Mohon tunggu...
Demoda Suparto
Demoda Suparto Mohon Tunggu... -

manusia adalah manusia....

Selanjutnya

Tutup

Politik

“Kebohongan” Demokrasi

10 Februari 2012   20:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:48 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau bicara demokrasi, hampir pasti kita langsung tertuju pada kebebasan berbicara dan berpendapat. Paling sederhana, one man one vote. Disamping itu, juga kepatuhan atas prosedur yang berlaku dalam merebut, mempertahankan, dan mengakumulasikan kekuasaan. Apakah benar bentuk mekanik-prosedral seperti ini yang dinamakan dengan demokrasi?

Demokrasi yang berkembang di Indonesia saat ini pada dasarnya hanyalah bersifat prosedural. Mengadopsi pemikiran Schumpeter tentang demokrasi. Adanya pemilu secara periodik, suksesi kekuasaan, pembatasan kekuasaan, serta kebebasan berbicara dan berpendapat dijadikan tolok ukurnya. Demokrasi seperti ini miskin substansi. Kasarnya, itu bukan demokrasi yang sesungguhnya. Dapat dikatakan, itu sama saja dengan “tiran” dalam model beda.

Barangkali, Indonesia dapat dijadikan contoh paling mudah bagaimana demokrasi itu dibunuh “ramai-ramai” di tengah pasar. Demokrasi substansial tidak hanya bicara soal kebebasan dalam ranah sosial-politik belaka. Juga mencakup demokrasi ekonomi yang mana asas keadilan dan kesejahteraan umum jadi ukuran. Bohong kalau demokrasi bisa berjalan tapi perut para pelakunya masih kosong.

Kita pun pasti sudah memahami, Indonesia saat ini adalah negara tanpa kuasa atas dirinya sendiri. Semua kehidupan warganya diserahkan kehadirat mekanisme pasar. Bahkan, hak asasi manusia pun ditentukan oleh kekuatan uang atau daya beli individu untuk mengaksesnya. Negara hanya jadi tukang stempel dan tak peduli rakyatnya bisa terpenuhi hak-hak dasarnya atau tidak. Paling penting, dari obral aset negara nantinya dapat keuntungan semu dan “kebuntungan” bagi rakyat.

Demokrasi tanpa adanya negara berdaulat adalah omong kosong belaka. Negara adalah rumah bagi demokrasi. Jika negara melompong, demokrasi pun didepak sedemikian jauh, jadi gelandangan. Lahir lah tiran atau kekuasaan despotik yang dibalut dengan bau harum demokrasi. Demokrasi tanpa kesejahteraan hanyalah bualan belaka karena sifatnya prosedural. Tak dapat dinikmati oleh semua warga negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun