Mohon tunggu...
Black Flag Soldiers
Black Flag Soldiers Mohon Tunggu... -

Soldiers Of Allah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sedikit Tentang Kartini

21 April 2013   22:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:49 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika ada yang mengatakan bahwa kumpulan surat menyurat Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” karena Kartini terinspirasi dari ayat Al-Qur’an yang berbunyi “Minazhzhulumaati ilaannur”, maka sesungguhnya judul itu bukanlah dari Kartini, melainkan judul yang dibuat oleh Armijn Pane, sastrawan yang juga anggota Theosofi. Sementara judul berbahasa Belanda “Door Duisternis tot Licht” yang diartikan oleh Armijn Pane dengan “Habis Gelap Terbitlah Terang” adalah judul yang diberikan oleh Abendanon. Abendanon sendiri mengaku mengambil judul itu dari sebuah syair yang dikutip oleh Kartini dari seorang wanita tua, yang berbunyi,

“Habis malam terbitlah terang
Habis badai datanglah damai
Habis juang sampailah menang
Habis duka tibalah suka..”

(Surat kepada E.C Abendanon, 15 Agustus 1902)

Apakah ada pernyataan dari Kartini bahwa istilah “Habis Gelap Terbitlah Terang” berasal dari ayat Al-Qur’an? Pada kenyataannya, istilah “habis gelap menuju terang” juga digunakan oleh kelompok Freemason ketika membaiat anggota barunya, dengan mengatakan, “Kalian berada dalam zhulumat (kegelapan), sekarang kami bawa ke dalam cahaya.” dan pada masa lalu, kelompok rahasia Illuminati di Hindia Belanda juga disebut sebagai “Kelompok Cahaya” (Lihat, A.D El Marzededeq, Jaringan Gelap Freemasonry dan Perkembangannya sampai ke Indonesia, Bandung: Syamil, 2007 dan Freemasonry Yahudi Melanda Dunia Islam, Bandung:Gema Syahidah, 1993)

Kartini juga melahap habis buku-buku karya perempuan aktivis feminis-sosialis, seperti Goekoop de Jong, Cornelie Lydie Huygens, Marcel Prevost, Helena Mercier, dan lain-lain. Menurut keterangan, buku-buku inilah yang menjadi sumber inspirasi perjuangan emansipasi perempuan yang disuarakan Kartini. Sahabat Kartini, Stella Haarshalts Zeehandelaar, adalah perempuan Yahudi aktivis feminis-sosialis yang cukup radikal. Dalam biografi berjudul “Panggil Aku Kartini Saja” Pramoedya Ananta Toer menggambarkan sosok Stella berikut ini:

”Estella Zeehandelaar adalah seorang gadis Yahudi Belanda dengan pandangan hidup sosialis yang berapi-api. Ia tidak menyetujui kalau Kartini masuk ke dalam dunia keagamaan. Stella mempengaruhi Kartini dalam pandangan hidup, bahwa kebajikan bukanlah barang monopoli kaum agama, karena orang pun –dan terutama sekali—dapat lakukan kebajikan karena perasaan tanggungjawab kepada sesama, karena nuraninya sendiri.” (Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja, Lentera Dipantara, 2010, Cet.Kelima, hal. 212)

Paham humanisme begitu kental dalam surat Kartini kepada E.C Abendanon, 15 Agustus 1902. Kartini menulis, “Tuhan kami adalah nurani, neraka dan surga kami adalah nurani. Dengan melakukan kejahatan, nurani kamilah yang menghukum kami. Dengan melakukan kebajikan, nurani kamilah yang memberi kurnia.” Tulisan Kartini jelas mengacu pada keyakinan bahwa tak ada hukum Tuhan, yang ada adalah “kodrat alam”. Sebuah keyakinan yang pada masa lalu begitu mengakar dan menjadi keyakinan dari organisasi-organisasi bercorak Jawanisme-Kebatinan, seperti Taman Siswa, Tri Koro Dharmo, dan Boedi Oetomo.


Apa yang menjadi dasar keyakinan Kartini, sesungguhnya adalah landasan inti dari paham humanisme, yang tak lain merupakan doktrin tertinggi dari Theosofi dan Freemason. Pramoedya kembali menuturkan tentang sosok Kartini

Josephine Hartseen, sahabat masa remaja Kartini, seperti keterangan yang ditulis oleh Pramoedya, adalah orang yang mengajarkan kepada Kartini ajaran-ajaran tentang Theosofi dan spiritisme. Joshepine, menurut keterangan Pram adalah anggota Theosofi. Sebagaimana juga keterangan Ridwan Saidi dalam Fakta dan Data Yahudi di Indonesia, yang menyebut Josephine sebagai orang Yahudi yang diplot untuk mendekati Kartini. Sementara H.H van Kol, elit kolonial yang dalam keterangannya disebut sebagai orang yang mengajarkan ilmu okultisme pada Kartini, adalah sosok yang mendapat rekomendasi dari Stella Zeehandelaar untuk mendekati Kartini.

sumber (*Penulis buku Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara dan Gerakan Theosofi di Indonesia, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar.)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun