Mohon tunggu...
Chandra Atmaja
Chandra Atmaja Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Transportasi "Online", antara Teknologi, Kemudahan dan Premanisme

2 Desember 2017   00:49 Diperbarui: 2 Desember 2017   01:33 834
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dua atau tiga tahun belakangan, pertumbuhan penggunaan transportasi online meningkat sangat tajam, baik dilihat dari jumlah pengemudi/armada ataupun penumpang, yang meliputi roda dua dan roda empat. Alasan praktis dan tarif relatif murah menjadi latar belakang booming-nya layanan transportasi berbasis daring ini. Penumpang begitu dimanjakan oleh fenomena ini, terlepas dari polemik legal tidaknya transportasi online ini di mata pemerintah.

Perkembangan teknologi yang tak terbendung telah merambah ke berbagai aspek, termasuk sarana transportasi. Sepuluh tahun lalu mungkin tidak terbayang kalau akan hadir taksi atau ojek yang bisa dipesan melalui telepon pintar, dengan keunggulan bukan hanya mudah tetapi juga murah. Siapa yang paling diuntungkan? Tentu saja pengguna, apalagi pilihan penyedia layanan transportasi online saat ini tidak hanya satu. Mereka jadi punya opsi untuk menentukan mana layanan terbaik dan termurah.

Hanya saja kemudahan ini tidak serta merta mulus diterima oleh penyedia jasa transportasi yang lebih dahulu eksis. Kemajuan ini dianggap sebagai ancaman terhadap pendapatan mereka. Penolakan secara masif oleh sopir angkot dan taksi konvensional serta pengemudi ojek pangkalan pernah terjadi. Lebih buruk dari itu, ada juga kasus kekerasan (pemukulan & penganiayaan) yang menimpa pengemudi online. 

Gerak transportasi online dibatasi, dilarang masuk ke area-area tertentu seperti bandara, stasiun, terminal, pool travel atau komplek perumahan. Sekalinya "terpaksa" masuk, bisa babak belur lah mereka, sehingga kerap terjadi "kucing-kucingan" diantara pengemudi online dan konvensional "penguasa" suatu area.

Tetapi syukurlah, update terbaru mengabarkan beberapa bandara sudah mulai melakukan kerjasama dengan penyedia transportasi online. Spanduk-spanduk penolakan di sekitar ojek pangkalan pun jumlahnya tak sebanyak dulu. Selain itu, kini semakin banyak para pengemudi online yang sudah berani mengenakan atribut. Kita harapkan, akan banyak lagi kemudahan bagi taksi/ojek online dalam melakukan operasinya. 

Jika ditelaah, yang menjadi penentu banyak tidaknya penggunaan transportasi online di masyarakat bukanlah para penyedia jasa sendiri, tetapi penumpang. Mereka hanya ingin kemudahan, kenyamanan dan tarif yang ringan di kantong. Masih ingat dengan perilaku angkot yang sering ngetem berlama-lama? Hal ini juga jadi penyebab beralihnya masyarakat ke layanan online.

Ingat, baku hantam dan kekerasan fisik bukanlah cara yang tepat dalam mengungkapkan kekecewaan. Salah besar kalau premanisme digunakan untuk melawan perkembangan jaman.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun