Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Subsidi LPG 3 Kilogram dan "Fallacy" Politik Karitatif

23 Januari 2020   09:38 Diperbarui: 24 Januari 2020   08:04 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persediaan tabung gas elpiji 3 kg di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat | Sumber: Kompas.com/Firman Taufiqurrahman

Timbul perbedaan persepsi antara Plt. Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM, Djoko Siswanto dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif mengenai isu pencabutan subsidi gas LPG 3 kg atau yang dikenal dengan gas melon.

Pada Selasa (14/01/2020) Djoko Siswanto menerangkan bahwa pencabutan subsidi gas melon pada medio tahun ini dengan subsidi langsung, sebagai penggantinya kepada masyarakat yang berhak. 

Lebih lanjut, model kebijakan itu akan menghemat subsidi sebesar 10-15 %. Harga baru LPG 3 kg diestimasi Rp. 35.000,- per-tabung, sesuai harga pasaran.

Hal berbeda disampaikan Arifin Tasrif, rencana pemerintah terkait kebijakan subsidi LPG 3 kg masih dalam pembahasan.

"Maksudnya subsidi tertutup itu kita identifikasi dulu, kira-kira yang memang berhak untuk menerima. Tapi kan nggak membatasi sama UKM segala macam. Yang nerima tetap nerima," katanya pada hari Jumat (17/1/2020).

Harga LPG bagi penerima subsidi tidak berubah, sementara bagi masyarakat yang tidak menerimanya diberlakukan harga pasaran yang lebih tinggi.

Menyikapi perbedaan nuansa keterangan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa rencana pencabutan subsidi LPG 3 kg harus melalui rapat terbatas sebelum diputuskan.

"Belum, itu harus lewat rapat terbatas," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (18/1/2020).

Terlepas dari perbedaan komunikasi, diketahui sampai saat ini Liquified Petroleum Gas (LPG) masih diimpor. Ketergantungan kepada impor barang konsumsi masyarakat dalam negeri itu sangatlah tinggi.

Sesungguhnya potensi gas Indonesia, apabila dikonversi menjadi LPG mencukupi konsumsi domestik. Namun Pertamina menyatakan bahwa karateristik sumur-sumur gas Indonesia bersifat kering (lean gas), dimana unsur C3-C4 amat tipis sehingga tidak bisa begitu saja dikonversi menjadi LPG.

Dengan demikian LPG tetap dikonversi dari kerosene yang merupakan bahan impor. Pemerintah merancang kebijakan konversi minyak tanah (kerosene) ke LPG sejak tahun 2006 dan mulai dilaksanakan mulai tahun 2007. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun