Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersama Membangun Peradaban Damai

15 Desember 2017   07:39 Diperbarui: 15 Desember 2017   08:27 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perdamaian - http://www.adzkiya.net

Negara manapun termasuk Indonesia, pasti menginginkan kondisi negara yang tenteram dan damai. Negara manapun tidak ingin konflik di negaranya, terjadi secara berkepanjangan. Setiap negara pasti berusaha semaksimal mungkin, untuk meredam bahkan menghilangkan potensi ancaman tersebut. Dan salah satu cara untuk meredam ancaman tersebut adalah, menjadi pribadi yang taat pada agama yang diyakininya. Karena ajaran agama apapun yang ada di bumi ini, mengajarkan kedamaian. Tidak ada agama yang menganjurkan kebencian, atau persekusi bahkan tindak kekerasan kepada orang lain.

Di Indonesia sendiri, ancaman terhadap kemanusiaan dan kedamaian itu memang tidak dipungkiri, masih saja terjadi. Bahkan ancaman itu sudah muncul setelah Indonesia merdeka. Mungkin kita ingat munculnya kelompok DI/TII Kartosuwiryo, yang ingin mendirikan negara Islam Indonesia (NII). Kelompok inilah yang kemudian terus bermetamorfosa, berubah bentuk hingga saat ini. Munculnya kelompok radikal, kelompok intoleran, bahkan kelompok teroris sekalipun, umumnya berangkat dari konsep NII. Dalam bahasa sekarang yang ramai dibicarakan adalah konsep khilafah. Sebuah konsep yang jauh dari perdamaian.

Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Hal ini tentu menjadi sebuah anugerah, karena Islam merupakan negara yang secara konsisten mengusung perdamaian. Jika kita melihat sejarah, mulai dari era Rasulullah SAW hingga Wali Songo ketika menyebarkan Islam ke Jawa, tidak ada satupun yang mengusung konsep kebencian dan kekerasan. Islam justru bisa merangkul siapa saja, tidak pernah memaksa pihak-pihak lain, ataupun membujuk untuk masuk ke dalam Islam. Sayangnya, fakta ini seringkali tidak dimunculkan oleh kelompok radikal dan intoleran. Mereka justru terkesan merasa paling benar sendiri, yang berujung pada seringnya melakukan kebencian dan tindak kekerasan.

Tidak hanya Islam, agama lain pun juga menginginkan peradaban damai. Dan fakta ini, diperkuat dengan kondisi di Indonesia, yang sejatinya bukanlah negara konflik seperti di Timur Tengah. Indonesia adalah negara damai, yang sangat menjunjung tinggi kemanusiaan, toleran dan menjaga kerukunan antar umat tetap terjaga. Konflik yang bisa mengancam persatuan dan kesatuan, masih bisa diredam. Upaya untuk memecah belah umat, bisa diminimalisir. Karena memang begitulah tipikal masyarakat Indonesia, yang sangat menjunjung tinggi peradaban damai. Apapun agamanya, apapun suku dan budayanya, semuanya satu tekad mewujudkan Indonesia damai.

Semangat menjaga Indonesia damai ini, harus terus dipegang oleh generasi penerus. Menghadapi tahun politik pada 2018 dan 2019 mendatang, diperkirakan berbagai ancaman akan muncul untuk menciptakan negara yang tidak stabil. Dan ketika stabilitas itu terganggu, biasanya kelompok teroris memanfaatkannya untuk masuk melakukan teror. Berbagai konflik yang terjadi di Indonesia, umumnya kelompok-kelompok ini sering mendompleng untuk mewujudkan keinginannya. Yaitu, pembenaran melakukan jihad dengan cara perang, dan menciptakan kekhilafahan di bumi Indonesia. Beruntung kita semua jeli dan waspada. Sehingga pergerakan kelompok intoleran dan radikal ini masih bisa kita redam.

Untuk bisa mewujudkan peradaban damai, tentu menjadi tugas kita bersama. Indonesia mempunyai semangat gotong royong, yang bisa kita gunakan untuk menguatkan solidaritas, tenggang rasa dan toleransi di level masyarakat. Dengan memperkuat tali persaudaraan ini, maka tidak ada lagi yang mempersoalkan perbedaan agama, perbedaan suku, bahkan perbedaan negara. Semuanya bisa saling berangkulan, hidup berdampingan, demi terciptanya tatanan dunia yang penuh kedamaian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun