Mohon tunggu...
Bonefasius Sambo
Bonefasius Sambo Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang gemar menulis

Penulis Jalanan ~Wartakan Kebaikan~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Polisi Kita yang Humanis

12 Mei 2018   22:15 Diperbarui: 12 Mei 2018   22:25 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polisi yang menjadi korban saat rusuh di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok (Foto : brilio. net)

Tragedi di Maka Brimob (Selasa,8/5/2018) sungguh menyayat hati. Bagi saya ini pengalaman pahit bangsa di era milenial. Lima orang garda bangsa harus kehilangan nyawa termasuk pelaku terorisme itu sendiri. Kisah pilu itu berlanjut pada Kamis, (10/5) sekitar pukul 22:00 WIB seorang bayangkhara kembali meregang nyawa. Ia ditikam dengan pisau beracun oleh seorang terduga teroris. Pelaku dan korban lagi-lagi kehilangan nyawa. Kalau demikian untuk apa?

Kita sepakat tidak ada agama yang mengajarkan kejahatan. Bahkan dalam ajaran agama tertentu membunuh hewan saja dilarang apalagi menghabisi nyawa sesama sendiri. Nilai kebaikan kepada sesama ciptaan ini merupakan kedalaman luhur dari sebuah ajaran agama.

Tragedi Mako Brimob sebagai tindakan kejahatan. Bagi saya  ini perilaku orang yang psikopat. Orang yang men-tuhan-kan manusia. Sehingga ia lebih mendengar bahasa manusia (provokatif) ketimbang hati nurani sendiri. Sehingga ia tega mengaktualisasikan perilaku sadisme itu. Sereligius apapun dia jika ia manusia ia tidak terlepas dari hawa nafsu.

Wajib kita menghormati orang yang lebih tua, dituakan atau ditokohkan. Tapi, tak harus kita jadi kerbau yang dicocok hidungnya.

Jika kita harus membenci teroris bukan kita membenci agamanya tapi kita membenci perilaku sadisme dan antikemanusiaan. Terorisme adalah kejahatan bersama. Harus dilawan bukan kita malah memberi ruang kepada mereka dengan opini-opini yang menyesatkan atau dipolitisasi.

Ada pelajaran penting dari Tragedi Mako Brimob. Polisi lebih bijaksana dalam mengambil langkah-langkah untuk mengurai kerusuhan tersebut ditengah ancaman yang akan merenggut nyawa mereka.

Polisi kali ini mengambil sikap yang persuasif,  dialogis dan sangat bijak. Padahal, jika mereka mau serbu, 155 orang narapidana teroris  (napiter) bisa dihancurkan dalam sekejap. Namun mereka tetap memegang teguh nilai-nilai humanisme.

Namun tidak selamanya polisi terus menjadi korban teroris. Mereka tidak selalu dihantui persoalan HAM. Mereka juga harus dilindungi oleh HAM. Disaat enam bayangkhara gugur, dimana suara HAM?

Anehnya masih ada orang yang nyinyir dengan tragedi ini? Ada orang yang tak peduli dengan peristiwa kelabu ini. Apakah kebencian telah menguasai akal sehat dan hati nurani mereka?

Mengampuni teroris adalah otoritas Tuhan, menghakimi teroris adalah milik manusia. Jika kita takut pada teroris kita tinggal menunggu bom waktu saja. Indonesia akan dilanda perang saudara.

Mana ada negara yang aman jika dikuasai oleh teroris? Salam Damai 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun