Menghidupkan kembali nilai-nilai budaya adalah salah satu jawabannya. Pendidikan berbasis budaya, penguatan peran pemimpin adat, integrasi pengetahuan lokal dalam kebijakan, hingga pengembangan pariwisata yang menghargai budaya dan alam bisa menjadi jalan ke depan. Seperti yang disampaikan dalam laporan KLHK, "Menggabungkan strategi konservasi modern dengan kearifan lokal adalah kunci menuju keberlanjutan di wilayah-wilayah adat." (KLHK, 2023)
Sumba telah memberi kita pelajaran berharga: bahwa alam dan manusia bisa hidup dalam harmoni---asal ada rasa hormat. Kini tinggal pertanyaannya: apakah kita siap belajar dari kearifan itu?
Dengan menjaga budaya, kita sedang menjaga alam. Dengan merawat alam, kita sedang melestarikan jati diri.
Bahan Referensi:
1. Badan Riset dan Inovasi Nasional. (2023). Marapu cerminkan harmoni manusia, alam, dan leluhur dalam budaya Sumba.Â
2. Fitb ITB. (2021). Pemetaan ruang akses perempuan di Kampung Adat Kadoku, Sumba Barat.Â
3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. (2023). Lende Ura: Kearifan lokal untuk mempertahankan kelestarian alam di Sumba Barat Daya.Â
4. Mongabay Indonesia. (2020). Rumah alami adat Sumba semakin sulit dibangun, kenapa?Â
5. ResearchGate. (2017). Lende Ura: Sebuah inisiatif masyarakat dalam rehabilitasi hutan dan lahan di Sumba Barat Daya.Â
6. Vox NTT. (2016). Menelisik ritual 'Kalarat Wai' dalam kebudayaan Sumba. Waingapu.com. (2018). Festival Wai Humba VI: Dialog kebudayaan lokal se-Sumba.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI