Mohon tunggu...
Sudut Kritis Budi
Sudut Kritis Budi Mohon Tunggu... Entrepreneur dan Penulis

Penulis opini hukum dan isu-isu publik. Menyuarakan kritik konstruktif berbasis hukum dan nilai keadilan. Karena negara hukum bukan sekadar jargon.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Satria Arta dan Ancaman Tentara Bayaran: Prabowo di Antara Kemanusiaan dan Hukum

23 Juli 2025   13:47 Diperbarui: 23 Juli 2025   14:14 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generated by AI (OpenAI, ChatGPT Image Generator)

Tentara Bayaran: Ancaman Bagi Sistem Pertahanan Nasional
Tindakan Satria tidak bisa dilihat sebagai kesalahan individu semata. Ini adalah indikasi bahaya fenomena tentara bayaran, yang dalam banyak negara dikecam keras sebagai bentuk pelanggaran hukum internasional dan ancaman terhadap integritas negara.

Dalam sistem militer Indonesia, tidak dikenal konsep tentara bayaran. Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Delapan Wajib TNI semuanya menekankan kesetiaan tunggal kepada bangsa dan negara Indonesia.

Membiarkan mantan prajurit beralih menjadi tentara asing, dan kemudian dipulangkan dengan tangan terbuka, berarti negara membuka celah untuk pelanggaran sumpah kebangsaan dan mencederai ribuan prajurit aktif yang tetap loyal meski hidup dalam keterbatasan.

Solusi yang Adil: Tegakkan Hukum, Tempatkan Kemanusiaan dalam Prosedur
Langkah pertama yang harus diambil adalah memastikan status hukum kewarganegaraan Satria secara administratif di Dirjen AHU Kementerian Hukum dan HAM. Bila ia masih WNI:
Pemerintah dapat memberikan perlindungan konsuler.

Namun, pemulangan harus dibarengi dengan proses hukum, termasuk penyelidikan apakah ia turut terlibat dalam konflik bersenjata, serta pertimbangan ancaman terhadap keamanan nasional.

Jika ia sudah kehilangan status WNI:
- Maka ia bukan lagi subjek hukum Indonesia.
- Dan proses pemulangan hanya dapat dilakukan melalui jalur naturalisasi kembali, yang tunduk pada pertimbangan keamanan, kepatuhan hukum, dan kepentingan nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 20 UU No. 12 Tahun 2006.

Penutup: Negara Tak Boleh Gentar dalam Menegakkan Wibawa Hukum
Kasus Satria Arta Kumbara adalah alarm bagi negara bahwa era globalisasi dan konflik internasional membuka banyak ruang pelanggaran terhadap kesetiaan kebangsaan. Di saat yang sama, negara tidak boleh kehilangan hati. Namun, hukum adalah dasar dari segala bentuk keadilan. Tanpa kepastian hukum, tidak akan pernah ada kemanusiaan yang bermartabat.

Maka, kepada Presiden Prabowo, keputusan ini bukan sekadar memulangkan seorang individu  ini adalah ujian atas kesetiaan negara kepada hukum dan rakyatnya sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun