Mohon tunggu...
Bambang Pribadi
Bambang Pribadi Mohon Tunggu... profesional -

B. Pribadi (Bambang Pribadi) sering dipanggil BP saja, pernah belajar ilmu kehutanan dan ekonomi, selain sebagai penulis dan editor, ia juga pelukis, perancang grafis, karikaturis, ilustrator, pernah menjadi dalang wayang kulit gagrak Ngayogyakarta…. www.bambangpribadi.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tentang Bahasa: Beberapa Gagasan untuk Dituliskan #1

19 Juli 2010   12:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:45 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Saya mencoba melempar beberapa gagasan pada Kawan-kawan yang ingin ikut meramaikan menulis soal bahasa kita, Bahasa Indonesia. Tentang ajakan penulisan ini, Anda bisa lihat di tulisan: Bahasa Menunjukkan Bangsa #1 .

Semoga beberapa gagasan ini bisa cukup memberikan inspirasi beberapa Kawan yang mungkin belum mendapatkan ide penulisan.

1. Air mancur atau air pancur atau air muncrat? (Dan sebagainya, tentang kata-kata yang sebenarnya tak tepat atau kurang tepat). Lihat juga tulisan Mbak Winda ini: Bahasa Menunjukkan Bangsa #28 .

2. Bahasa memang kesepakatan. Tetapi jika kesepakatan itu suka-suka, bolehkah?

3. Bahasa Indonesia cukup sulit untuk bisa benar-benar baku. Benarkah?

4. Soal rasa bahasa, bahasa tata-krama, bahasa "empan-papan"(toleransi?). Di sekolah anak diharuskan menyebut dirinya sendiri dengan "saya", tetapi di tempat lain mereka lebih senang menyebut "aku". Artis lebih suka menyebut "aku". Kata "aku" dalam bahasa Jawa adalah sebutan penunjuk diri (orang pertama) yang kasar. Kalau berdoa sendiri dalam bahasa Indonesia seringkali kita menyebutkan "aku". Tuhan pun menyebut dirinya Aku, bukan Saya. Mengapa? Dalam fiksi, "aku" mungkin terkesan lebih keren. Tetapi, orang Jawa dulu jika berdoa tak mungkin ia menyebut dirinya "aku", sebab kasar, melainkan "kula".

5. Kreativitas bangsa Indonesia dalam berbahasa. Kreativitas atau kebebasan? Kebebasan atau kebablasan? Adakah pengaruhnya pada karakter bangsa?

6. Pembakuan beberapa kata jadian berimbuhan masih terasa agak "aneh". Kesannya dipaksa teratur. Apakah bahasa kita memang tak teratur? Contoh: "me+kilat " = "mengkilat" (dulu); sekarang "mengilat" dan "me+pesona" = "mempesona" (dulu); sekarang "memesona". Apakah kedua kata ini sudah mulai diajarkan sejak TK atau SD? Mengapa iya? Mengapa tidak? Kata "mengilat" dan "memesona" mulai terbiasa sebagai kata baku dalam bahasa tulis, tetapi dalam bahasa lisan, sudahkah? Kata "mengilat" dan "memesona" hanya kata-kata untuk orang dewasakah? Untuk orang terpelajarkah? Tak pentingkah antara penulisan dan pengucapan?

7. Sekilas tentang sejarah Bahasa Indonesia, asal-muasalnya.

8. Istilah-istilah (idiom) yang sudah tak tepat? Misal: "bangku sekolah", kok tidak "kursi sekolah". Sekolahan dulu memang masih mengenal bangku, tempat duduk panjang yang diduduki oleh dua siswa. Sekarang, sudah bukan bangku, tetapi kursi. Perlukah direvisi? Atau dibiarkan saja? Pentingkah hal ini? Tidak pentingkah hal ini? Apakah ini masalah sepele? Atau bangsa ini terbiasa menyepelekan?

9. Kita mengenal bahasa percakapan, bahasa tulis, bahasa baku, bahasa resmi, bahasa gaul, bahasa alay, bahasa prokem. Adakah demikian juga dengan bahasa di negara lain? Di negara maju? Ada? Tidak? Mengapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun