Mohon tunggu...
Budiono
Budiono Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Selamat membaca tulisan saya.

Subscribe channel YouTube saya: Berbudi TV

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kemacetan Jakarta, Salah Siapa?

12 November 2017   00:45 Diperbarui: 12 November 2017   18:05 888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemacetan di kawasan Karet, Jakarta. (Dokumentasi pribadi)

Sering kali saya mempertanyakan apa atau siapa gerangan yang salah hingga kemacetan senantiasa menjadi santapan sehari-hari masyarakat di ibukota. Pertanyaan klise memang, tetapi jika dibahas bisa panjang ceritanya.

Pada dasarnya masalah kemacetan dapat dijelaskan dengan prinsip supply dan demand dalam ilmu ekonomi. Permintaan akan barang publik, dalam hal ini jalan raya, semakin meningkat seiring terus bertambahnya pengguna kendaraan pribadi di Jakarta. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari meningkatnya pendapatan masyarakat dan peran Jakarta sebagai ibukota negara sekaligus pusat bisnis di Indonesia. 

Di sisi lain, pemerintah daerah memiliki keterbatasan untuk bisa menambah supply jalan raya. Kemampuan pemerintah untuk melakukan perluasan jalan raya sangatlah terbatas bahkan cenderung mustahil. Pada akhirnya, jumlah kendaraan yang menggunakan jalan raya pun melampaui kapasitas sehingga berujung kemacetan.

Pemerintah daerah dengan dukungan pusat tidak tinggal diam. Berbagai inisiatif pun dijalankan untuk mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalanan ibukota. Mulai dari aturan 3-in-1 hingga aturan terbaru ganjil-genap telah diterapkan, namun nyatanya kemacetan masih terus ada.

Penggunaan transportasi publik pun semakin digalakan. Salah satunya dengan pembangunan jaringan jalur bus TransJakarta. Namun, faktor kenyamanan masih menjadi penghambat utama yang membuat masyarakat perkotaan enggan untuk beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik. 

Walaupun demikian, kita tidak bisa terus menyalahkan dan melepaskan tanggung jawab penyelesaian masalah kemacetan sepenuhnya kepada pemerintah. Tanpa disadari, kita pun turut berkontribusi menciptakan kemacetan dengan membawa kendaraan pribadi ke jalanan ibukota. Namun di sisi lain, kita juga bisa menjadi bagian dari solusi masalah kemacetan Jakarta.

Konsep berkendara bersama atau ride sharing melalui car pooling bisa menjadi salah satu alternatif solusi terbaik untuk mengatasi masalah kemacetan di Jakarta saat ini. Mengapa demikian? Sederhananya, car pooling ini bisa mengurangi jumlah mobil yang memenuhi jalanan ibukota setiap harinya. Dengan begitu, kepadatan kendaraan di jalan raya akan berkurang dan kemacetan pun bisa terurai secara perlahan. 

Berbeda dengan transportasi publik lainnya, pengguna car pooling tetap dapat merasakan kenyamanan berkendara selayaknya menggunakan kendaraan pribadi. Ini menjadi keunggulan utama yang bisa menarik pengguna kendaraan pribadi untuk beralih menggunakan car pooling.

Keunggulan lainnya dari car pooling adalah kita tidak lagi harus menyetir kendaraan sendiri. Waktu di perjalanan bisa dimanfaatkan untuk beristirahat atau menghibur diri, misalnya dengan menonton film menggunakan gawai. Tidak perlu lagi pusing memikirkan jalan mana yang akan dilalui untuk menghibur kemacetan. Tidak usah lagi berlelah-lelah menginjak kopling dan rem tatkala jalanan padat merayap.

Jadi, siapa yang patut disalahkan atas kemacetan Jakarta? Jawabannya tentu mengundang perdebatan yang sangat panjang. Namun sebaliknya, apabila dilontarkan pertanyaan siapa yang bisa menjadi solusi kemacetan Jakarta? Kini sudah jelas jawabannya bahwa kita semua bisa menjadi solusi akan kemacetan Jakarta.

Dengan beralih dari kendaraan pribadi ke car pooling, tanpa disadari kita bisa berperan mengurangi kemacetan ibukota. Mari berubah jika tidak ingin ikut disalahkan ikut andil memperparah kemacetan Jakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun