Mohon tunggu...
Bunga Muda
Bunga Muda Mohon Tunggu... profesional -

simple man - simple stories

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Orang Tionghoa Lebih Peduli Wayang Jawa Timur

2 Mei 2013   11:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:15 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu, Rabu (1/5/2013), begitu banyak kelenteng di Jawa yang punya hajatan Makco. Selain Sidoarjo, pesta rakyat juga digelar di Kelenteng Gresik, Mojokerto, Kediri, Tulungagung, Mojokerto, dan banyak lagi. Acara pokok adalah doa bersama warga Tionghoa (umat kelenteng) pada pukul 00.00. Nah, acara hiburan wayang kulit tak pernah ketinggalan.

"Pengurus kelenteng selalu nanggap wayang kulit kalau punya hajatan. Sebab, mereka ini saya lihat sangat peduli kelangsungan kesenian tradisional," kata Ki Subur, dalang potehi yang asli Jawa.

Ki Subur sendiri mendapat job main di halaman kelenteng selama 27 hari. Setelah itu, biasanya ada umat yang nanggap lagi, minta permainan wayang potehi diperpanjang.

"Wah, sampean ini panen rezeki dari Makco?" pancing saya.

"Alhamdulillah. Dari dulu saya selalu ditanggap untuk hajatan Makco seperti ini. Wong saya ini tinggal di dekat kelenteng," kata Subur yang pintar bahasa Tionghoa dialek Hokkian itu.

Sembari menyimak permainan Ki Dalang Waluyo, plus para sinden yang rata-rata STW, saya terus diskusi dengan Ki Subur yang jatah mainnya petang hari. Luar biasa apresiasi orang Tionghoa, khususnya pengurus kelenteng, pada kesenian wayang kulit. Khususnya lagi wayang kulit Jawa Timur yang sudah lama senen-kemis.

Dalang-dalang jawa timuran sudah 20 tahun terakhir ini sepi tanggapan. Ironisnya, di Jawa Timur sendiri wayang kulit yang lebih egaliter, pakai bahasa rakyat, kalah populer dengan versi Jawa Tengah. Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemkab/pemkot sebetulnya sudah sering mengadakan festival wayang jawa timuran. Menjaga agar seni adiluhung ini jangan sampai musnah di tanahnya sendiri.

Tapi, kalau para dalang ini tidak dapat job main, bagaimana kesenian itu bisa hidup? Dapat duit dari mana dalang-dalang itu? Ada kenalan saya, dalang jawa timuran, sehari-hari jualan bakso di Prigen. Ada yang jadi petani atau kerja di pabrik. Bagaimana kesenian tradisional berikut seniman-senimannya bisa maju?

Ki Subur dengan wayang potehi Tionghoa justru lebih beruntung karena job-nya selalu padat. Dia bahkan kewalahan karena sering mendapat job di beberapa tempat pada saat bersamaan. "Saya memilih main di Sidoarjo karena sudah tradisi. Lagian, hitung-hitungan ekonominya pun lebih bagus," katanya.

Saya pun semakin mengapresiasi orang Tionghoa, pengurus kelenteng-kelenteng di Jawa. Kalau hajatan seperti sejit Makco, wayang kulit jawa timuran tidak pernah ketinggalan. Masyarakat sekitar kelenteng, khususnya orang-orang lama, pun bisa menikmati klangenen lawas yang makin hari makin redup pesonanya itu.

Kamsia Laopan!

Selamat ulang tahun Makco!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun