PIALA presiden Kompetisi Nasional Media (PPKNM) tahun 2019 yang diselenggarakan Jurnalisme Profesional untuk Bangsa, patut dipertanyakan. Kenapa tidak, panitia dari tingkat sosialisasi Piala Presiden Kompetisi Nasional Media belum menyentuh semua Kota/Kabupaten di Indonesia.Â
Sedangkan tema besarnya untuk Indonesia. Urun rembug tokoh pers tentang masalah bangsa harusnya tergambarkan dalam lomba yang cukup akbar ini.
Panitia penyelenggara kompetisi tidak profesional mengatur iven ini. Pasalnya, kegiatan yang berskala nasional, tapi gaungnya terbatas. Proses sosialisasi tidak merepresentasikan semua wilayah di Indonesia karena hanya lima Kota Besar (Medan, Semarang, Surabaya, Bali, dan Manado) yang dikunjungi tidak proporsional. Tentu ini cerminan kurang maksimalnya kegiatan yang anggarannya relatif bombastis (miliaran).
Masih tercecer sejumlah masalah lain. Diantaranya tahapan pengumuman yang disampaikan di media online rmco.id, Kamis 10 Oktober 2019 bahwa panitia akan menyampaikan pengumuman hasil pemenang.Â
Ternyata, yang dilakukan malah sudah sekaligus malam penganugerahan bagi pemenang yang dihadiri Menkominfo Rudiantara. Sungguh pameran dan tontonan yang mengejewakan, tidak ada legacy yang baik diperlihatkan.
Ada kesan kegiatan yang fantastis menggunakan anggaran Negara ini tertutup dan abal-abal. Tidak heboh, kok begitu ya. Saya ikut menjadi peserta sosialiasi di Manado, juga kali ini menjadi peserta lomba dengan mengikutkan empat tulisan artikel, dari jurnalis di Kota Manado sekaligus aktivis KNPI mempertanyakan eksistensi panitia.Â
Peristiwa yang mencurigakan juga terjadi saat peserta memasukkan tulisan dan form pendaftaran atau formulir biodata diri. Sempat panitia pernah menampilkan rekapan nama dan judul tulisan yang dapat dikases publik di blok resmi panitia Kompetisi Nasional Media.
Ironisnya, tak lama berselang panitia lalu menghapus rekapan yang dimasukkan di google drive tersebut. Bagaimana mewujudkan tema 'cepat majulah bangsaku' kalau cara kerjanya amatiran begini. Perilaku tokoh-tokoh pers yang masuk dalam jajaran panitia harus bertanggung jawab atas peristiwa memalukan ini.Â
Pak Margiono sebagai Ketua Umum lembaga yang bertangung jawab atas lomba, diminta diberikan klarifikasi terbuka. Pak Suryo Pratomo selaku pengawas juga silahkan menanggapi ini secara serius.Â
Ini serangkaian keluhan kecil yang berpotensi jadi berkonsekuensi kedepannya. Jika tidak direspon dengan baik. Selaku warga jurnalis kami berharap para senior yang mulia menjadi role model. Bukan malah terbalik.Â
Selaku insan pers, saya waktu itu ikut hadir juga dalam pertemuan bersama Prof Bagir Manan dan beberapa pentolan aktivis pers Nasional. Ada juga dari Dewan Pers, rasanya kurang sesuai kenyataan.Â