Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berawal Dari Surat Untuk Nenek

14 Juli 2010   01:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:53 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Waktu kecil, salah seorang kakek saya - maksudnya adik dari nenek saya, yang juga tentu disebut kakek, yang tinggal di Belanda dan seorang nenek saya - yang merupakan kakak dari nenek saya - tinggal di Cirebon, tepatnya di daerah Bojong, Cilimus, menjadi ‘sahabat' korespondensi saya.

Ya, mereka sangat intens menjawab surat-surat saya, yang mungkin termasuk memotivasi saya untuk memasukkan surat menjadi salah satu yang tercatat dalam daftar hobi saya.

Lupa tepatnya kapan saya mulai senang dengan korespondensi seperti itu. Tetapi, berkirim surat dengan mereka, sudah dimulai ketika saya di usia SD, ya, kira-kira tahun 1975an.

Untuk nenek saya yang di Cirebon, waktu itu, teringat saya, saya sempat bertanya pada orang tua saya, apa yang saya perlu tulis dalam surat saya. Orang tua saya bilang, kurang lebih seperti ini,"apa saja yang ada didalam pikiranmu, cerita apa aja, pasti (nenek) senang kok terima surat dari kamu. Bisa cerita soal sekolah, pengalaman, musim, apa sajalah ".

Untuk kakek saya, lain lagi. Ketika itu, ketika saya di khitan, saya mendapat sebuah kado, dari kakek saya itu (belakangan saya baru tahu bahwa, kakek saya itu tidak mengirimkan kadonya langsung dari Belanda, tetapi meminta tolong salah satu anaknya yang ada di Indonesia untuk membelikan kado itu untuk saya). Senang benar hati ini menerima kado tersebut. Nah, kemudian orang tua saya meminta saya menulis surat kepada beliau sebagai ucapan terima kasih. Dari situ kemudian korespondensi berlanjut.

Lama kelamaan, berkirim surat menjadi kebiasaan dan menjadi hobi. Terasa keasyikan tersendiri ketika menulis surat, untuk siapa saja. Nikmat, bisa berbagi, bercerita, dan lain sebagainya.

Dulu, seninya berkirim surat, harus ke kantor pos untuk membeli perangko dan memposkan surat, disamping memposkan surat di kotak pos terdekat. Sekarang, lebih asyik lagi. Tetap dengan cara konvensional: tetap menggunakan jasa pos, ataupun dengan cara yang lebih terasa kekiniannya, misalnya melalui email, facebook, ataupun sms.

Sms? Ya, sering sms digunakan dengan fungsi yang sama dengan surat hanya dengan kapasitas yang lebih terbatas.

Manfaat menulis surat yang saya rasakan diantaranya adalah sebagai sarana untuk mengungkapkan perasaan, pikiran, keinginan - sarana untuk berbagi, dan nampaknya baik juga untuk mengurangi ataupun menghilangkan stress. Manfaat lainnya adalah tentunya untuk tetap menjalin tali silaturahmi, yang konon menjalin tali silaturahmi ini bisa menjaga penampilan agar tetap awet muda (hm hm ... ini yang saya cari).

Manfaat itu termasuk kesempatan yang didapatkan dengan mengembangkannya menjadi sarana untuk melatih mengungkapkan apa yang ingin kita ungkapkan dengan alur penyampaian yang (dicoba untuk dibuat secara) lebih teratur ataupun terstruktur. Dimana kemudian, latihan itu, akan sangat membantu untuk kelancaran penyampaian ide baik secara tertulis maupun secara oral.

Manfaat ini juga yang saya rasakan didapat ketika menulis, termasuk menulis di blog dan di Kompasiana (walaupun tulisannya masih jauh dari bisa dinikmati oleh orang lain, tetapi minimal bisa dinikmati oleh diri sendiri).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun