Mohon tunggu...
Dina Sulistyaningtias
Dina Sulistyaningtias Mohon Tunggu... karyawan swasta -

mom of two, Roker KRL Bogor-Jakarta, blogwalker, oknum @KoplakYoBand bergelar bu kepsek (tanpa nomor punggung 1)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kereta Khusus Wanita : Istimewa atau Egois?

21 April 2012   03:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:20 2786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasti sudah pada tahu apa itu Kereta Khusus Wanita (KKW). Ya, dua gerbong dalam satu rangkaian KRL Commuter line Jabodetabek memang diperuntukkan khusus untuk kaum hawa. Gerbong khusus itu biasanya menempati gerbong paling depan (gerbong 1) dan gerbong paling belakang (gerbong 8) dalam 1 rangkaian. Di dalamnya terdapat tanda bahwa laki-laki dan “pasangan” dilarang masuk. Sejak diluncurkan tanggal 19 Agustus 2010, ide ini disambut baik oleh para penggunanya. Kegelisahan para penumpang perempuan karena ketidaknyamanan berdesakan dengan penumpang laki-laki, dijawab cukup baik oleh perusahaan penyedia jasa layanan kereta api, PT. KAI Commuter Jabodetabek (KCJ).

[caption id="attachment_175996" align="aligncenter" width="360" caption="http://republika.co.id"][/caption]

Sampai 2 tahun berjalan, saya tidak mendengar banyak keluhan berarti dengan adanya kereta khusus wanita ini. Memang ada beberapa protes menyangkut kenapa kereta ini hanya diterapkan pada kereta commuter line dan bukan kereta ekonomi. Karena sesungguhnya yang lebih rawan pelecehan seksual adalah kereta kelas ekonomi dibandingkan dengan kereta yang lebih tinggi kelasnya seperti commuter line. Meski belum ada jawaban yang memuaskan, tetapi beberapa hal dimaklumi menyangkut segala proses memang tak bisa instan, butuh beberapa tahapan untuk mencapai kemajuan.

@@@

Sebagai pengguna kereta ekonomi, saya sendiri jarang menikmati yang namanya kereta khusus wanita ini. Saya hanya mendengar selentingan bahwa pengguna gerbong khusus ini cenderung “egois”. Karena belum membuktikannya, saya tidak mau menghakimi dengan turut mengiyakan pernyataan tersebut.

Sampai suatu hari, saya terlambat berangkat kerja karena suatu urusan. Pada jam itu, tak ada pilihan lain yang bisa saya naiki kecuali kereta commuter line. Apa boleh buat, demi mengejar waktu, saya membeli dan berminat untuk menggunakan fasilitas khusus kaum saya tersebut. Memasuki gerbong terakhir, saya melihat tak ada pemandangan yang aneh di dalamnya. Yang jelas, ketika saya naik, tempat duduk telah semua terisi, beberapa wanita terlihat berdiri tetapi gerbong masih terlihat sangat lega.

Sesampai di Bojong, stasiun yang lumayan padat, penumpang riuh memasuki gerbong. Beberapa adalah ibu-ibu yang membawa anak-anaknya. Saya perhatikan seorang ibu yang membawa 2 anaknya berdiri di depan tempat duduk “prioritas”. Sebagai informasi, tempat duduk “prioritas” adalah tempat duduk di antara sambungan kereta dan pintu dimana tempat duduk itu memang diprioritaskan untuk :  ibu hamil, ibu yang membawa anaknya, manula dan penyandang difabel. Tempat duduk prioritas ini berlaku untuk semua gerbong termasuk yang khusus perempuan.

[caption id="attachment_175997" align="aligncenter" width="400" caption="http://sayhitohenny.blogdetik.com"]

1334980332722241732
1334980332722241732
[/caption]

Sampai stasiun Depok, ibu dan kedua anaknya tersebut tetap berdiri dan tak ada yang mempersilakan duduk meskipun para wanita yang menempati tempat duduk itu tidak tertidur. Masing-masing asyik memainkan hapenya tanpa peduli bahwa mereka duduk di tempat yang bukan “hak” mereka. Petugas keamanan yang juga seorang wanita baru “ngeh” dan akhirnya memohon kepada para wanita itu untuk berdiri dan memberikannya pada ibu dan kedua anaknya tersebut.

@@@

Wanita, diciptakan memiliki hati yang lembut, yang lebih perasa dibanding lelaki. Sekarang, PT. KCJ sebagai perusahaan penggerak jalannya transportasi kereta telah memberi keistimewaan kepada perempuan dengan memberinya hak yaitu gerbong khusus perempuan. Dengan keistimewan seperti itu, ternyata tak berarti para perempuan ini menjadi lebih peka perasaannya dibanding para lelaki. Melihat ibu yang membawa anaknya, mereka tak tertarik sedikitpun untuk ikhlas memberikan tempat duduknya.

[caption id="attachment_175998" align="aligncenter" width="550" caption="http://edisikrl.com"]

1334980429837799930
1334980429837799930
[/caption]

Sekarang kita lihat contohnya di gerbong campuran. Para wanita itu mudah berang bila para lelaki tak kunjung memberikannya tempat duduk. Dalam keadaan seperti ini, para wanita merasa memiliki “hak” sebagai kaum yang lemah, yang layak diberi keistimewaan untuk mendapatkan tempat duduk. Apalagi bila para lelaki itu duduk di tempat duduk “prioritas” yang saya sebut di atas. Posisi mereka sangat mudah untuk “disingkirkan”.

Kebanyakan para wanita menang terbiasa untuk berpikir dan meyakini bahwa lelaki memang wajar untuk diandalkan. Oleh karenanya, kondisi darurat seperti “hak” untuk tempat duduk prioritas pun para lelaki yang seharusnya mengalah.

Tetapi bagaimana dengan gerbong khusus wanita itu sendiri?? Pola pikir sederhana lelaki yang seharusnya diandalkan ternyata merembet kepada matinya rasa kepedulian sosial. Kenyataan “toh kita sesama wanita” atau “toh tak ada laki-laki disini” adalah alasan kuat untuk tidak memberikannya pada “yang lebih berhak” di tempat duduk prioritas. Dari sini saya tahu darimana kata “egois” itu berasal. Sungguh sangat disayangkan kalau kata itu justru keluar dari sikap kaum saya sendiri.

Semoga dengan tulisan ini banyak yang menyadari, bahwa sebagai wanita, bukan hanya “hak” yang selalu kita perjuangkan, tetapi juga “kewajiban” dan juga rasa empati sesama manusia juga ternyata harus sering diasah.

Semoga bermanfaat

Budina


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun