Mohon tunggu...
Ruang Berbagi
Ruang Berbagi Mohon Tunggu... Dosen - 🌱

Menulis untuk berbagi pada yang memerlukan. Bersyukur atas dua juta tayangan di Kompasiana karena sahabat semua :)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

(Mungkin) Ada Derita Buruh Anak dalam Ponsel dan Komputer Kita

17 Oktober 2020   11:17 Diperbarui: 21 Oktober 2020   10:46 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buruh anak kobalt - diolah dari amnesty.org

Saya sarankan Anda mengambil tisu dan menyiapkan hati sebelum membaca tulisan yang saya anggit dengan segala kejujuran ilmiah dan nurani ini. Sebab, tulisan ini mungkin membuat Anda merasa tak nyaman. Bahkan, marah dan tetiba ingin membanting gawai Anda.

Perjumpaan dengan seorang rekan dari Republik Demokratik Kongo tak akan saya lupakan. Andre, sebut saja demikian, membuat saya tetiba merasa tidak nyaman menggunakan ponsel dan komputer jinjing saya.

Andre, biarawan asal Kongo, negara di Afrika Tengah itu mengisahkan bahwa banyak anak-anak bekerja sebagai buruh penggali kobalt. Kobalt adalah bahan pembuat mesin jet, turbin gas, dan baja magnet. 

Kobalt adalah bahan yang digunakan juga untuk membuat baterai lithium-ion yang dapat diisi ulang. Baterai ini jamak dipakai dalam tiap ponsel dan komputer kita. Juga dalam mobil elektrik yang dipromosikan sebagai kendaraan ramah lingkungan.

Kita sepertinya tak dapat mengirim email dan memajang foto di media sosial tanpa adanya kobalt dalam ponsel dan komputer kita. Inilah contoh nyata bagaimana kita sangat tergantung pada kobalt. Tanpa kobalt, ponsel android atau Iphone tak berdaya.

Masalahnya, kobalt itu langka. Sabuk tambang tembaga di Republik Demokratik Kongo (RDK) dan Zambia menghasilkan sebagian besar produksi kobalt global. Produksi dunia pada tahun 2016 adalah 116.000 ton. Republik Demokratik Kongo menyumbang lebih dari 60% produksi kobalt dunia. 

Investigasi Siddarth Kara di RD Kongo

Siddarth Kara adalah seorang penulis, peneliti, dan aktivis perbudakan modern, pekerja anak, dan isu-isu hak asasi manusia. Dia mengajar di sejumlah institusi pendidikan ternama, termasuk Harvard dan Universitas Nottingham.

Siddarth Kara mengadakan investigasi ke provinsi di tenggara RD Kongo. Menurut badan pemerintah yang bertugas mengawasi sektor pertambangan kobalt informal, setidaknya 20% dari pasokan ini ditambang oleh penduduk setempat, termasuk buruh anak-anak.

Para buruh penambang kobalt ini disebut creuseurs. "Saya memperkirakan ada 255 ribu  penambang kobalt di RD Congo, setidaknya 35 ribu adalah buruh anak. Beberapa masih berumur enam tahun", tulis Siddarth Kara.

Laporan Amnesty Internasional 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun