Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Shin Tae-yong Out atau Stay? Plus-Minus sang Pelatih Timnas

1 Februari 2024   17:06 Diperbarui: 1 Februari 2024   17:07 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: AP Photo/Hussein Sayed via Bola.net

MEDIA sosial tengah gonjang-ganjing. Netizen dan sejumlah akun basis pendukung timnas gencar mendesak PSSI agar segera memperpanjang kontrak pelatih Shin Tae-yong. Di lain pihak, ada pula yang mempersilakan STY out. 

Shin Tae-yong out atau stay? Dua kubu yang berbeda pendapat saling lempar argumen dan kebanyakan berujung saling caci-maki.

Seturut pengamatan saya, desakan agar kontrak STY diperpanjang diawali oleh Justin Lhaksana. Mantan pelatih timnas futsal tersebut menyuarakan permohonannya melalui akun media sosial, selepas timnas Indonesia dipastikan lolos ke babak 16 Besar Piala Asia 2023.

Video Justin Lhaksana lantas dipublikasikan ulang oleh sejumlah akun fanbase timnas Indonesia. Rata-rata menyetujui permintaan agar kontrak Shin Tae-yong diperpanjang.

Permintaan tersebut berubah menjadi gelombang desakan usai Indonesia kalah dari Australia. Pemicunya adalah pemberitaan media Korea yang memuat pernyataan Shin Tae-yong bahwa dirinya mendapat tawaran melatih negara lain.


Menanggapi perkembangan tersebut, Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyatakan adalah hak Shin Tae-yong jika ingin pergi setelah kontraknya selesai nanti. PSSI tentu tidak mungkin mencegah.

Namun Erick Thohir juga menegaskan kalau antara PSSI dan Shin Tae-yong sudah terjalin kesepakatan. Jika STY sukses membawa timnas senior dan U-23 lolos fase grup Piala Asia, maka secara otomatis kontrak sang pelatih bakal diperpanjang hingga 2027.

Alih-alih menenangkan, netizen justru murka mendengar pernyataan Erick Thohir. Mereka menilai PSSI ingin mendepak Shin Tae-yong secara halus, dengan cara memberi target tambahan yang--menurut mereka--tak mungkin digapai.

Poin Plus STY

Saya tidak ingin terjebak pada ikut mendukung gerakan STY stay ataupun STY out. Akan lebih bijak jika kita serahkan saja sepenuhnya soal itu kepada federasi.

Namun sebagai referensi dalam berpikir, menilai dan pada akhirnya menentukan sikap, saya ingin menyajikan beberapa hal yang menjadi plus-minus Shin Tae-yong selama melatih timnas Indonesia. Tentu saja ini menurut saya, ya.

Kita mulai dari poin plus terlebih dahulu. Karena memang harus diakui kehadiran STY telah membawa nilai-nilai positif bagi timnas.

1. Percaya Pemain Muda

Sebagai pelatih timnas, Shin Tae-yong tentu paham benar jika yang diharapkan darinya adalah hasil. Ia dianggap berhasil atau gagal bakal sangat ditentukan oleh capaian apa yang mampu ia berikan.

Menariknya, STY justru berani mempercayakan sederet pemain muda sebagai tulang punggung timnas. Deretan pemain yang masih minim jam terbang, terutama di level internasional.

Hal itu sudah dimulai STY pada Piala AFF 2020 yang berlangsung di Singapura pada Desember 2021. Rataan usia pemain Indonesia kala itu yang termuda dibandingkan kontestan lain. Rekor yang kemudian terulang pada Piala Asia 2023.

2. Mengubah Gaya Main

Ini hal yang disoroti oleh kebanyakan netizen. Menurut mereka, kehadiran STY membuat gaya main timnas Indonesia lebih enak ditonton.

Seperti ketika menghadapi Jepang dan Australia yang baru lalu, para pemain Indonesia mampu bermain tenang. Asnawi Mangkualam, dkk. berani membangun build-up serangan yang rapi, alih-alih panik dan sekadar asal buang bola.

Sejujurnya saya agak kurang setuju dengan pendapat ini. Bagi saya, timnas di era Ivan Kolev (2002, 2004 dan 2007) tampil tak kalah menawan, kok.

Namun karena kebanyakan netizen kita adalah generasi Y dan Z, pembanding mereka hanyalah timnas di era 5-10 tahun lalu. Bisa dimaklumi jika penilaiannya demikian.

3. Mengerek Peringkat FIFA

Ini juga poin plus yang sering diagung-agungkan netizen pendukung STY stay. Satu hal yang kita harus setujui bersama karena memang faktanya demikian.

Ketika Shin Tae-yong dikontrak PSSI pada Desember 2019, Indonesia berada di peringkat 170-an. Selepas partisipasi di Piala Asia 2023, posisi tersebut meroket ke 140-an.

Naik 30 tingkat dalam empat tahun, STY memang layak mendapat kredit untuk itu. Capaian yang bakal selalu dikenang oleh segenap rakyat Indonesia.

4. Meloloskan 3 Tim ke Piala Asia

Di bawah Shin Tae-yong, Indonesia lolos ke putaran final Piala Asia di tiga level usia sekaligus. Dari tim U-20, tim U-23 dan juga tim senior.

Ini capaian yang belum pernah ditorehkan pelatih timnas sebelum-sebelumnya. Bahkan di level senior kita sempat absen selama 16 tahun, adapun di level U-23 malah belum pernah lolos sama sekali.

Poin Minus STY

Setelah mengulas sekilas hal-hal positif dari Shin Tae-yong selama melatih timnas Indonesia, kini saatnya membedah apa saja kekurangan sang pelatih.

Poin-poin yang saya sebutkan di bawah ini berdasarkan pengamatan dan pendapat pribadi. Ditambah beberapa pandangan orang lain yang saya setujui.

Apa saja?

1. Favoritisme Pemain

Beberapa kali Shin Tae-yong membuat keputusan yang mengundang tanda tanya saat memanggil maupun mencoret pemain dari skuat timnas. Termasuk juga mempertahankan pemain tertentu dalam susunan starting line-up.

Aroma favoritisme menguar kencang setiap kali STY menyusun tim. Bisa dipastikan beberapa nama bakal ia panggil, tak peduli bagaimana performanya bersama klub di liga. Sebaliknya, pemain yang bukan favoritnya tidak dipanggil, sekalipun tengah on form.

Terbaru, Shin Tae-yong mengabaikan Stefano Lilipaly dan lebih memilih deretan striker Liga 1 dengan produktivitas gol lebih buruk. Demikian pula Nadeo Argawinata yang awalnya tak masuk skuat, padahal merupakan kiper lokal terbaik di liga.

2. Overrate Pemain Naturalisasi

Di bawah kepelatihan Shin Tae-yong terjadi banjir pemain hasil naturalisasi. Dalam empat tahun saja, belasan nama sudah dan akan beralih kewarganegaraan agar dapat membela timnas Indonesia.

Menurut PSSI, naturalisasi pemain adalah permintaan STY. Alasan yang selalu diajukan, pemain yang merumput di Liga 1 tak cukup mumpuni untuk bersaing di level tinggi.

Pernyataan ini bermasalah. Selaku pelatih timnas, STY sedang merendahkan materi pemainnya sendiri. Merendahkan para pemain yang seharusnya ia angkat kemampuannya, di mana itu merupakan alasan kenapa PSSI memberinya gaji tinggi.

Penilaian tersebut berujung sikap favoritisme terhadap pemain berbasis Eropa dan itu terlihat nyata di Piala Asia lalu. Di mana Shin Tae-yong senantiasa mengandalkan Rafael Struick, contohnya, bahkan ketika si pemain merasa buntu dan frustasi.

Sewaktu melawan Australia, STY menurunkan tujuh pemain berbasis Eropa sekaligus. Ia bahkan memasang Shayne Pattynama yang melewatkan training center sebagai starter, menggantikan Arhan Pratama yang tampil baik dalam tiga pertandingan sebelumnya.

Keputusan itu merupakan pernyataan tidak langsung dari Shin Tae-yong bahwa para 'pemain lokal' Indonesia tidak cukup punya kualitas untuk menghadapi Australia. Bagi saya, ini satu sikap merendahkan.

3. Buntu Saat Tertekan

STY kerap memberikan kejutan dengan menampilkan starting line-up berbeda-beda di setiap laga. Namun adakah yang menyadari jika ia kerap buntu dan terkesan tak bisa berbuat apa-apa ketika timnya tertekan?

Sebaliknya, respons yang ia berikan ketika Indonesia tengah tertinggal seolah aksi template belaka. Tiga kekalahan di Piala Asia 2023 bisa dijadikan contoh terbaru.

Apa yang selalu dilakukan STY ketika Indonesia tertinggal dari Irak, Jepang dan terakhir Australia? Benar sekali, memasukkan Witan Sulaiman.

STY tampak kurang piawai memanfaatkan pergantian pemain. Ia selalu kesulitan mengeluarkan timnya dari tekanan lawan di tengah-tengah pertandingan.

Coba ingat-ingat lagi, melawan siapa STY pernah mengubah keadaan dengan mengandalkan pemain dari bangku cadangan? Saya kok, kesulitan mengingat di pertandingan mana itu pernah terjadi.

4. Kesulitan Melawan Tim Besar

Poin ketiga tadi lantas menurunkan poin keempat ini. Ya, STY selalu kesulitan melawan tim besar, termasuk tim selevel yang tampil ngotot sehingga merepotkan para pemain.

Hal ini sudah tampak sejak Indonesia melawan Singapura di semifinal Piala AFF 2020. Juga kemudian leg pertama partai final melawan Thailand.

Coba lihat statistik, tim-tim seperti apa yang bisa dikalahkan STY selama menangani Indonesia?

5. Tidak Mau Membaur

Adaptasi dengan lingkungan di mana kita bekerja adalah sebuah keniscayaan. Namun Shin Tae-yong merasa tak perlu melakukan itu sekalipun sudah empat tahun di Indonesia.

Pernahkah STY bertemu dan berkumpul dengan pelatih klub Liga 1? Saya kok, tidak pernah mendengar beritanya. Yang ada justru kabar perseteruan dengan Thomas Doll.

Padahal ini semestinya sudah sejak lama Shin Tae-yong lakukan. Untuk sekadar menjalin komunikasi maupun bertukar pendapat. Bahkan seharusnya ia bisa menularkan ilmu pada para pelatih Liga 2 dan Liga 3.

Lalu, dalam empat tahun ini mengapa ia tak kunjung bisa berbahasa Indonesia? Sekalipun ada penerjemah, komunikasi langsung dengan pemain akan lebih mengena dan memberi efek berbeda.

Saya jadi ingin membandingkan STY dengan Ivan Kolev, yang hanya dalam setahun sudah bisa berkomunikasi lancar dalam bahasa Indonesia.

6. Selalu Banyak Alasan

Saya belum menemukan istilah yang tepat untuk poin satu ini. Yang jelas, Shin Tae-yong selalu saja punya alasan setiap kali timnya menelan kekalahan.

Alih-alih mengakui kekalahan tersebut sebagai kesalahannya dalam meramu taktik maupun menyusun starting line-up, STY justru lebih suka menuding pihak ataupun faktor lain sebagai penyebab.

Kita mulai dari kekalahan 1-5 di kandang Irak pada Kualifikasi Piala Dunia 2026, November lalu. Ketika itu alasan STY adalah para pemain kelelahan usai menempuh perjalanan jauh.

Ketika ditahan imbang Filipina di partai kedua, alasan Shin Tae-yong para pemain tidak terbiasa bermain di lapangan dengan rumput sintetis. Karena itu permainannya buruk dan nyaris kalah.

Parade alasan terus berlanjut saat Indonesia keok dari Libya dan Iran di laga uji coba, awal Januari lalu. Dan terus berlanjut ketika turnamen digelar.

Saat kalah dari Irak, keputusan VAR yang dipersalahkan sebagai biang kekalahan. Di partai terakhir melawan Australia, gol bunuh diri Elkan Baggott yang jadi sasaran.

Lagi-lagi saya jadi ingin membandingkan. Kali ini ke sesama orang Korea. Tepatnya pelatih Malaysia yang meminta maaf usai timnya kalah telak dari Yordania di laga pembuka fase grup.

-----

Well, untuk sementara itu saja yang saya kemukakan. Kalau ada poin-poin lain yang nanti teringat, bakal saya susulkan di artikel lain.

Sekali lagi, ini hanyalah pendapat dan pandangan saya. Tentu saja bisa sangat berbeda dengan pendapat serta pandangan orang lain.

Jadi, STY out or stay? Mari kita tunggu saja hasil di Piala Asia U-23 nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun