Mohon tunggu...
Boyke Semuel Jufuway
Boyke Semuel Jufuway Mohon Tunggu... -

Low Profile and social worker for Papuans

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menjadikan Orang Asli Papua sebagai Tuan di Negeri Sendiri

17 Juli 2012   10:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:52 789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Impian menjadi “tuan di negeri sendiri” adalah filosofi penduduk asli Papua sebagai suatu  tuntutan perbaikan dan perubahan kualitas hidup. Selaku penduduk pribumi atau pemilik hak ulayat dengan kekayaan alam yang melimpah dan menjadi sumber pendapatan bagi Negara, sudah sepantasnyalah jika taraf hidup dan tingkat pendapatan per kapita penduduk asli Papua lebih baik dari keadaan sekarang. Hal ini patut dikedepankan karena populasi penduduk di Tanah Papua (provinsi Papua dan Papua Barat) saat ini berjumlah sekitar 3,62 juta jiwa namun hampir 32% diantaranya masih miskin, sementara angka  kemiskinan secara nasional hanya sekitar 17%. Selain itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Papua masih terendah seluruh Indonesia karena berbagai kekurangan-kekurangan di berbagai bidang. Implementasi Undang-Undang Otonomi Khusus (No.21/2001) lewat berbagai kebijakan dan program untuk mensejahterakan masyarakat Papua belum tercapai dan telah menimbulkan aksi-aksi resistensi politis serta menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Hal ini disebabkan masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat asli Papua dan kemampuan ekonomi yang erat kaitannya dengan partisipasi orang asli Papua pada pekerjaan sektor formal di lingkungan pemerintah dan perusahaan Swasta/BUMN/BUMD maupun sektor informal. Sementara itu, perbandingan jumlah penduduk non Papua dan asli Papua di kawasan perkotaan adalah sekitar 70:30 dan kaum non Papua lebih menguasai sektor pekerjaan formal maupun informal karena dapat menikmati pelayanan sosial dan pemerintahan lainnya dengan mudah sejak masa lalu.

Berangkat dari kondisi obyektif dan permasalahan diatas, maka ada beberapa pokok pikiran yang ingin kami sarankan sebagai usulan kebijakan di bidang ketenagakerjaan, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat disarankan untuk lebih memberikan ruang, peluang dan kesempatan bagi orang asli Papua untuk memperoleh pekerjaan di semua sektor formal dan informal untuk meningkatkan kesejahteraannya. Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat disarankan untuk melaksanakan kebijakan khusus sebagai aksi pemihakan (affirmative action) di bidang ketenagakerjaan dengan melaksanakan amanat Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001, Pasal 62 ayat (2) dan (4) yaitu:

(2) Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Perdasi.

Kewenangan yang sudah ada pada ayat (2) dengan penggalan redaksi: “Orang asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan...” sudah seharusnya dilaksanakan dengan menetapkan aturan “memaksa” berupa Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) sesuai ayat (4) diatas untuk dilaksanakan di kedua provinsi Papua sebagai pemihakan kepada penduduk asli Papua dalam penerimaan CPNS, Anggota TNI/POLRI dan Karyawan/Buruh pada Perusahaan Swasta/ BUMN/ BUMD/ Perbankan serta partisipasi keanggotan dalam organisasi/lembaga/partai politik dan pembinaan usaha perekonomian. Keberpihakan ini dapat dilakukan dengan penetapan kouta untuk merekrut tenaga kerja misalnya: 70% asli Papua setempat, 20% asli Papua lainnya dan 10% non Papua.

Sebagai contoh, dalam penerimaan CPNS, karyawan BUMN atau karyawan perusahaan swasta di berbagai sektor (perbankan, pertambangan, pertanian, perkebunan atau perikanan) di Kabupaten Jayapura harus dilakukan dengan kuota 70% Orang Asli Papua asal daerah Kabupaten Jayapura, 20% Asal Papua lainnya dan 10% asal dari Luar Papua. Contoh lain adalah alokasi pemberian pekerjaan pengadaan/barang dan jasa pemerintah dari Pemda dan Swasta yang lebih memberdayakan pengusaha asli Papua sesuai klasifikasi usahanya. Praktek pada sektor swata misalnya seperti pada PT Sinar Mas Group II di Lereh-Kabupaten Jayapura atau PTPN II di Prafi Manokwari yang mengelola perkebunan sawit; sudah seharusnya mempekerjakan masyarakat asli setempat sebagai pekerja dari tingkat paling rendah seperti pekerja kebun, Satpam dan Mandor Pekerja sampai ke level Staf Manajer Cabang Perusahaan dengan peluang/ kesempatan kerja yang lebar dan kemudahan memperoleh pekerjaan. Bila hal ini dapat dilakukan maka masalah-masalah hukum, sosial dan ekonomi yang sering muncul seperti tuntutan ganti rugi tanah adat/ulayat, masalah tanggung jawab sosial perusahaan serta gangguan keamanan dan ketertiban dapatlah dengan mudah diakomodir dan diselesaikan karena adanya wakil/ anggota masyarakat di pihak perusahaan yang mampu mengkoordinasikan, memfasilitasi dan mensinergikan berbagai kepentingan dengan menggunakan kearifan-kearifan lokal. Manfaat lainnya adalah masyarakat Papua tidak akan merasa termarginalisasi karena berperan aktif, mempunyai kedudukan, terlibat dan menentukan langsung arah pembangunan serta dapat mempunyai penghasilan yang tetap dan berkelanjutan.

‘Menjadi tuan di negeri sendiri’ adalah mimpi, harapan dan sekaligus tuntutan pengakuan jati diri orang asli Papua sebagai pemilik hak kesulungan untuk memerintah, mengelola serta menikmati hasil-hasil sumber daya bagi kemakmuran dan kesejahteraan di Tanah Papua. Pemihakan dengan pembuatan Perdasi di bidang ketenagakerjaan sesuai amanat UU Otsus harus dilaksanakan guna menghilangkan kesenjangan pendapatan dan kecemburuan sosial. Ruang yang lebih besar dalam penerimaan pekerja, penguatan kapasitas dan penempatan untuk posisi jabatan yang baik dan strategis haruslah diutamakan bagi penduduk asli Papua. Sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang layak. Semoga bersama-sama bisa dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan dan segenap komponen masyarakat di Tanah Papua agar orang asli Papua dapat memiliki ‘tanda heran yang satu ke tanda heran yang lain’.

*Boyke S. Jufuway, SH, MPP - Tenaga Profesional UP4B.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun