Mohon tunggu...
Bung Kusansejarah
Bung Kusansejarah Mohon Tunggu... -

Indonesia Tanah Air Beta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Silatnas = Serangan Kilat Anas

16 Desember 2012   04:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:34 1856
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13556334651593554759

Pertarungan politik antar-faksi di internal Partai Demokrat, terlihat mulai mengerucut. Acara Silaturahmi Nasional (Silatnas) di Sentul, mulai mengukuhkan satu hal: kubu Anas semakin tangkas!

Adalah Ruhut Sitompul, selebriti politik yang kemunculannya selalu menimbulkan dua hal: 1) kontroversi dan 2) kelucuan politik baru. Wajahnya akrab bagi banyak orang, memang. Gelarnya juga paling banyak diingat orang, dari yang tua sampai anak-anak: Poltak Si Raja Minyak! Sepanjang pertunjukan politik di Senayan, baik dalam Pansus Century maupun serangan politik terhadap pemerintahan SBY, Ruhut selalu terdengar lantang. Terutama untuk dua hal juga: 1) Bahwa SBY tidak pernah salah, dan 2) dirinya adalah loyalis SBY. Kemarin, di forum Silatnas, situasi berbalik. Ruhut bukan lagi siapa-siapa di antara ribuan pengurus partai Demokrat yang datang dari seluruh Indonesia. Beberapa pengurus-pengurus Demokrat sudah menjadi pagar hidup dengan tanda verboden:"Ruhut Dilarang Masuk!' Yang juga menarik adalah saat Ka.Wanbin Demokrat, SBY memberi pengarahan. Beberapa hal diklarifikasi. Mulai dari soal Capres, soal suara partai yang kemungkinan terpuruk, hingga permintaan maaf kepada rakyat karena ulah kader-kadernya. Bagi yang melihat langsung pidato Ka.Wanbin yang juga merangkap sebagai Ketua Majelis Tinggi di Demokrat, sangat terasa bagaiman SBY sudah tidak se-optimis dulu. Pidatonya mulai kurang fokus, di partai yang didirikannya sendiri. Beruntung, dalam situasi seperti itu, Ketua Umumnya, Anas Urbaningrum, membangkitkan lagi semangat partai. Melalui pidato penutupan, Anas membangun optimisme para kader. Anas tidak memberi perintah: tapi menggugah kesadaran bahwa semua partai bertujuan untuk memerintah. Kalau kemudian menjadi oposisi, itu hanya karena keadaan saja. Yang paling menarik adalah ketika Anas membuat analogi. Bahwa, sesama kader partai harusnya tidak saling menjatuhkan. "Sesama Demokrat jangan seperti jeruk minum jeruk. Kalau bisa, jeruk minum mangga." Bagi awam, mungkin ini kalimat biasa. Tapi, bagi mereka yang mengetahui bagaimana faksionalisasi di Partai Demokrat, sangat jelas bahwa Anas telah membangun serangan balik yang cukup tajam pada faksi lain di tubuh Demokrat. Apalagi, saat pidato itu, ada beberapa anggota Dewan Pembina yang selama ini dinilai berseberangan dengan Anas. Seperti: Syarif Hasan, TB Silalahi, Marzuki Alie dan EE Mangindaan. Dijadikannya Andi Mallarangeng sebagai Tersangka oleh KPK dalam kasus Hambalang, menjadikan peta politik di internal Demokrat berubah total. Kalangan internal Demokrat banyak yang tahu, bahwa Andi adalah faksi di Demokrat yang dikenal sangat dekat dengan keluarga Cikeas, Tuduhan dan fitnah terhadap Anas yang telah dibangun selama hampir dua tahun, runtuh dengan sendirinya. Karena, penetapan Andi sebagai Tersangka, jelas menunjukkan bahwa Anas memang tidak terlibat dalam kasus-kasus yang dituduhkan selama ini. Misalnya, Hambalang dan Wisma Atlet. Alasannya sangat jelas: sejak Mei 2010, saat Andi dikalahkan Anas dalam Kongres Partai Demokrat, faksionalisasi semakin tajam. Setahun lalu, saat Silatnas digelar di tempat yang sama, suara-suara dari faksi lain sudah terdengar kuat. Yaitu, upaya menggelar Kongres Luar Biasa. Tapi, upaya itu gagal karena persidangan-persidangan terhadap Nazaruddin, yang menjadi produsen paling produktif menyerang Anas, sama sekali tidak menyebutkan keterlibatan Anas. Bahkan, pengadilan membuktikan Nazaruddin adalah pelaku korupsi yang menggunakan perusahaan-perusahaannya sebagai tempat penampungan, dan dikelola serta untuk kepentingan diri dan keluarganya saja. Anas Urbaningrum, mulai menjadi politisi yang membangun kekuataannya dengan daya poltik bertahan yang sulit ditandingi. Serangan-serangan fitnah, hinaan, caci-maki hingga penjatuhan secara sistematis dari internal partainya sendiri dan dari luar, justru berbalik menjadi kekuatannya pada titik dimana fakta dan kebeneran terungkap. Ini, sangat berbeda dengan politisi-politisi yang sedang menjajakan diri untuk dipilih rakyat. Puluhan, atau juga ratusan dana digelontorkan untuk biaya iklan, kampanye, sampai membeli dukungan. Pidato penutup Anas Urbaningrum, yang kemudian disambut dengan applaus panjang dan menggema oleh enam ribuan kader dan pengurus Partai Demokrat di Sentul, mulai menunjukkan realitas politik baru di Indonesia, bahwa: Anas telah berhasil mengendalikan Partai Demokrat dan menggusur Brutus-Brutus di dalamnya. Sesuatu, yang dulu ditanggapi pesimis oleh para pengamat politik saat Anas terpilih sebagai Ketua Partai Demokrat: mengalahkan Andi Mallarangeng yang disayang Cikeas, dan Marzuki Alie yang juga dikenal sebagai politisi yang tak bisa diduga dimana kaki-kaki politiknya berada. [***]


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun