Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bukan Kali Ini Saja Kelas Kurang Guru, Dulu Ada!

9 Juli 2020   08:20 Diperbarui: 10 Juli 2020   09:22 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (ANTARA FOTO/SEPTIANDA PERDANA via KOMPAS.com)

Belum lama, Kompasianer Ozy V. Alandika menerawang kemungkinan ruang kelas kosong akibat kekurangan guru pengisi. Hal itu berkenaan dengan kebijakan Menpan RB untuk tidak melakukan perekrutan CPNS sampai tahun 2021. Sedangkan guru yang telah dan akan pensiun pada akhir tahun 2020 berjumlah 86 ribu orang.

Kekosongan kelas karena kekurangan guru, terutama di pelosok, merupakan fenomena yang saya temui saat menyelesaikan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 1985. Tiga puluh lima tahun!

KKN adalah mata kuliah yang mengoperasionalkan pemahaman teoritis pada realitas. Bobot utamanya adalah pengabdian masyarakat dengan menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.

Saya berada dalam salah satu kelompok terdiri dari 6 mahasiswa berbeda fakultas, 2 wanita dan 4 pria, ditempatkan di Desa Karangtanjung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Suatu daerah pelosok yang berjarak sekitar 40 km dari pusat Kota Bandung atau 165 km dari Jakarta.

Setelah mengobservasi permasalahan lapangan, disusunlah program bersama untuk tiga bulan kedepan. Dibuat beberapa rencana aksi yang sekiranya selesai dalam tiga bulan, antara lain:

Menjadi Guru SMP Menjelang Ujian

Diketahui di desa tersebut terdapat satu sekolah SMP dan dua SD. Semuanya kekurangan tenaga pengajar. Satu sekolah masing-masing hanya punya empat sampai lima guru, termasuk kepala sekolah.

Singkatnya, saya menjadi guru temporer untuk mengajar murid kelas 3 SMP yang menjelang ujian. Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial dan Bahasa Inggris. Seperti yang lainnya, pendidik tidak spesifik mengajar satu pelajaran. Bisa dua atau tiga mata pelajaran sekaligus.

Kekurangan guru menjadi kendala utama. Kelangkaan tenaga pengajar yang layak telah menjadi persoalan umum.

Sementara beberapa orang lokal yang dianggap potensial sebagai guru, tidak menjadi pengajar di daerahnya sendiri. Lulusan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) tersebut ingin bisa mengajar di daerahnya sendiri. Tetapi dalam kenyataannya, mereka ditempatkan di lokasi yang sangat jauh dari tempat asalnya. 

Untuk mengurus penempatan sesuai harapan menjadi sangat rumit. Berhadapan dengan belantara birokrasi yang tak berujung. Bisa jadi saat itu mereka bertemu birokrat yang hanya mengurusi kertas (administrasi) dibanding mereka yang memahami realitas lapangan. Tidak terinformasi jelas mengenai keberadaan guru honorer pada saat itu. Atau saya lupa?

Mengisi Perpustakaan

Kesenjangan lain adalah tiadanya buku-buku, yang dapat menjadi jendela pengetahuan dan keberaksaraan bagi murid. Setelah ditelusuri ke pemerintah kabupaten, diketahui bahwa setiap sekolah dianggarkan untuk perpustakaan. Namun kongkritnya sama sekali tidak ada.

Lagi-lagi kami menghadapi rantai birokrasi tidak berujung untuk mengurus persoalan itu.

Menyerah dengan keadaan tersebut, akhirnya dihimpun buku dari berbagai pihak. Untungnya saat itu mahasiswa memiliki posisi cukup terpandang di mata umum. Ada saja donatur yang menyumbang buku, termasuk beberapa kedutaan besar negara sahabat di Jakarta.

Kesimpulan

Demikian sekelumit gambaran, bahwa kekurangan guru menjadi persoalan yang mengakar sejak dulu, terutama di daerah pelosok.. Diidentifikasi, administrasi yang kaku menjadi sebab. Birokrasi telah menghambat penempatan tenaga pengajar terdidik pada lokasi yang relatif dekat dengan asal dan nyata-nyata kekurangan guru.

Pada zaman itu, keruwetan birokrasi juga menyebabkan pengurusan buku perpustakaan menjadi tidak jelas ujung pangkalnya. Jangan tanya soal sarana dan prasarana sekolah.

Kendati gambaran tersebut tidak serta merta dapat digeneralisasi menjadi kesimpulan umum tentang wajah edukasi formal di negara kita, namun demikian ia bisa merefleksikan keadaan pembelajaran di pelosok yang saat itu minim guru dan fasilitas.

Semoga hal itu tidak terjadi lagi pada masa sekarang yang ditandai dengan kondisi pendidikan yang jauh lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun