Mohon tunggu...
Muhammad Suryadi R
Muhammad Suryadi R Mohon Tunggu... Lainnya - Founder Lingkar Studi Aktivis Filsafat (LSAF) An-Nahdliyyah

Tall Less Write More

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Salah Kaprah Isu Kebangkitan PKI

28 Mei 2020   21:43 Diperbarui: 29 Mei 2020   09:34 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: cnnindonesia.com

Isu PKI dan logo palu arit mencuri perhatian lagi akhir-akhir ini. Tapi tak sampai menjadi tren. Hanya pesan kosong semata tapi tak kunjung ada bukti. Isu ini perlahan menanjak naik jadi pembahasan netizen. Di tengah pandemi, isu ini sedang ramai dipergunjingkan, paling santer dibahas oleh jama'ah facebookiyah dan twiterian.

Di Indonesia Komunisme dan PKI tak pernah sepi dari pembahasan. Menjelang 30 September pasti akan selalu hidup dan dihidupkan. Filmnya pun acapkali ditayangkan dengan melibatkan penonton dari berbagai lapisan masyarakat tentunya. Entah apa faedahnya. Saya sampai sekarang tidak paham-paham.

Bermula dari twit---oknum yang saya tidak bisa sebutkan namanya---yang menyebutkan seorang Dandhy Laksono adalah anak PKI Lumajang Timur. Ia tugaskan merekrut kader muda komunis bla bla. Seperti itu kurang lebih cuitannya. Ada juga kiriman dari pemilik akun facebook---yang tidak bisa juga saya sebutkan namanya---yang memposting gambar Aidit dengan caption sifat PKI yang harus kita ketahui; tukang fitnah, adu domba, bikin hoax, bikin kegaduhan, dan seterusnya.

Memainkan isu PKI di tengah pandemi sangat berbahaya. Sama bahayanya dengan pandemi. Pandemi menyebar dan merenggut nyawa dan Isu PKI disebar dan mematikan karakter seseorang. Sama saja kan. Banyak pihak yang kesal dengan ketidakberesan di balik munculnya isu ini. Seperti isu ini tidak ada habis-habisnya. Atau memang sengaja dihidup-hidupkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Saya juga tidak tahu.

Mula-mula saya ingin membahasnya dari sudut pandang sederhana selama membaca dan mempelajari Komunisme itu sendiri---tentu sesuai kapasitas penulis. Pertama; perbedaan PKI dan Komunisme. Jika Komunisme sering dihubungkan dengan PKI maka betul adanya, sebab PKI adalah partai yang berideologi Komunisme. Tapi keduanya memiliki perbedaan. Antara Komunisme dan PKI adalah dua unsur yang berbeda. PKI adalah partai sedang Komunisme adalah ideologi.

Bicara partai maka tentu lekat dengan kepentingan politik di dalamnya. Sehingga bisa jadi, cita-cita Komunisme di bawah PKI waktu itu dipolitisasi agar kepentingan partai dapat terwujud. Sehingga menggeneralisir PKI dan Komunisme itu sama maka itu salah kaprah. Komunisme pada dasarnya baik. Karena keadilan, menghapus penghisapan, memerdekakan kaum tertindas, melawan penjajahan adalah spirit yang selaras dengan perjuangan Islam.

Bagi yang tidak mengenal Komunisme sudah barang tentu akan menggenelisir segala sesuatu yang jahat sebagai perilaku Komunisme atau orang PKI. Padahal kata Gus Dur, segala sesuatunya mesti diambil nilai-nilai kemanusiaannya. Di sinilah peran kematangan berpikir dan kebesaran hati seorang Gus Dur, bagaimana ia (baca: Gus Dur) mampu mengelaborasi pandangan fiqih apa yang tidak berlaku seluruhnya, jangan dibuang seluruhnya dengan analisis Marxisme. Sehingga di genggaman Gus Dur, Komunisme menjadi suatu alat analisis sosial.

Sudah sangat lama PKI telah dinyatakan sebagai organisasi terlarang sejak TAP MPRS XXV disahkan. Organisasinya sudah dibubarkan. Pusat organisasi internasionalnya pun sudah lama runtuh. Negara-negara yang sering digadang-gadang Komunisme---China, Korea Utara dan lain-lain---hari ini sudah tidak murni lagi. Di China, sistem pemerintahnya berdiri di atas dua kaki. Satunya Komunisme, satunya lagi Kapitalisme.

Bahkan di era Xi Jin Ping, China berkaki empat; buruh, tani, pengusaha, dan ilmuan. Sementara Korea di bawah Kim Jong Un tidak ubahnya seperti negara totaliterisme-absolutisme. Memang di sana ada Komunisme tapi penerapannya kabur.

Kedua; perbedaan kiri, komunisme dan sosialisme. Kiri, komunisme, dan sosialisme tiga hal yang serupa tapi tak sama. Selama ini masyarakat kita terjebak pada konstruksi kesadaran yang salah kaprah. Sering menyama-nyamakan terminologi padahal sebenarnya berbeda. Dalam buku Epistemologi Kiri yang dikarang oleh Listiyono Santoso menjelaskan bahwa Kiri adalah pembacaan ulang atas situasi yang mapan dan yang dimapankan oleh struktur kekuasaan yang dominan.

Gerakan kiri adalah gerakan perlawanan melawan ketertindasan. Kaum buruh, kaum tani, mahasiswa aktivis adalah jenis-jenis yang masuk kategori orang kiri. Lalu ada Ali Syariati, Imam Khomaeni, Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, Gus Dur, Wiji Thukul, Munir dan seterusnya. Semuanya adakah orang kiri tapi kekiriannya tidak menjadikan mereka komunis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun