Mohon tunggu...
Bubup Prameshwara
Bubup Prameshwara Mohon Tunggu... Operator - Uyeah

Kadang saya memikirkan apa yg terjadi di indonesia ini, sungguh bikin "miris". Tapi kadang saya juga merasa tak ada gunanya memikirkan apa yg sedang saya pikirkan :O

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kisruh PSSI dan Perjuangan Pasca Kemerdekaan RI

24 Oktober 2012   21:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:26 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_205759" align="aligncenter" width="629" caption="ilustrasi oleh mas maho -> facebook.com/ID.duasembilan"][/caption] Menyimak segala kekisruhan yang terjadi dalam persepakbolaan nasional, seolah menjadi Paso Benggala bagi kita dengan menyimak sejarah yang terjadi di masa lampau. Bagaimana tidak? Apa yang terjadi saat ini seolah tergambar secara utuh seperti yang terjadi di masa lalu, baik itu dalam hal situasi, kondisi, toleransi, pandangan, dan jangkauan (disingkat: si-kon- tol-pan-jang). Namun dalam ontran-ontran persepakbolaan nasional ini yang membedakan lebih pada setting/latar belakang yang disajikan. Sejenak kita mengingat kembali sejarah perjuangan bangsa ini (JAS MERAH jek) pasca kemerdekaan kita pada 17 Agustus 1945. Secara de facto memanglah kita merdeka pada waktu tersebut, namun apa yang terjadi? Perjanjian Linggarjati Jepang yang menguasai Indonesia sejak 1942, akhirnya menyerah tanpa syarat kepada pasukan sekutu, yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh bapak-bapak pendiri bangsa ini untuk menyiapkan proklamasi kemerdekaan. Dibalik itu, menurut Perjanjian Wina (1942) wilayah yang jajahan bekas Jepang akan dikembalikan ke kolonialnya bila Jepang dinyatakan kalah perang. Inilah mengapa sejak 1945 banyak pasukan sekutu yang mendarat di beberapa daerah di Indonesia guna mengamankan “bagi-bagi kue” ala politik ini. Belanda yang tak ingin kehilangan daerah jajahannya di negeri ini ternyata membonceng pasukan sekutu, dan kali ini Belanda mendarat dan mulai melakukan perlawanan kepada rakyat pribumi dengan bendera NICA (Netherlands-Indies Civil Administration). Berbagai cara digunakan oleh Belanda agar bisa menguasai kembali Indonesia. Hal ini dilakukan demi mengamankan posisinya di mata internasional, dimana Belanda sendiri juga telah mengetahui seberapa banyak kekayaan di Indonesia yang bisa dimanfaatkan. Aksi Belanda sendiri pun memicu nasionalisme di berbagai daerah sehingga terjadi pertempuran seperti di Ambarawa, Bandung Lautan Api, Pertempuran di Sulawesi Selatan, Peristiwa Merah Putih di Minahasa, Pertempuran Medan Area, 5 Hari di semarang, Puputan Margarana, dsb. Perundingan Renville Untuk menghentikan pertempuran ini pun kedua pihak lantas mengadakan pertemuan yang kemudian sering disebut dengan nama Perundingan Linggarjati yang dilakukan pada 10 November 1946. Hasil dari perundingan ini dirasa oleh masyarakat awam sangat mengejutkan, dimana Indonesia mengakui Belanda menguasai sebagian (malah bisa dikatakan sebagian besar) wilayah Indonesia, dan Indonesia pun hanya mempunyai kuasa atas Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera. Meski Belanda terlihat merasa sangat diuntungkan, namun syahwat untuk menguasai Indonesia tetap tinggi, akhirnya pecahlah Agresi Militer Belanda I pada 21 Juni 1947. Atas agresi Belanda ini, PBB membentuk KTN (Komisi Tiga Negara) yang beranggotakan Australia, Amerika Serikat, dan Belgia, guna menghentikan ketegangan ini. KTN membantu menengahi konflik RI-Belanda ini dimulai pada 8 Desember 1947 di atas kapal USS Renville yang saat itu berlabuh di Tanjung Priok, sedangkan perjanjian ini pun ditandatangani tanggal 17 Januari 1948. Wilayah Indonesia pun kini menjadi kian sempit, dimana kekuatan militer Indonesia juga dipaksauntuk segera dikembalikan ke Yogyakarta. Namun lagi-lagi Belanda mengingkari perundingan yang telah disepakati, dan meletuslah kembali Agresi Militer Belanda II 19 desember 1948. Dalam waktu yang genting, Presiden Soekarno dan Wapres Moh. Hatta yang saat itu ditangkap dan diasingkan oleh Belanda pun memerintahkan Syafruddin Prawiranegara untuk membentuk PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) di Bukittinggi. Hal ini ditempuh untuk menghindari adanya kekosongan pemerintahan dan bisa melakukan segala upaya untuk mempertahankan nama Indonesia. Perundingan Roem Roijen (Rum-Royen) Pada masa kepemimpinan Syafruddin Prawiranegara (PDRI) inilah Indonesia kembali melakukan perundingan dengan Belanda pada tanggal 14 April 1949 di bawah pengawasan UNCI ( perubahan dari KTN ) dan pada tanggal 7 Mei 1949 terjadi kesepakatan. Dan di kemudian hari pertemuan ini dikenal dengan nama Roem-Roijen karena dari Indonesia mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Mohammad Roem dan Belanda dipimpin oleh Herman van Roijen. Konferensi Meja Bundar Tindak lanjut dari Roem-Roijen pun akhirnya sampai pada kesepakatan untuk mengakomodinir kedua belah pihak. Pasca dibebaskannya Soekarno-Hatta, maka Konferensi Meja Bundar (KMB, bukan KLB coy) yang dilaksanakan di Den Haag pun delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta secara langsung. Sidang formal KMB pun ditutup pada 2 November 1949, kemudian Moh. Roem kembali ke Indonesia untuk menyiapkan pemilu presiden RIS, sedangkan Moh. Hatta baru kembali ke tanah air pada 14 November 1949 karena masih melakukan beberapa kunjungan kenegaraan ke Negara tetangga seperti Mesir, Pakistan, dan Singapura. Adapun hasil KMB adalah : a. Belanda menyerahkan kedaulatan RI kepada RIS b. Antara RIS dan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia- Belanda yang dikepalai oleh ratu Belanda c. Tentara Belanda akan ditarik mundur dan tentara KNIL akan dibubarkan d. Masalah Irian Barat akan dibicarakan setahun setelah penyerahan kedaulatan. Pada tanggal 27 Desember 1949 dilakukan penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada RIS yang wilayahnya bekas kekuasaan Belanda tanpa Irian Barat. Penyerahan kedaulatan dilakukan di tiga tempat antara lain : a. Amsterdam dilakukan oleh Ratu Belanda kepada PM RISb. Yogyakarta dilakukan oleh Pemerintah RI pada pemerintah RISc. Jakarta dilakukan oleh Wakil Tinggi Mahkota Belanda kepada RIS Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat(RIS dalam 16 negara bagian ) berdasarkan isi KMB ternyata tidak disetujui oleh masyarakat Indonesia dan dengan tegas mereka menuntut dibubarkannya RIS dan kembali pada Negara Kesatuan RI mengingat Bahasa, bendera maupun hari Nasional sama dengan RI. Namun dalam pidato Moh. Hatta pasca KMB tersebut menenangkan masyarakat Indonesia, dan berikut cuplikan pidato beliau:

“Kami tahu, bahwa ada diantara kita jang akan berkata bahwa hasil K.M.B itu belumlah kemerdekaan 100%. Berhubung dengan itu kami hanja ingin bertanja: apakah jang dikatakan. kemer­dekaan 100% ? Indonesia Merdeka bukanlah tudjuan achir bagi kita. Indonesia Merdeka adalah sjarat untuk mentjapai kebahagiaan dan kemakmuran rakjat. Indonesia Merdeka tidak ada gunanja bagi kita, apabila kita tidak sanggup mempergunakannja untuk mentjapai tjita-tjita rakjat kita: hidup bahagia dan makmur dalam pengertian djasmani maupun rohani. Maka dengan tertjapainja penjerahan kedaulatan, perdjuangan belum lagi selesai. Malahan kita baru pada permulaan perdjuangan jang lebih berat dan lebih mulia, jaitu perdjuangan untuk mentjapai kemerdekaan manusia daripada segala tindasan. Kemadjuan jang diperoleh dalam perdjuangan itu tidak sadja bergantung kepada.kemadjuan jang kita peroleh didalam negeri, tetapi djuga dan istimewa terpengaruh oleh keadaan dunia dan masjarakat interna­sional. Perdjuangan ini menghendaki idealisme jang tetap, pandangan realiteit jang benar dan rasa sabar jang tak kunjung lenjap….” (QUOTE: pustakasekolah.com)

[caption id="attachment_205753" align="aligncenter" width="648" caption="ilustrasi lagi-lagi dari mas maho -> facebook.com/ID.duasembilan"]

135111242163857456
135111242163857456
[/caption]

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Menyimak, menghayati, dan merenungi perjalanan bangsa ini dalam menggapai sebuah kedaulatan di mata internasional, sungguh sangat panjang perjalanan yang dilalui oleh bapak-bapak pendiri negara ini. Begitu banyak perjuangan yang berliku demi sebuah kemerdekaan. Hal ini juga tak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di tubuh organisasi persepakbolaan kita (PSSI). Dimana ada pihak-pihak yang tidak terima dengan kekuasaanya yang selama ini membuat kelompoknya sangat nyaman, kini hilang begitu saja. Pihak-pihak yang tidak terima pun menggunakan segala cara untuk menggulingkan Djohar Arifin agar kelompoknya kembali menguasai induk sepakbgola negeri ini, dan tentu saja akan sangat menguntungkan bagi kelompoknya seperti pada periode yang lalu.

Tak tanggung-tanggung, segala cara selayaknya Belanda dalam kamuflase NICA membonceng pasukan sekutu, pihak-pihak ini pun melakukan hal yang sama untuk menguasai kembali PSSI. Berawal dari adanya RASN (Rapat Akbar Sepakbola Nasional) guna menggerogoti PSSI, kemudian terbentuknya KPSI, membentuk PSSI tandingan melalui KLB Ancol, hingga yang terbaru pun juga membentuk Timnas tandingan. Tak hanya frontal dalam merongrong PSSI dari dalam, namun juga mencoba berusaha menjungkalkan melalui segala perundingan tingkat internasional. Ini terlihat dari beberapa manuver seperti gugatan ke CAS atas Persipura yang ternyata mereka cabut sendiri sebelum ada putusan final, penandatanganan MoU di bawah supervisi dari Task Force AFC, hingga yang terbaru adalah menggunakan Join Committee (JC) yang dibentuk AFC sebagai bargaining position agar bisa mensukseskan kudeta yang telah disusunnya. Cara-cara yang dilakukan oleh pihak yang biasa disebut KPSI atau PSSI KLB Ancol sebagai amanat dari 2/3 anggota PSSI yang sah (asyemmm, dowo banget jenenge) sangat serupa dengan apa yang Belanda lakukan demi menguasai negeri ini kembali. Berbagai putusan pertemuan di AFC pun terasa memberi angin segar bagi KPSI, bahkan para pendukungnya pun banyak yang mengklaim bahwa merekalah yang sebenarnya diperhitungkan oleh AFC sebagai yang legitimate. Namun itu bagi yang berpikir cetek. Karena disadari atau tidak, dari sekian putusan AFC maupun Task Force, sesungguhnya menjadi sinyal bahwa PSSI yang sah itu adalah yang diketuai oleh Djohar Arifin, organisasi dibawah supervisi FIFA dan AFC. Beberapa putusan memang terasa menyudutkan PSSI, hal ini sama seperti halnya Perjanjian Linggarjati, Renville, Roem-Roijen, maupun KMB yang terasa menyudutkan Indonesia. Bahkan KMB pun juga memberikan keputusan bahwa NKRI harus berubah menjadi RIS dengan Ratu Belanda sebagai kepalanya. Kedaulatan yang diperjuangkan oleh bapak-bapak pendiri negara ini, walau hanya dicibir sebagian rakyat Indonesia karena terasa merugikan, namun lihatlah sekarang bahwa negara kita adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia. PSSI dengan Djohar Arifin mungkin juga menerapkan strategi “banyak perundingan” seperti halnya perjuangan pasca kemerddekaan RI, guna menyelesaikan kisruh persepakbolaan nasional ini. Jadi ada baiknya kita ikuti dan kita kawal saja kisruh sepakbola ini. Bila memang sudah bosan dengan kisruh, ya tak perlu unjuk kekecewaan yang berlebihan di kompasiana atas kisruh sepakbola ini, sebaiknya pindah kanal lain aja gampang koq, misalnya hiburan, politik, teknologi, atau yang lain. Karena perjuangan NKRI pasca kemerdekaan pun juga tak semudah dan tak sesederhana seperti halnya rapat RT untuk mengadakan kerja bakti bersih kampung. Artikel ini adalah terinspirasi dari obrolan santai ngebahas bola Indonesia dengan nongkrong bareng Darius Sinathrya dan Ibnu Jamil beberapa waktu yang lalu. Juga sebagai peringatan jelang Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober nanti, semoga dapat membangkitkan rasa nasionalisme kita untuk lebih mencintai negeri kita ini.

follow P.S.K (Pengamat Sepakbola Koplaksiana) -> @bubup_prameshWR

[caption id="attachment_205754" align="aligncenter" width="648" caption="ilustrasi pokoknya dari mas maho -> facebook.com/ID.duasembilan"]

13511126811591172258
13511126811591172258
[/caption] [caption id="attachment_205755" align="aligncenter" width="333" caption="ilustrasi oleh facebook.com/gie.aditya.3"]
1351112771703054640
1351112771703054640
[/caption]
13511128671317893094
13511128671317893094

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun