Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peristiwa Fisika dan Biologi

7 Januari 2018   01:37 Diperbarui: 8 Januari 2018   02:53 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber timesofindia.indiatimes.com

Pasti kalian udah tau bahwa ada beberapa orang tertentu yang susah BAB di tempat lain kecuali di rumahnya sendiri. Dan sedihnya saya adalah salah seorang di antaranya.

Dulu tiap kali bepergian ke luar kota 2 hari, ya gak BAB 2 hari. Kalo 3 hari ya 3 hari mengalami hal yang sama bahkan pernah waktu itu sampe 8 hari. Gak tau kenapa padahal saya udah nongkrong berjam-jam tapi tetep aja gak bisa keluar. Kalo di rumah sendiri mah lancar jaya; sukses makmur. Aneh, ya?

Saya adalah orang iklan. Pertama kali memulai karir di biro iklan Aim Communications/Leo Burnett. Letaknya di Prince Building, Jl. Jenderal Sudirman, lantai 15, lokasinya tidak jauh dari rumah saya di Jalan Bendungan Hilir. Karena jaraknya dekat, setiap kali mau buang hajat, saya selalu pulang naik vespa tua saya. Perjalanan ke rumah cuma memakan waktu 3 menit dan selesai BAB saya langsung balik lagi ke kantor. Gak ada yang tau masalah ini karena saya cuma menghilang dari kantor gak sampe setengah jam. Aman deh pokoknya...

Suatu hari, kantor kami lagi pitching McDonald's. Presdir kami namanya Juzar Junin berkali-kali mewanti-wanti bahwa ini adalah pitch penting dan kita harus memenangkannya. Seluruh team berhari-hari harus bekerja sampe malam bahkan sampe pagi.

Hari kedua, sekitar jam 10 malam tiba-tiba serangan datang. Hadoh! Gimana, nih? Mau kabur gak enak ngeliat semua team lagi pada sibuk banget. Mulanya saya coba bertahan tapi perut makin melilit sehingga saya akhirnya menyerah dan mencoba melipir ke luar kantor.

"Hey, Bud! Mau ke mana? Jangan pulang dong, kerjaan lagi banyak banget, nih!" Tiba-tiba Mas Tedjo, Sang Creative Director menegur saya.

"Gak pulang kok, Mas.Saya cuma mau ke toilet," sahut saya. Sebuah jawaban seperempat bohong karena saya gak menyebut bahwa toilet yang akan saya datangi adalah toilet saya di rumah.

"Oh, okay. Jangan lama-lama ya? Ini ada banyak copy yang harus kamu selesaikan," kata Mas Tedjo lagi.

"Siap, Mas," kata saya dan langsung terbang menuju lift.

Serangan perut melilit semakin luar biasa. Keringat saya sampe berketel-ketel karena mengerahkan tenaga dalam untuk menghindari e'e' di celana.

Lift lantai 15.

TING! Pntu lift terbuka, saya segera masuk dan menekan tombol angka 1. Di dalam lift, saya kembali berkonsentrasi, berusaha menetralisir serangan sakit perut tersebut .

Lift lantai 14.

Apa yang terjadi dalam diri saya ini sebetulnya peristiwa ilmiah yang sangat berhubungan erat dengan dua disiplin ilmu, yaitu: problemnya adalah peristiwa biologi dan solusinya adalah ilmu fisika.

Secara biologis, tubuh kita terdiri atas benda padat, benda cair dan benda gas. Semuanya tersusun dalam struktur yang rapih dan bekerja secara sistematis. Setiap kali kita menyantap sesuatu, makanan yang masuk ke dalam akan menekan benda gas dan gas itu terdesak dan seperti gelombang Tsunami berusaha keluar, menerjang semua benda yang menghalang di depannya.

Intinya adalah sebanyak apapun kotoran menumpuk dalam tubuh, kita gak akan pernah merasa mau BAB. Yang mendorong keinginan itu adalah faktor gas yang secara brutal memaksa hendak keluar dari dalam tubuh tadi.

Lift lantai13.

Solusinya bisa diselesaikan dengan ilmu fisika. Kalau kita mampu membuang gas sebanyak-banyaknya maka masalah selesai. Tapi harus dicatat bahwa untuk melakukannya sama sekali tidak mudah. Diperlukan kemampuan menarik dan mendorong secara serempak dengan ketepatan yang sangat akurat. Apabila meleset sedikit saja, gas tadi juga akan mengajak teman-temannya yang berupa zat padat untuk ke luar. Ribet kan kalo sampe terjadi seperti itu?

Lift lantai 12.

Saya memeramkan mata, mencoba untuk fokus, berkonsentrasi dan mengerahkan kemampuan mendorong dan menarik sekaligus. Ini peristiwa yang sangat krusial, yang benda gas harus kita dorong, yang benda padat harus kita tarik. Daya mendorong dan menarik harus sinerji dengan tekanan yang seimbang. Kalo berhasil berarti saya selamat. Kalo meleset maka saya perlu mempertimbangkan untuk memakai popok ke depannya.

Lift masih di lantai 12.

Duuuuuuuut!!!!!!! Sebuah suara merdu bagai buluh perindu terdengar indah dan panjang sekali. Fuiiiih...akhirnya sukses besar! Saya berhasil mendorong dan menarik sekaligus dengan akurasi maksimal. Perut saya pun langsung plong. Perasaan melilit pun sirna. Fuiiiih leganya.

Lift lantai 11.

Tiba-tiba saya menyadari, bebauan sangit dan sangat tajam memenuhi seluruh ruangan lift. Lift di Prince building memang ukurannya sangat kecil dibanding gedung-gedung lain di sekitar Sudirman. Hhhhh!!! Saya sendiri hampir tidak kuat berada di dalamnya tapi mengingat bahwa bebauan itu merupakan simbol lolosnya saya dari malapetaka, saya nikmati saja bau biang belirang dari kawah candradimuka tersebut. Dalam hati saya bersyukur karena hari sudah malam sehingga tidak ada karyawan dari kantor lain yang masuk ke dalam lift. Syukur deh....

Lift lantai 10.

TING! Dugaan saya ternyata meleset. Tiba-tiba pintu lift terbuka dan masuklah dua perempuan cantik ke dalam lift. Keduanya nampak sedang mengobrol dengan seru. Setelah lift tertutup, mereka berdiri berdampingan menghadap ke arah pintu dan meneruskan obrolannya sementara saya berdiri di belakang menyender dinding lift.

"Pokoknya proyek ini harus gol. Kita sebagai team harus bekerja lebih keras lagi!" kata perempuan yang berambut pendek dengan suara sangat bersemangat..

"Betul! Ini kesempatan yang tidak dateng setiap hari. Kita harus bekerja mati-matian."

Tiba-tiba seperti ada yg ngasih komando, kedua cewek tersebut mendadak terdiam. Perempuan yang berambut pendek mendengus-dengus seperti terganggu pada sesuatu.

Dengan suara judes, sekonyong-konyong dia membentak temannya, "Heh! Lo kentut, ya? Bau banget, nih!"

Temennya tentu saja emosi dituduh secara tidak semena-mena seperti itu. Dengan tak kalah galak, dia langsung balas membentak, "Jaga mulut lo, ya?. Enak aja nuduh orang sembarangan!"

"Kalo bukan elo dan bukan gue lalu siapa dong?" kata perempuan tadi.

"Mana gue tau?" sahut yang satunya.

Sejenak keduanya terdiam. Kemudian dengan gerakan perlahan tapi berbarengan, mereka menoleh ke belakang dan keduanya memandang saya dengan pandangan menuduh.

Saya tentu saja panik bukan main dan gak tau harus bersikap bagaimana. Untungnya keduanya juga tidak mengatakan apa-apa. Perempuan yang berambut pendek masih saja mendengus-dengus. Dengan gerakan kasar, dia menekan tombol nomor 8.

Lift lantai 8.

TING! Pintu lift terbuka dan perempuan berambut pendek itu menggamit lengan temannya sambil berkata dengan suara judes, "Kita keluar di sini aja. Ntar kita turun pake lift yang satu lagi."

"Setuju! Ada racun Chernobyl di dalam lift ini," kata yang satunya.

Kembali saya sendirian di dalam lift. Muka saya masih berubah-ubah warna, dari merah, pucat, kuning, hijau seperti pelangi. Ada rasa lega, ada rasa puas dan ada juga rasa malu, semuanya bercampur aduk menjadi satu.

Lift sampai di lobby.

Ting! Pintu lift terbuka. Saya bersyukur sekali gak ada penumpang lain lagi yang masuk sehingga saya sampai ke lobby dengan selamat.

Melihat ruangan lobby yang sudah gelap, saya jadi termotivasi ingin melakukan peristiwa fisika kedua, biar perut plong lebih sempurna. Saya cek para sekuriti lagi pada ngerokok di luar gedung. Suasana aman rasanya.

Duuuuuut! Kali ini tindakan fisika saya jauh lebih mudah dilakukan karena perut sudah tidak dalam keadaan melilit. Fuiiiih... tambah lega rasanya. Dan seperti sebelumnya, bau sangit belerang kembali menyeruak lubang hidung. Tapi gapapa...sekali lagi itu kan simbol kemenangan. Hehehe....

Ting! Tiba-tiba lift di sebelah saya terbuka. Deng...deng!!! Saya kaget dan panik bukan main. Kenapa? Karena yang keluar dari lift tersebut adalah kedua perempuan yang ketemu di lantai 10 tadi.

Kedua perempuan itu tidak menyadari kehadiran saya di situ. Dalam cahaya remang-remang mereka masih saja ngobrol dengan seru. Entah apa yang mereka perbincangkan.

Di tengah asyiknya mengobrol, mendadak perempuan yang berambut pendek hidungnya kembali mendengus-dengus lalu bertanya pada temennya, "Lo kentut, ya? Hayo ngaku! Lo gak bisa ngeles lagi. Gak ada siapa-siapa lagi di sini."

"Enak aja lo nuduh sembarangan!" sahut temennya bales membentak.

"Abis kalo bukan kita, siapa lagi? Kita cuma berdua loh sekarang? Masa sih yang kentut setan?"

Abis ngomong gitu, keduanya merinding dan ketakutan sendiri. Sambil berpegangan tangan, mereka menengok ke belakang tempat saya berdiri.

"Aaaaaaaaaaa...!!!!!!" Ngeliat saya berdiri di kegelapan dengan aroma belirang, kedua perempuan itu menjerit histeris dan ketakutan setengah mati. Dengan kecepatan maksimal, mereka lari lintang pukang ke luar gedung menuju arah parkiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun