Mohon tunggu...
Iip Rifai
Iip Rifai Mohon Tunggu... Penulis - ASN

Penulis Buku PERSOALAN KITA BELUM SELESAI!, 2021 | Pernah Belajar @Jurusan Islamic Philosophy ICAS-Paramadina, 2007 dan SPK VI CRCS UGM Yogyakarta, 2015

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ospek yang (Pernah) Saya Tinggalkan

17 September 2020   09:12 Diperbarui: 17 September 2020   11:17 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Universitas Negeri Jakarta. (FOTO/Akhmad Fauzi/Tirto.id)

Ospek adalah salah satu media bagi mahasiswa baru untuk mengenali kampusnya dengan segala "tektek bengeknya". Bisa berjumpa dengan teman-teman baru satu jurusan, antarjurusan hingga lintas fakultas. Sebuah dunia baru yang sedikit eksklusif, karena hanya bisa dirasakan sebagian orang yang akan menimba ilmu di perguruan tinggi.

Sejatinya pengenalan kampus dilaksanakan dengan santai, gembira, dan menyenangkan. Mengenalkan "produk" baru kepada konsumen harus dengan taktik jitu agar mereka tertarik dan akhirnya membeli. Artinya, sebuah produk akan diminati atau sebaliknya akan tergantung pada penjual yang berada di garda depan dengan konsumen.

Saya, dulu, sekitar awal tahun 2000-an, termasuk kategori "konsumen" yang dikenalkan dengan sebuah produk berkualitas oleh "penjual" produk yang SDM-nya tak terlatih, jauh dari kata profesional. Wajar jika outputnya tak sesuai harapan. Di awal, saya gagal memahami dunia kampus dengan segala kemewahan dan eksklusivitasnya dengan baik dan benar.

Dari  lima hari orientasi pengenalan kampus, saya hanya bisa mengikutinya satu hari. Hari pertama, saya gagal memahami dunia kampus. Bahkan, sejak praorientasi, saya sudah punya gelagat buruk dengan sistem pengenalan kampus yang dijalankan oleh panitia ospek fakultas waktu itu.

Ospek dengan segala keunikan dan kenorakannya saya rasakan ketika awal menjadi  mahasiswa baru di sebuah perguruan tinggi negeri di Jakarta, harus datang ber-tas gendong dari karung kain tepung terigu, membawa sejumlah butiran kacang ijo, dan seabrek instruksi lain  yang susah dicari dan didapati. Entah apa yang melatarbelakanginya. Yang jelas:  "Kalau bisa dibikin susah, kenapa harus dipermudah". Kira-kira demikian prinsipnya.

Karena objek yang diinstruksikan panitia ospek sulit dicari, sembari saya juga malas memenuhinya. Di hari pertama ospek, saya datang dengan tak ber-tas gendong dari karung kain tepung seperti yang diminta panitia ospek. 

Saya membawa tas gendong biasa yang telah saya beli dari pasar murah kemudian saya menyiasatinya dengan menempelkan kertas yang bertuliskan "tas ini terbuat dari karung kain terigu".

Sebuah siasat jitu, menurut saya, yang mengundang tafsir baru sekaligus perdebatan sengit saat saya ditanya dan diinterogasi panitia ospek kenapa saya melakukan hal tersebut. 

Dari situlah, ruang gerak saya dimonitor terus  panitia ospek. Bertubi-tubilah kesalahan saya dicari-cari, ditimpakan kepada saya, mulai dari hal kecil, remeh temeh hingga kesalahan besar yang melanggar tata tertib ospek versi panitia. Ringkasnya saya menjadi objek incaran panitia ospek untuk dikerjai.

Seingat saya, kepanitiaan ospek ini dipegang oleh dua otoritas pelaksana. Pertama, panitia pelaksana ospek fakultas. Kedua, panitia pelaksana ospek jurusan. 

Orientasi di hari pertama, seluruh mahasiswa baru dari lintas fakultas dikumpulkan dalam satu ruangan  besar untuk  pengenalan kampus secara umum sekaligus momentum pengenalan rektor, dekan dan para pembantunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun