Mohon tunggu...
Budi Estri Suparno
Budi Estri Suparno Mohon Tunggu... Administrasi - Penari

Ngawi - Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hadiah untuk Ayunda

3 April 2012   14:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:05 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kriiing. . . Kriiing

Bel tanda masuk berbunyi. Siswa kelas IV masih sibuk mengobrol. Hingga akhirnya ada guru yang masuk ke kelas.

“Tenang anak-anak,” kata Bu Ana sambil bertepuk tangan. “Sebelum ibu menyampaikan meteri Bahasa Indonesia kali ini, ibu ingin menyampaikan sebuah pengumuman dahulu. Tolong diperhatikan ya.”

Semua siswa tampak lebih tenang dari sebelumnya. Kelas menjadi hening. Semua siswa penasaran dengan pengumuman yang akan disam[paikan oleh Bu Ana. “Tiga hari lagi akan diadakan acara penyambutan kepala sekolah yang baru. Jadi ibu minta untuk Tasya, Ayunda dan Dika untuk menyanyi di acara itu. Nanti saat acara itu, kalian harus berpenampilan seperti putra dan putri-putri raja ya.”

‘Aduh kenapa harus aku? Aku kan tidak punya gaun,’ fikir Ayunda.

“Besuk selepas pulang sekolah, kalian mulai berlatih menyanyi di sekolah ya! Untuk pulangnya nanti ibu yang mengantar.” Bu Ana memandangi murid-muridnya, lalu melanjutkan kata-katanya, “Dan untuk yang lainnya, kalian akan diliburkan.”

Yee! Yee! Yee!

Teriak para siswa kegirangan karena akan libur. Tapi tidak begitu dengan Ayunda. Dia masih bingung dengan urusan gaun yang akan dipakainya nanti. Ayunda adalah tunggal keluarga Pak Joni. Seorang supir angkot, sedang istrinya berjualan gorengan di depan rumah. Tak akan secepat itu mendapatkan uang untuk membeli gaun dan sepatu kaca.

Siang itu, Ayunda menceritakan pengumuman yang disampaikan Bu Ana kepada sang bunda. Dia takut menunggu jawaban dari sang bunda. Suasana di depan rumah menjadi hening seketika. Bunda tampak sedang berfikir.

"Iya, sayang.” Akhirnya bunda pun menjawab, “nanti bunda usahakan ya. Kamu tenang saja,” kata bunda menenangkan hati anaknya.

Keesokan harinya selepas pulang sekolah, Ayunda, Dika dan Tasya berlatih bernyanyi bersama Bu Ana. Mulai menghafal lirik lagu dan sedikit koreografi. Sebelum latihan kali ini di tutup, Bu Ana membagikan makan siang dan meninggalkan mereka di ruang musik.

“Waah. Makan-makan!” seru Dika membuka percakapan.

“Kalau makan itu tidak boleh ngobrol, Dik. Nanti tersedak lho,” nasihat Tasya.

“Biarin, week!” kata Dika menjulurkan lidah. “Lusa kalian mau pakai baju apa?”

“Aku mau pakai gaun kesukaanku. Warnanya pink. Hadiah ulang tahun dari nenekku lho,” jawab Tasya dengan penuh kegembiraan.

“Kalau aku mau pakai batik warnanya merah dan ada sedikit coklat-coklatnya.”

“Pasti keren, kulit kamu kan putih, Dik, pasti cocok banget,” timpal Tasya. “Kalau kamu, Nda?”

“Nda?” teriak Dika membuyarkan lamunan Ayunda. Tak ada jawaban. “Nda?” pangil Dika lagi. Lagi-lagi tak ada jawaban. Hanya saja Ayunda terlihat sedang mengaduk-aduk makan siangnya.

“Ayunda!!!” teriak Dika dengan kesal.

“Iya, bu. Saya akan. . .” Ayunda berhenti bicara. Dilihatnya Dika dan Tasya secara bergantian. Semua terdiam.

“Kamu kenapa, Nda?” Tanya Tasya. “Ada masalah ya? Cerita aja, Nda. Nggak usah takut. Kita kan sahabat kamu.”

“Nggak kok, Sya. Semua baik-baik saja.”

“Ya sudah, kita selesaikan makannya lalu bergegas pulang,” kata Tasya sambil tersenyum.

Tnapa kata-kata lagi, mereka menghabiskan makan siang masing-masing lalu pulang dengan mengendarai mobil Bu Ana. Mobil APV Arena warna silver itu berjalan keluar dari area sekolah. Tujuan pertamanya adalah rumah Ayunda.

“Bu Ana, nanti berhenti di depan situ ya. Rumah yang depannya ada warung gorengan,” kata Ayunda sambil menunjuk-nunjuk.

“Ooo. Itu rumah kamu ya, Nda?” tanya Dika.

“Iya, ibuku membuat gorengannya sendiri lho. Kalian harus mencobanya ya.”

“Aku mau dong, Nda,” kata Tasya diikuti dengan tawa kecilnya.

Mobil yang dikemudi Bu Ana masuk ke pelataranrumah Atunda. Kedatangan mereka disambut ramah oleh oleh ibu Ayunda. Bu Ana juga menceritakan kepada ibu Ayunda tentang acara penyambutan kepala sekolah yang baru sekaligus minta ijin untuk Ayunda untuk mengikuti latihan selepas pulang sekolah.

Tasya dan Diak ayik mengicipi gorengan yang disediakan ibu Ayunda. Mereka tampak menikmati gorengan itu. Tanpa disadari, mereka telah menghabiskan hidangan di meja itu. Tasya dan Dika saling berpandangan lalu tertawa terpingkal. Ayunda hanya tersenyum simpul. Tak tahu penyebab kenapa sahabat-sahabatnya tertawa terpingkal-pingkal sampai Dika terjatuh dari kursinya.

Acara penyambutan kepala sekolah yang baru akan dilaksanakan besuk pagi. Tapi Ayunda belum juga dibelikan gaun dan sepatu. Padahal jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Ibu Ayunda hanya bilang iya dan iya. Karena masih menunggu uangtarikan angkot dari ayahnya sebagai tambahan.

Ibu Ayunda bersiap untuk berbelanja gaun dan sepatu untuk Ayunda. Ayunda menggantikan ibunya berjaga. Ibu Ayunda menuntun sepeda onthel keluar pekarangan. Saat sepeda hendak dinaiki tiba-tiba saja ada sepada motor masuk pekarangannya. Ada dua wanita yang mengendarai sepeda itu. Semua memakai jaket dan helmet. Tak asing bagi Ayunda. Tapi siapa ya?

“Tasya?” akhirnya dia bida menebaknya.

“Hai, Nda,” Tasya memberikan senyuman.

Mama Tasya menceritakan maksud kedatangannya. Hendak memberikan gaun dan sepatu kaca untuk Taysa. “Saya sudah mendengar banyak cerita tentang Ayunda dari Tasya. Katanya, Ayunda itu selalu juara satu, anak yang suka menolong dan suka membantu orang tuanya.”

“Iya, tante,” kata Tasya membenarkan perkataan mamanya.

“Jadi saya mohon ini diterima. Tidak usah berfikir bagaimana cara mengembalikannya. Anggap saja ini anugrah dari Tuhan lewat saya.”

Ibu Ayunda sangat terharu akan kedatangan mereka. Apalagi kebaikan mereka saat dia memerlukan. Baru sebentar mengobrol mereka sudah pamitan karena adzan ashar sudah terdengar dari kejauhan. Setelah mereka buka ternyata dalam bungkusan gaun itu ada sejumlah uang yang diberikan kepada Ayunda.

Keesokan harinya,

Tepat pukul delapan acara dimulai. Sangat meriah. Tak sia-sia usaha Bu Ana melatih anak-anak yang pentas saat itu. Terlihat kebahagiaan dari wajah-wajah anak didiknya itu. Selesai pentas di atas panggung, Ayunda menghampiri Tasya.

“Terimakasih, Tasya,” katanya sambil tersenyum. Ayunda memeluk sahabatnya. Tasya membalas pelukan itu. Airmata pun mengalir dari sudut-sudut mata Ayunda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun