonomi perawat dalam praktik klinis mandiri. Padahal, di banyak negara, perawat memiliki kewenangan luas seperti prescribing obat terbatas atau mengelola layanan primer. Regulasi yang terlalu birokratis juga menghambat partisipasi perawat dalam inovasi kesehatan berbasis teknologi. PPNI harus aktif mengusulkan revisi UU Kesehatan agar selaras dengan perkembangan praktik keperawatan global.  

UU Kesehatan 2023 telah memperkuat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dari kekerasan dan tuntutan malpraktik. Namun, pasal-pasal tentang kewenangan klinis masih ambigu. Misalnya, perawat spesialis tidak diakui secara eksplisit, sehingga memicu friksi dengan profesi lain. PPNI perlu memperjuangkan aturan turunan yang menjabarkan secara tegas scope of practice, hak, dan tanggung jawab perawat, termasuk pengakuan terhadap spesialisasi keperawatan.  

Di usianya yang ke-51, PPNI dituntut untuk menjadi katalisator perubahan. Sinergi dengan pemerintah, swasta, dan organisasi profesi lain harus diperkuat guna menciptakan ekosistem kesehatan yang adil. Pendidikan berkelanjutan, penguatan jejaring global, dan advokasi kebijakan inklusif adalah kunci agar perawat Indonesia tidak hanya menjadi "pelaku", tetapi juga "pemimpin" dalam transformasi kesehatan.  

Sebagai penjaga nyawa, perawat adalah investasi masa depan bangsa. Merawat mereka berarti membangun ekonomi yang tangguh. Selamat HUT ke-51 PPNI: terus bersinergi, terus menginspirasi!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun