Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Insentif Pemerintah, Belajar dari Pengalaman Penyaluran Bansos

6 Agustus 2020   20:24 Diperbarui: 7 Agustus 2020   20:40 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Kamis (5/3/2020).(KOMPAS.com/MUTIA FAUZIA)

Ihwal tersebut berdasarkan pengalaman selama mengelola perusahaan Commaditer Vennoonschap (CV), sehingga Saya memperoleh pemahaman sebagai berikut:

Pertama, dalam 3-4 tahun terakhir perusahaan-perusahaan disyaratkan untuk melengkapi Sertifikat BPJS dalam rangka pengadaan barang dan jasa (proyek), termasuk CV. Agar beban iuran tidak besar, maka perusahaan melaporkan jumlah pegawai secara minimal, yaitu 2 orang dengan gaji UMR setempat, bahkan di bawahnya.

Dengan itu perusahaan tersebut hanya membayar Rp.200 - Rp.300 ribu per-bulan. Padahal pegawai tetap yang dipekerjakan bisa lebih dari dua orang. Ditambah pegawai tidak tetap pada saat proyek berlangsung. Laporan jumlah pegawai kepada BPJS Ketenagakerjaan hanya bersifat formalitas dan diragukan kebenarannya.

Kedua, terkait laporan perpajakan setiap bulan dan tahunnya, menyangkut pemotongan pajak penghasilan (PPh) pegawai. Kecuali berkenaan dengan pemotongan Pajak Pertambahan Nilai (Ppn) 10% dan PPh proyek, laporan pajak lainnya bersifat self assessment. Pajak-pajak semacam ini (PPh ps 25 dan ps 21/22) cenderung direkayasa, sehingga setoran ke kas negara menjadi nihil. Kalaupun ada, jumlahnya minimal.

Sejauh ini, jumlah CV atau perusahaan kecil tidak diketahui secara pasti,  demikian pula halnya dengan jumlah pegawai tetap maupun tidak yang dimilikinya. 

Namun jika dianggap bahwa perusahaan sejenis ini termasuk UKM, maka data BPS yang mencatat 26 juta UKM berdasarkan sensus ekonomi tahun 2016 dapat digunakan sebagai acuan.

Untuk perbandingan, Bappeda Kabupaten Bogor (2018) mencatat pelaku usaha (UKM) berjumlah 700 ribu unit, dengan perbandingan usaha mikro 670 ribu dan usaha kecil 30 ribu.

Ceteris Paribus (mengabaikan faktor lain), jika perbandingan itu dianggap konstanta yang mencerminkan komposisi UKM se Indonesia, maka akan diperoleh estimasi 1.114.000 unit perusahaan kecil yang diperkirakan berbentuk CV dan dipergunakan sebagai ilustrasi saja. Perkiraan ini cukup logis, mengingat beberapa kawan seperjuangan memiliki 2 atau lebih CV. Termasuk saya yang (pernah) punya 2 unit.

Nah, seandainya setiap CV memiliki 3 pegawai (1 Komanditer, 1 Direktur, dan 1 pegawai administrasi/lapangan) dengan gaji di bawah 5 juta, maka terdapat sekitar 3.300.000 orang.

Ilustrasi itu menggambarkan jumlah pegawai swasta yang diragukan validitas datanya dan pada gilirannya akan mengacaukan penyaluran insentif pemerintah.

Faktor lain patut dipertimbangkan, berkenaan dengan sikap sebagian masyarakat yang cenderung permisif terhadap penyelewengan penyaluran bansos. Sementara oknum ketua RT dan RW lebih mendahulukan kerabatnya daripada yang berhak menerima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun