Mohon tunggu...
Tari Tarini
Tari Tarini Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang wanita yang mempunyai hobby memasak, menulis, bikin event dan berkomunitas

Hanya seorang pembelajar yang ingin terus belajar dan ingin keliling Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Catatan Wonosobo II: Kuliner Wonosobo Tak Hanya Mie Ongklok, Lempungnya Pun Bisa Melezatkan Makanan

20 Mei 2023   09:35 Diperbarui: 20 Mei 2023   09:45 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadiInput sumber gambar

Pagi menjelang siang ini matahari nampaknya enggan bersinar, awan kelabu sengaja meledek dan menghalangi keperkasaannya. Angin pun tak mau kalah, bersorak-sorai atas ketidakberdayaan sang raja siang. Padahal pagi ini kami sudah bersiap menyaksikan "Ballon Culture Festival" Wonosobo. Sayangnya, pagi itu alam ikut bergemuruh dan menumbangkan balon-balon udara yang sedianya menghias langit di salah satu desa Wonosobo pagi itu. Mereka tidak bisa lama-lama tegak mengudara, karena ada dua faktor penyebabnya. Pertama karena cuaca/angin yang kurang baik dan yang kedua adalah bahan bakar balon udara yang masih menggunakan cara tradisional. Kedua hal ini yang  menyebabkan balon udara tidak stabil dan tidak bisa bertahan lama di udara. Sayang, kami tidak cukup mendapatkan foto yang baik karenanya.

Jam 08.30, kami pun bergegas meninggalkan lokasi menuju hotel untuk check out dan melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta. Sebelumnya kami mampir dulu mencicip kuliner khas Wonosobo. Mie Ongklok adalah salah satu kuliner khas Wonosobo yang populer. Dan Mie Ongklok Longkrang adalah salah satu kedai mie yang ramai pembeli. Seporsi Mie Ongklok disajikan dengan sayuran dan potongan daging sapi atau ayam, lalu disiram dengan kuah. Layaknya mie ayam berkuah pada umumnya, hanya saja kuah Mie Ongklok dibuat kental. Rasanya gurih tapi juga cenderung lebih manis. Takaran satu porsinya juga pas untuk sarapan.

Waktu sudah beranjak siang ketika selesai keliling kota Wonosobo. Sebelum tancap gas menuju Jakarta, kami cari makan siang. Tapi karena bingung mencari kuliner khas Wonosobo yang searah perjalanan ke Jakarta, jadilah kami singgah ke sebuah warung kecil seketemunya. Menunya umum dan tidak banyak, tapi sangat menggugah selera. Di balik etalase kaca terlihat jelas daun pepaya nan hijau menggoda.

Buru-buru aku masuk warung dan mencari Ibu penjualnya. Tak pakai lama, seporsi pecel daun pepaya sudah terhidang dengan manis. Hijaunya daun pepaya yang disiram dengan sambel pecel.....woooww. Benar saja.....tekstur daun pepaya dan sambelnya melebihi ekpestasi......wooowww. Warnanya hijau segar, teksturnya lembut ga alot, ga ada rasa pahit dan lunak, sambel pecelnya juga juara. Ya Allah......nikmat mana lagi yang kau dustakan?

Selesai makan sayapun langsung bertanya pada Ibu penjualnya.

"Bu, daun pepayanya kok bisa hijau segar, nggak pahit, dan empuk begini, gimana cara masaknya?"

"Cuma saya doain kok mba." Jawab beliau dengan santai bercanda.

Saking penasarannya, saya tanyakan sekali lagi ke Ibunya. Akhirnya si Ibu pun menjawab dan berikan tips cara memasak daun pepaya seperti yang dijualnya. Rahasianya ternyata hanya menggunakan tanah lempung (tanah liat) yang sudah di keringkan. Ini lempung yang bersih ya, dan bukan sembarang lempung yang digunakan.

Cukup masukkan lempung kering kedalam air rebusan daun papaya, tunggu hingga lempungnya larut dan mendidih, kemudian masukkan daun pepayanya. Rebus hingga 10-15 menit. Setelah itu cuci dengan air yang mengalir hingga bersih. Hasilnya daun pepaya cepet lunak, warnanya masih tetap hijau segar dan tidak meninggalkan jejak rasa pahit sama sekali.

Lempung ternyata sudah menjadi resep turun temurun dalam pengolahan daun pepaya karena lempung mampu mengurangi/menghilangkan rasa pahit daun pepaya. Sayangnya..., lempung seperti ini tidak lazim dijual secara umum dan hanya ada di daerah tertentu, ya seperti di Wonosobo ini salah satunya. Di daerah-daerah lain belum tentu lempungnya menghasilkan cita rasa selezat ini.

Sebelum kami berlalu, Si Bapak (suami Ibu pemilik warung) berkata :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun