Mohon tunggu...
Jenglot Bae
Jenglot Bae Mohon Tunggu... -

Seorang Mahasiswa di salah satu PTS di Jogja. Setelah Masuk Kedalam HI, sekarang Malah tertarik dengan dunia politik, lokal maupun internasional....!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Betulkah "Sertifikasi" Menjadikan Guru Profesional???

31 Juli 2009   13:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:53 1061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tiga tahun sudah sertifikasi guru berjalan, menurut data terakhir sudah empat ribu guru di sertifikasi oleh LPTK FKIP Universitas Jambi. Dari empat ribu guru itu apakah sudah mulai ‘beraksi’ sebagai pendidik yang benar-benar profesional, seperti yang diamatkan dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional.

Bila empat ribu guru itu sudah beraksi sebagai pendidik profesional tentu harapan bersama, anak negeri ini semakin cerdas. Tetapi, kalau belum profesional, cepatlah memprofesionalkan diri sehingga pertanyaan, ‘Apa betul, sertifikasi guru menjadikan guru profesional?, tidak menjadi sebuah pertanyaan keragu-raguan yang dapat menyudutkan profesi guru.

‘Apa betul, sertifikasi guru menjadikan guru profesional?. Memang bisa diartikan sebuah pertanyaan mengandung makna keragu-raguan. Tetapi, keragu-raguan yang dimaksud bukanlah suatu rasah ketidakpercayaan akan kemampuan guru untuk menyandang predikat tersebut. Tetapi, lebih pada perenungan bahwa predikat itu bukan main-main.

Perhatikan saja penulisan kata ‘GURU PROFESIONAL’ di dalam sertifikat guru. Dua kata iti, dalam sertifikat guru itu ditulis dengan huruf besar. Oleh karena itu, secara moral dua kata itu mestinya dapat diaflikasikan guru dalam bentuk nyata di sekolah.

Mari kita pahami ilustrasi ini!. Ada seorang guru sekolah dasar yang bernama John Schmit. Dia mengajar di Suku Aborizin,. Untuk meningkatkan minat baca anak-anak di suku itu, John Schmit bekerja sama dengan koran untuk mengumpulkan buku-buku bekas, majalah bekas dari masyarakat. Tujuannya Schmit adalah untuk memperkaya bahan bacaan anak di suku Aborizin yang miskin itu. Setahun kemudian, anak-anak suku Aborizin minat bacanya sangat bagus. Ada guru sekolah dasar di Indonesia yang sudah mendapat sertifikasi guru, lalu di sekolah itu kekurangan buku, kalau pun ada mungkin sebatas buku wajib, lalu apa yang dia lakukan?. Apakah dia hanya berdoa menunggu perhatian pemerintah, sementara sekolah gratis sudah membahana di jagat raya. Lalu, manakah yang lebih profesional?.

Mungkin banyak case studi lainya yang menjadi relungan di hati para guru. Misalnya, apakah sudah sukses penerapan KTSP, yang juga konon khabarnya pengembangan pembelajaran KTSP di dalam kelas masih bernuansa struktural. Apakah masih ada terdengar RPP yang copy paste?.

Apakah guru-guru sudah mahir dalam perbaikan pembelajaran yang dilakukan dalam bentuk penelitian tindakan kelas?.

Apakah KKG, MGMP sudah membatin dan terjalin dalam komunitas insan guru untuk ‘ber-lesson studi’ tentang kesulitan dan perbaikan pembelajaran menuju ke arah inovasi, ‘bersama kita bisa’. Konon, khabarnya guru-guru di Jepang kalau sudah ber-lesson studi di KKG dan MGMP, guru-guru di Jepang tersebut sampai larut malam. Mereka berlomba-lomba menjadi guru model. Mereka sangat bangga kalau bisa tampil sebagai guru model. Ringkasnya, istilah; KTSP, RPP, KKG, MGMP, PTK, Case Studi dan Lesson Studi. Apakah istilah-istilah itu sudah melekat dalam hati sanubari guru sebagai insan ‘pelaku utama’ di dunia kelas anak-anak.

Bolehlah dikatakan, contoh-contoh yang ditampilkan dalam tulisan ini, sebagian guru akan menyatakan agak ‘lebai’, tetapi itu sangat mungkin dilakukan sebagai guru yang profesional. Jangan-jangan (maaf!), masih ada guru yang sudah lulus sertifikasi tetapi belum paham tentang butir-butir pencitraan empat ranah kompetensi yang harus dimiliki, yakni kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian dan sosial.

Misalnya, pada kompetensi pedagogik, pencitraan seorang guru dapat dilihat dalam butir-butir berikut. (1) Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual., (2) Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, (3) Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu, (4) Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, (5) Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran, (6) Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki, (7)Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik, (8)Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, (9) Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran, dan (10) Melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Disamping itu juga, perlu juga diketahui dari sepuluh rubrik penilaian portofolio guru. Rubrik prestasi akademik, karya pengembangan profesi, dan keikutsertaan dalam forum ilmiah, pada umumnya ketiga rubrik ini guru-guru belum banyak melakukannya. Semestinya, ketiga rubrik inilah yang paling tampak dan harus dibangun dalam kinerja guru, karena bernuansa inovasi.

Kenapa dikatakan demikian, karena ketiga rubrik itu adalah ranah-ranah keterampilan, karya monumental, menulis kreatif, membuat media pembelajaran,penelitian, dan karya teknologi-seni. Ringkasnya, ketiga rubrik inilah sebagai daya pengembangan pembelajaran kreatif dalam situasi nyata di kelas.

Program Bermutu

Dua tahun ini sebenarnya Mendiknas telah ‘melauncing’ PROGRAM BERMUTU (Better Education through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading)‘Peningkatan mutu pendidikan melaluipeningkatan kompetensi dan kinerja guru’ .

Program ini dilauncing dengan tujuan para guru diajak bersama-sama memperbaiki dan mengembangkan pembelajaran dalam wadah KKG dan MGMP. Para guru yang mengalami kesulitan mengembangkan pembelajaran di kelas akan membuat case studi lalu mereka berdiskusi dalam bentuk leson-studi di KKG dan MGMP. Malah konon khabarnya (sedang digodok), beberapa kinerja guru di KKG dan MGMP harus diakui LPTK sebagai pengurangan beban SKS bagi guru-guru yang sedang mengejar program sarjana.

Berdasarkan hal itu, program BERMUTU adalah wadah menjaga pencitraan profesionalnya guru, karena program BERMUTU ditujukan untuk dapat meningkatkan keterampilan guru dalam: (1)melakukan penelitian tindakan kelas secara berkelanjutan sebagai upaya memahami proses belajar, (2)mengembangkan kurikulum dan perencanaan pembelajaran sesuai dengan aturan yang berlaku, (3) menambah wawasan bidang ilmu berdasarkan permasalahan keilmuan yang muncul dalam rangka penerapan kurikulum, (4) melaksanakan proses pembelajaran inovatif berbasis penelitian tindakan kelas, (5) memanfaatkan beragam sumber belajar berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk pengembangan diri, proses pembelajaran, dan sumber belajar

Jika hal-hal di atas dapat dilakukan guru bersama-sama, maka‘Apa Betul’ sertifikasi guru dapat menjadikan guru yang profesional, menjadijawaban ‘Sangat Betul’ sertifikasi dapat menjadikan guru yang profesional.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun