Mohon tunggu...
Sudut Kritis Budi
Sudut Kritis Budi Mohon Tunggu... Entrepreneur dan Penulis

Penulis opini hukum dan isu-isu publik. Menyuarakan kritik konstruktif berbasis hukum dan nilai keadilan. Karena negara hukum bukan sekadar jargon.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

TKI Ilegal Korban Negara Gagal? Saat Jeruji Gantikan Perlindungan Warga Negara

26 Juni 2025   12:30 Diperbarui: 25 Juni 2025   18:40 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: AI-generated with DALL·E by OpenAI, berdasarkan prompt pengguna

Ketika puluhan ribu warga Indonesia mencari nafkah di luar negeri tanpa dokumen resmi, kita tidak sedang menyaksikan segerombolan pelanggar hukum. Kita sedang menyaksikan wajah kegagalan sistemik negara: gagal membuka lapangan kerja, gagal memberikan akses migrasi yang aman, dan gagal melindungi warga negaranya di tanah orang.

Di Malaysia, razia terhadap pekerja migran tanpa izin terjadi hampir setiap pekan. Mereka yang telah bertahun-tahun hidup dan bekerja di sana kini hidup dalam bayang-bayang ketakutan: takut ditangkap, dipenjara, bahkan dicambuk. Banyak yang ingin pulang ke Tanah Air, namun terkunci oleh rasa cemas dan absennya jaminan perlindungan.

Menurut hukum Malaysia, keberadaan mereka memang ilegal. Immigration Act 1959/63 menyebutkan bahwa masuk atau tinggal tanpa izin adalah pelanggaran pidana. Namun, pertanyaannya: apakah mereka pelanggar hukum, atau justru korban sistem migrasi dan ekonomi yang timpang?

🧩 Masalah yang Sistemik, Bukan Personal
1. Agen dan Sindikat Ilegal yang Tak Terjamah.
Sebagian besar TKI ilegal diberangkatkan oleh calo dan sindikat perekrut tanpa izin yang menjanjikan pekerjaan mudah dengan gaji besar. Ironisnya, saat mereka ditangkap, yang diproses hukum hanyalah si pekerja. Dalang utamanya tetap bebas dan beroperasi.

2. Negara Datang Terlambat.
Perlindungan dari negara seringkali hanya hadir saat kasus meledak di media. Di luar itu? Hening. Negara seharusnya tidak menunggu viral, melainkan aktif melakukan pencegahan, pendampingan, dan penegakan hukum terhadap sindikat.

3. Rendahnya Literasi Migrasi.
Masih banyak calon pekerja migran yang tidak memahami perbedaan visa kerja dan visa kunjungan. Perekrut ilegal bergerak lebih cepat daripada petugas penyuluh dari Dinas Ketenagakerjaan. Negara tertinggal, rakyat tertipu.

4. Perlakuan Represif dari Malaysia.
Menurut data Jabatan Imigresen Malaysia yang dikutip Antara News (Mei 2025), sebanyak 9.904 orang imigran ilegal telah ditangkap sejak Januari 2025. Di balik angka itu, ada nyawa dan martabat yang terancam bukan hanya oleh hukum, tetapi juga oleh perlakuan tidak manusiawi dalam proses penahanan.

💡 E-Kad: Solusi yang Pernah Ada, Kini Terabaikan
Pada tahun 2017, Malaysia pernah meluncurkan program E-Kad (Enforcement Card), memberi kesempatan para pekerja ilegal untuk melapor, didata, dan pulang secara damai tanpa ancaman hukum. Sayangnya, program ini tak diperpanjang.

Kini, di tengah gelombang besar penangkapan, Indonesia harus mendorong diplomasi aktif agar skema serupa dihidupkan kembali. Tapi tak cukup sampai di sana. Pemerintah juga wajib menyiapkan jalur pemulangan yang aman, tanpa kriminalisasi, dan bebas stigma.

🔄 Langkah Nyata Menuju Perlindungan
1. Repatriasi Sukarela Tanpa Kriminalisasi
Jika Malaysia tidak membuka skema legalisasi ulang, Indonesia wajib menyediakan jalur pemulangan yang aman dan bermartabat. Negara harus siap menanggung ongkos logistik dan memastikan proses administratif berjalan sampai ke kampung halaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun