Sebelumnya saya sampaikan kalau sebenarnya saya juga bukan orang yang doyan upload Twibbon, apabila pengen ikut di komunitas atau pun lembaga yang mempersyaratkan harus ada Twibbon di pasang di akun media sosial pendaftar seperti instagram. Namun bukan berarti saya setuju dengan argumen yang mengatakan kalau Twibbon tidak berguna sama sekali, tidak mungkin kan ada kalau tidak berguna.
Jadi gini, pengadaan Twibbon di komunitas atau organisasi termasuk salah satu metode strategis dalam menyukseskan kegiatan melalui jalur jagad media sosial (ruangnya para nitizen).Â
Nah, kita kan tahu kondisi hari ini, interaksi manusia lebih banyak dihibahkan pada media sosial. Lalu, apa salahnya sih ikut meramaikan jagad media sosial dengan memperbanyak mengupload Twibbon dan tagarnya yang sekece mungkin.
Selanjutnya, melalui Twibbon juga, ia sebagai suatu bentuk propaganda dari komunitas atau organisasi mengenai eksistensi dan kegiatan yang akan dilakukannya.Â
Walaupun Twibbon bukanlah inti dari terlaksananya suatu kegiatan, akan tetapi Twibbon menjadi salah satu faktor pendukung dalam menyukseskan agenda organisasi lewat jalur media sosial. Â
Dalam pengalaman semenjak Corona menyerang, Â saya merasakan ada pengaruh positif dari Twibbon untuk diupload di media sosial ketika ada kegiatan organisasi saya, kebetulan sih sudah menjadi kader di organisasi kampus saya.Â
Nah, tiap kali mau ngadain kegiatan, justru banyak teman-teman yang meminta untuk membuat Twibbon.
Lagi-lagi saya katakan ini kegiatan organisasi saya, bukan kegiatan semacam lomba yang harus mempersyaratkan orang lain untuk memasang Twibbon.Â
Kegiatan kami adalah agenda dari internal organisasi yang memang tidak ada paksaan sama sekali untuk memasang Twibbon di media sosial, walaupun statusnya sebagai kader. Â
Saat saya perhatikan, justru banyak anggota organisasi sangat antusias untuk memasang Twibbon dari agenda organisasi yang akan dilaksanakan, padahal itu tidak ada instruksi untuk memasang Twibbon oleh setiap kader.Â