Mewaspadai Jebakan Lazy Journalism
Mari kita secara jujur mencermati konten berita media massa Indonesia saat ini. Bahkan koran-koran besar pun terjebak lazy journalism. Salah satu gejala yang mencolok mata adalah seringnya berita koran hanya menampilkan ulang unggahan media sosial.Â
Oknum wartawan hanya duduk manis, menyalin unggahan status warganet dan atau selebritis, mempermak seperlunya, lalu menayangkan berita. Tidak ada upaya untuk menghubungi narasumber dan otoritas terkait untuk memeriksa ketepatan fakta.
Yang lebih parah lagi, sebagian berita koran sebenarnya tidak layak disebut berita karena:
- Tidak memuat upaya investigasi dan verifikasi dari wartawan yang memilih rebahan alih-alih mewawancarai sumber pertama
- Hanya memuat pernyataan dari salah satu pihak saja, tanpa melakukan prinsip covering both sides atau meliput semua pihak.
- Berita hanya mengejar klik dengan judul bombastis dan bahasa yang jauh dari norma kesopanan (cenderung berkonotasi seksual dan diskriminatif).
Swakritik untuk diri dan rekan-rekan narablog
Tulisan ini sejatinya adalah swakritik untuk diri saya sendiri. Kita sering tergoda juga untuk melakukan lazy journalism. Hanya menulis ulang status di medsos atau berita yang kita dengar tanpa memeriksa kebenaran fakta dari sumber-sumber tepercaya. Padahal, kita bisa menulis hal unik dari pengalaman dan pengamatan kita sendiri.
Sebagai narablog atau jurnalis warga, kita pun terikat pada kewajiban moral untuk menulis yang benar. Selalu cek fakta. Jangan terjebak politik berat  sebelah.
Tampilkan sosok-sosok sederhana nan inspiratif. Bisa jadi, sosok itu adalah keluarga dan teman sendiri. Salam literasi. Salut dan salam saya untuk rekan-rekan Kompasianer yang sungguh menjadi jurnalis warga luar biasa!
Dari saya yang masih belajar menulis. R.B.