Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lawan Narasi Provokasi dan Kebencian dengan Literasi

9 Oktober 2020   03:09 Diperbarui: 9 Oktober 2020   03:33 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Literasi, jalandamai.org

Mungkin diantara kita tidak sadar, bahwa perkembangan teknologi informasi, telah membuat perubahan perilaku. Jika dulu untuk mendapatkan informasi melalui Koran, majalah, televisi atau radio. Dalam perkembangannya mulai muncul internet, yang membuat cara mengakses informasi kian mudah. Kemudahan itulah yang terkadang sering disalahgnakan oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, dengan menyebarkan hoaks dan narasi kebencian.

Dalam kondisi apapaun, seringkali provokasi dan kebencian itu dimunculkan, agar masyarakat bingung dan memicu sebuah kondisi yang keos. Ketika tahun politik misalnya, hampir setiap detik, menit dan jam selalu saja ada postingan yang mengarah pada provokasi dan kebencian. Antar pendukung paslon bisa saling mengumbar kebencian, yang bisa memprovokasi masyarakat lain. Ironisnya, dalam kondisi bencana seperti banjir, longsong atau yang lain, juga masih saja ada pihak yang menyebarkan berita bohong agar memicu kepanikan.

Di masa pandemi ini saja, setiap hari masih seringkali kita temukan postingan yang diskriminatif. Diawal pandemi, tenaga medis sempat mendapatkan diskriminasi, karena dianggap penyebar virus. Jenazah yang meninggal karena covid, juga sempat mendapatkan diskriminasi, dan ditolak untuk dimakamkan. Ketika pemerintah menerapkan PSBB, muncul provokasi melarang aktifitas peribadahan di tempat ibadah. Satu per satu  provokasi dan ujaran kebencian masih saja dimunculkan.

Beberapa waktu lalu, ketika DPR mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi undang-undang, juga disikapi dengan banyaknya hoaks bertebaran di dunia maya. Bahwa anggota DPR yang mendukung perlu dievaluasi atau dikritik merupakan satu hal. Namun bagi pihak yang menolak kemudian menyebarkan hoaks yang berujung pada aksi pembakaran fasilitas publik, adalah hal yang juga perlu disayangkan.

Hal diatas merupakan bukti, bahwa masih banyak masyarakat kita yang minim literasi. Masih banyak masyarakat kita yang begitu mudah percaya informasi yang beredar, tanpa melakukan cek ricek terlebih dulu. Dalam kasus pilkada, pilpres, hingga pandemi dan omnibus law, adalah salah satu contoh yang harus kita jadikan pembelajaran. Mungkin ada yang bertanya, amuk massa merupakan konsekwensi dari kebijakan yang salah. Mungkin bisa berpikir seperti itu. Karena itulah makin banyak yang terprovokasi, karena landasannya adalah kebencian.

Pembakaran tempat umum jelas tidak dibenarkan, apapun motif dan alasannya. Apakah aksi pembakaran tersebut merupakan konsekwensi dari provokasi dan hoaks. Karena itulah, setop menyebarkan provokasi dan ujaran kebencian di dunia maya. Dan sebagai masyarakat awam, perbanyaklah informasi agar kita tidak mudah terprovokasi. Literasi terbukti bisa memberikan kita pemahaman yang utuh dan benar. Literasi juga bisa menjadi pembanding atas pendapat atau pandangan yang berkembang. Salam literasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun