Mohon tunggu...
Binti Nur Asiyah
Binti Nur Asiyah Mohon Tunggu... Dosen - Seorang Dosen yang tertarik pada perubahan ekonomi masyarakat, pemberdayaan dan pendampingan

Di bidang perbankan konven/syariah jg menjadi bagian dari konsen profesional

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Studi Doktor 2,5 Tahun Selesai?

9 Maret 2021   00:07 Diperbarui: 9 Maret 2021   00:08 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada umumnya, kuliah doctor merupakan kuliah yang panjang, bahkan hingga batas akhir masa study diizinkan, akhirnya baru dituntut selesai. Kalau tidak selesai, maka akan terdampak Drop Out (DO) atau putus kuliah. Jika secara umum DO karena kesulitan biaya, ketidak mampuan murid, namun pada jenjang doctor, banyak hal yang menjadi pendorong.

Kuliah perlu ada time line?

Perkuliahan tatap muka pada kampus tertentu cukup 2 semester, ada juga yang 3 semester. Pada tiap semester,banyak bekal yang bisa dijadikan bahan untuk tugas akhir atau disertasi. Sejak awal masuk, tentu itu yang terngiang-ngiang dan selalu di ingat. Wal hasil, setelah ada diskusi panjang pada setiap mata kuliah dan berdekatan dengan tema yg dipilih sejak awal masuk doctor, menjadi hilang ketertarikannya. Hal ini karena tema terlalu sempit, sudah banyak yg bahas, dan sering kali tidak tampak pada novelty (kebaruan temuan). Wal hasil pada semester 2, seminar prosposal, harus banting setir, ganti total. Bagi yang tidak menemukan ide, hal ini akan berkepanjangan, hingga tugas seminar tidak jadi. Kalau pun toh jadi, masih seputar pemenuhan tugas mata kuliah. Sementara pada semester 3, waktu perkuliahan sudah kosong, maka jika sejak seminar proposal fix, maka semester 3 tinggal dibenahi sedikit sedikit dan siap diajukan pada ujian proposal. Artinya waktu mau cepat atau tidak tergantung kita mau time line diri sendiri atau tidak. Nah bisa kembali ke diri kita,termasuk yang manakah kita??

Waktu terus berjalan, jika di semester 3 sudah berhasil ujian proposal, maka di semester 4, lanjut untuk bimbingan dan proses penggalian data. Pada proses ini juga tidak sedikit kendala. Ada tuntutan publikasi yang harus mahasiswa selesaikan seiring disertasi selesai, sebagai persyaratan ujian disertasi dan pengambilan ijazah. Ini menjadi tuntuntan prodi saat akreditas, bahwa ada penelitian bersama mahasiswa yang akan meningkatkan nilai akreditasi. Kondisi ini menjadi pecah antara mau penelitian atau nulis artikel? Di sela-sela nunggu ujian, perlu kiranya untuk menulis artikel, yang penting di tulis. Karena kendala utama menulis adalah rasa tidak percaya diri, takut jelek. Maka dengan bekal percaya diri, ditulislah artikel. Tuntutan publikasi itu riil, sementara publikasi akan sangat tergantuk jurnal yang mau menerbitkan, sehingga karena ada unsur probabilitas, peluang tidak terbit, maka kejar tayang untuk menyelesaikan 2 tulisan dan di submit di dua jurnal. Mana yang terbit duluan, itu menjadi pintu untuk bisa maju ujian.

Putaran jarum jam terus bertambah, tak ayal, semester 3 menghasilkan ujian proposal, artikel submit, minimal 1 artikel dulu. Semester 4 karena sudah sibuk ke lapangan dan juga menuangkan dalam tulisan dengan target 300 halaman, tentu waktu sangatlah mahal. Belum lagi sering dihantui rasa tidak percaya diri, karena tulisan dianggap jelek, sehingga tidak berani bimbingan ke promotor. Betul tidak ya? He he perlu dilihat ya? DIperlukan obat percaya diri dalam diri kita bahwa "selama menjadi mahasiswa, maka sadarilah kita selalu kurang di mata dosen, selalu tidak bisa" maka itulah perlunya bimbingan. Saat kita jelek, maka ilmu promotor akan keluar. Saat kita tidak mampu maka akan ada solusi agar mampu. Akhirnyalah yang awalnya jelek, bimbingan berkali-kali, bahkan dag dig der mewarnai,, akhirnya di acc lah sama promotor yang baik hati. Ada level semangat bangga dari promotor saat bimbingannya selesai, namun ada juga, ya sudahlah apa adanya  di acc, karena menyadari kemampuan mahasiswa sedemikian.

Ujian ke Ujian memberi dampak karya lebih baik?

Ketidakpercayaan diri, hingga di paksa berani memang 2 kalimat yang sering kali terkait. Ada yang dipaksa harus berani karena tuntutan ekonomi, harus lulus tepat waktu. JIka tidak lulus, maka harus siap dengan amonisi.

Modal untuk memaksi diri berikutnya adalah menyadari, bahwa saat kebetulan sumber biaya perkuliahan adalah beasiswa, maka perlu diyakini, saat perkuliahan secara finansial tidak perlu memikirkan, maka kita harus pegang gas untuk lari cepat, karena jika beasiswa sudah dicabut, maka kesusahan akan double, susah mikir dana untuk penelitian, ujian dan ujian, dan susah untuk biaya perkuliahan UKT ke kampus. Paksaan ternyata jitu untuk menakuti diri sendiri, sebagai pelecut semangat.

Apakah tidak ada kaitan dengan kondisi keluarga? Erat sekali, karena kuliah doctor usianya sudah tua, rata2 sudah memiliki keluarga, memiliki anak. Maka waktu akan sangat terbagi. Setiap saat alat ketik harus siap, siap nyala dan siap mati. Siap nyala saat meski 1 jama anak dan keluarga sudah bisa ditinggal, maka focus kembali ke laptop. Dan saat siap alat ketik itu mati, saat anak dan keluarga perlu perhatian. Maka alat ketik di dekat tempat tidur menjadi alat ampuh untuk mendekatkan diri untuk menjaga emosi agar selalu ingat alat ketik.

Wal hasil, semester 4 (menggali data di lapangan) dan nulis ke dalam bab perbab,, dan jangan lupa untuk terus paksa diri untuk berani bimbingan. Tentu dengan bahasa komunikasi yang bagus dengan promotor, agar menjaga ritme emosi. Pastikan smstr 4 tuntas neliti dan nulis. Semester 5 beranjaklah untuk berani ujian hasil, karena dari ujian hasil ini kita tahu letak kekurangannya. Nulis sendiri sering kali tidak tahu kekurangan yang ada, nah saat ujian berniatlah untuk menggali masukan. Dengan begitu hilang takut untuk ujian, sehingga berani untuk segera ujian. Semangat itu menjadi pompa ampuh, ketimbang kita merasa puas, merasa bagus sehingga kita berani ujian. Karena jika ternyata setelah ujian itu hasil jelek, maka yang ada rasa trauma, rasa jelek kita, sehingga akan semakin enggan untuk merevisi. Akan enggan untuk mendatangi penguji untuk siap ujian tahap demi tahap. Sekali lagi time line mnjadi kunci. Kapan kita harus lanjut ujian berikutnya.. mau di olor kan sampai panjang juga bisa.. tapi ingat, bahwa konsekuensinya adalah tagihan UKT akan terus berjalan. Siapkah dengan yang demikian? Jika siap maka tinggal ikuti kata hati... Nah semester 5, selesai ujian all.. wal hasil smster 7 tinggal wisuda. Tepat 2,5 tahun perjalanan studi bisa selesai.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun